Mohon tunggu...
Meldy Muzada Elfa
Meldy Muzada Elfa Mohon Tunggu... Dokter - Dokter dengan hobi menulis

Internist, lecture, traveller, banjarese, need more n more books to read... Penikmat daging kambing...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dokter Tahu Matinya Kapan?

14 Mei 2016   21:32 Diperbarui: 14 Mei 2016   23:18 1423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan harapan sembuh yang masih tinggi akhirnya bu Dian mengikuti semua prosedur diagnostik yang telah ditetapkan, harapannya bahwa semakin cepat tegak diagnosa, maka makin cepat pula tindakan pengobatan sehingga kesempatan sembuh menjadi lebih besar. Dari hasil pemeriksaan lanjutan membuktikan bahwa kanker tersebut ternyata telah menyebar ke hati yang disebut dengan metastasis, namun pemeriksaan tulang tidak didapatkan penyebaran.

Mengetahui semua hal itu, dunia terasa seperti mau berakhir. Dengan status di puncak karir dan jabatan yang tinggi, sepertinya bu Dian belum rela semua ini terjadi. Sebagai seorang dengan tingkat edukasi yang tinggi, setelah mencari info sana dan sini, mendapat masukan dari kolega kolega dan sebagainya, akhirnya dia memutuskan untuk mencari second opinion kepada dokter lain. Keputusan itulah yang akhirnya mempertemukan dia dengan saya.

---------------------------

dr. Nugroho Azis, Sp. PD KHOM adalah nama lengkapku berikut gelar yang menempel. Dokter spesialis penyakit dalam konsultan hemato-onkologi medik adalah sebutan lengkap gelar yang kurang lebih didapatkan 14 tahun mulai bangku kuliah sampai selesai gelar konsultan. Konsultan hemato-onkologi medik sendiri artinya adalah dokter penyakit dalam dengan sub-spesialis keahlian kelainan darah dan kanker.

Bekerja di salah satu rumah sakit pemerintah dan memiliki praktek klinik sendiri di malam hari dengan tugas tambahan mengajar mahasiswa kedokteran dan residen calon spesialis penyakit dalam menyebabkan aktivitas harian saya jauh dari kata bersantai. Bahkan sering kali kesempatan weekend yang seharusnya diisi dengan berkumpul bersama istri dan anak-anak tercinta dan bersilaturahmi dengan keluarga besar justru hilang karena harus menyanggupi undangan sebagai moderator atau seminar kedokteran yang sering dilakukan di luar kota bahkan di luar negeri.

Ibu Dian sendiri aku anggap sebagai pasien biasa sebagaimana pasien lainnya, karena memang setiap hari aku berhadapan dengan pasien khususnya terkait kanker atau kelainan darah. Awal pertemuan bu Dian menceritakan bahwa sebenarnya dia sudah cukup puas dengan penjelasan dan rencana terapi dari dokter spesialis paru yang ditemuinya sejak 3 bulan yang lalu. Namun dorongan hati untuk mendapatkan penjelasan atau second opinion  dari dokter lainnya yang juga ahli dalam bidang kanker mungkin akan membantu dia untuk menerima kebenaran tersebut dan mantap untuk rencana terapi yang akan dilakukan.

Berdasarkan data pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya dan ditambah dengan pemeriksaan fisik serta hasil laboratorium darah yang kutambahkan, aku menguatkan diagnosis dokter sebelumnya bahwa memang bu Dian didiagnosa kanker paru dengan penyebaran di hati. Dari pemeriksaan tersebut maka masuk ke stadium 4 dan disarankan untuk menjalani kemoterapi atau memasukkan obat yang berefek untuk membunuh sel-sel kanker di paru termasuk juga penyebarannya.

"Melihat nilai laboratorium darah ibu yang masih dalam batas normal, saya menyarankan ibu secepatnya dilakukan kemoterapi secara serial. Dan jika memungkinkan dan respon yang bagus, dapat kita lanjutkan dengan radioterapi." Ucapku pada pertemuan kedua dengannya di poliklinik. Sambil menatap wajahnya dengan sedikit nada membesarkan hati dia. 

Sebenarnya wajah bu Dian terlihat cukup cantik di usia 40 tahun, dengan make up yang minimalis, secara sekilas orang tidak akan menyangka bahwa dia menderita kanker paru stadium 4. Namun jika jeli melihat tubuhnya yang kurus dan nafasnya yang agak cepat, terlihat bahwa kanker telah mulai menggerogoti nutrisi tubuhnya dan terlihat juga dia berusaha mengendalikan sakitnya tersebut. 

"Kapan saya bisa mulai menjalani program kemoterapi serial tersebut? Saya memutuskan mengikuti program kemoterapi dari dokter" ucapnya dengan mantap.

Aku tidak segera menjawab. Dalam hati aku memuji keputusannya dan bangga bahwa dengan kapasitas jabatannya sebagai salah seorang direksi, bisa saja dia memilih berobat ke luar negeri. Namun ternyata dia percaya dengan dokter yang ada di Indonesia. Setelah berdiskusi bahwa sebelum memulai program kemoterapi, aku menjelaskan bahwa aku perlu berkomunikasi sekaligus meminta izin untuk melakukan kemoterapi kepada teman sejawat dokter paru yang pertama kali menanganinya. Mengingat kode etik dan sumpah dokter maka aku harus melakukan komunikasi ini untuk menghindari kesalahpahaman dan tidak mau dianggap mengambil pasien teman sejawat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun