Mohon tunggu...
Melani Kurnia Riswati
Melani Kurnia Riswati Mohon Tunggu... Penulis - Humas Ahli Muda Badan Riset dan Inovasi Nasional-BRIN

Menyenangi kegiatan alam bebas, membaca dan menulis. Edukator dan pendamping komunitas lingkungan. Saat ini bertugas sebagai Humas Ahli Muda BRIN.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Melejitkan Kejayaan Petani melalui Pertanian Organik

29 Februari 2024   11:50 Diperbarui: 2 Maret 2024   18:21 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani (SHUTTERSTOCK.com/FENLIOQ via KOMPAS.com)

Hilangnya ketersediaan beras di pasaran sempat membuat masyarakat panik. Kelangkaan tersebut berimbas pada melambungnya harga.

Hal ini tentu saja semakin membuat kaum ibu menjerit. Semakin sulit mengatur keuangan agar kebutuhan keluarga terpenuhi.

Kompleksitas permasalahan pangan terutama beras seolah tak ada habisnya. Sebagai bahan pokok masyarakat Indonesia, perihal yang berkaitan dengan beras pastinya akan mengganggu stabilitas.

Anomali cuaca telah berdampak pada menurunnya pertumbuhan produksi. Perubahan iklim telah pula memicu serangan hama.

Lahan produktif banyak beralih fungsi menjadi hunian akibat lonjakan populasi manusia. Lahan pertanian yang terus berkurang tentu saja berpengaruh pula terhadap hasil panen.

Padahal pertumbuhan penduduk yang terus merangkak naik menjadikan konsumsi beras juga terus bertambah.

Badan Pusat Statistik (2023) mencatat bila kekeringan panjang akibat El Nino ditenggarai menjadi penyebab produksi beras nasional pada tahun 2023 turun dari jumlah sebelumnya di tahun 2022 sekitar 31,54 juta ton menjadi 30,9 juta ton.

Erizal Jamal Dt. Tumengguang, profesor riset BRIN dalam opininya di Kompas pada Sabtu, 24 Februari 2024 mengungkapkan tingginya harga beras setahun terakhir di picu banyak faktor, antara lain: kenaikan biaya produksi, penurunan produksi beras nasional, dan tingginya harga beras di pasaran.

Lebih lanjut, Erizal yang juga Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia, menyatakan bahwa secara global peningkatan harga beras disebabkan penghentian ekspor beras oleh India sejak 20 Juli 2023 yang berimbas pada berkurangnya stok beras di pasar dunia dan berpengaruh terhadap harga beras dunia.

Buruknya sinergi ketersediaan pangan di tingkat makro dan aksesibilitas rumah tangga terhadap bahan pangan semakin memperparah kondisi yang berakibat pada gizi buruk.

Padahal Indonesia sebagai negara yang memiliki daerah-daerah lumbung beras dengan produksi yang cukup bahkan berlebih. Kenyataannya tetap saja banyak penduduk yang tak memiliki akses terhadap makanan.

Di tengah himpitan akan tantangan dan permasalahan global seperti masalah pangan, Indonesia harus tetap optimis menjaga pertumbuhan ekonominya agar tetap stabil di tengah gonjang ganjing yang kurang mendukung.

Tindakan kolektif di masyarakatpun bermunculan. Tujuannya meningkatkan keamanan pangan rumah tangga mengantisipasi kerawanan pangan.

Sebagai tindakan solutif meminimalisir kerawanan pangan, peneliti bersinergi dengan petani.

Program rintisan telah dimulai sejak 2016 (kala itu masih di bawah naungan LIPI). 

Berawal dari program dampingan sebagai bentuk penguatan kapasitas petani dalam melakukan pengolahan tanah.

Dukungan terus berlanjut melalui BRIN dan kini bankan lisensi telah dikantongi.

Kegiatan dampingan peneliti terhadap masyarakat. Foto dokumentasi : Tim Pusris Mikrobiologi Terapan-BRIN
Kegiatan dampingan peneliti terhadap masyarakat. Foto dokumentasi : Tim Pusris Mikrobiologi Terapan-BRIN

Melalui skema start up Perusahaan Pemula Berbasis Riset, Pusat Riset Mikrobiologi Terapan-BRIN bersinergi dengan Badan Usaha Milik Petani (BUMP) PT Lumpang Mas, Purbalingga.

Melalui pendanaan tersebut, kolaborasi dengan pemberian lisensi untuk pengembangan pupuk hayati (POH).

Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya mensiasati kemandirian produksi padi dengan mengandalkan pupuk organik hayati hasil riset.

POH yang di produksi di dukung oleh ketersediaan starter POH yang di jamin mutu dan kualitasnya oleh VIGANO PT Esa Distribusi Nusantara (EDN) yang merupakan penerima Lisensi untuk memproduksi Starter POH dari BRIN.

Panen perdana pun telah dilaksanakan pada Kamis, 22 Februari 2024. Pada lahan 35 Ha yang merupakan demplot organik Poktan Bina Karya Desa Cilapar, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga.

Kegiatan panen perdana. Foto dokumentasi : Tim Pusris Mikrobiologi Terapan-BRIN
Kegiatan panen perdana. Foto dokumentasi : Tim Pusris Mikrobiologi Terapan-BRIN

Dr. rer. nat Sarjiya Antonius, Peneliti Ahli Utama (PAU) yang merupakan periset senior pada Pusat Riset Mirobiologi Terapan-BRIN, Kelompok riset Mikrobioma Nutrisi dan Proteksi tanaman menuturkan kondisi tanah pertanian yang sebelumnya lahan pertanian konvensional, setelah pemberian POH sebanyak 210 liter dan pupuk organik biokompos pada lahan seluas 35 Ha, nyatanya mampu memberikan hasil pada budidaya pertanian secara organik dengan hasil ubinan 5.050 kg dan 6,145 kg (6.8-8,3 ton/Ha) dengan varietas padi lokal menthik susu.

Wanto dari BUMP Lumpang Mas turut menambahkan bila hasil panen perdana ini melebihi hasil panen rata-rata budidaya konvensional yang hanya menghasilkan 5,6-6,3 ton/Ha.

 Yuk Beralih ke Pertanian Organik

Pertanian konvensional yang sudah sejak lama dilakukan melalui pemanfaatan agrokimia, semakin disadari dampak buruknya. Produktivitas tanah menurun dan air yang tercemar pestisida sehingga bermuara pada kesehatan manusia.

Para ahli juga menyatakan bila kegiatan pertanian dan kehutanan turut menyumbang 13-21% gas rumah kaca.

Oleh karena itu, pertanian berkelanjutan menjadi arah solusi dalam menjamin produktivitas ekologis jangka panjang tanpa mengorbankan sumber daya alam dan lingkungan demi menjamin keberlanjutan kehidupan manusia.

Teknologi berbasis bahan kimia nampaknya sudah mulai kehilangan pesona nya. Biaya produksi yang tinggi dan tidak berkelanjutan menjadi alasan utama mulai tergeser.

Belum lagi biaya lingkungan yang tinggi akibat kontribusi gas rumah kaca dan konsentrasi pestisida yang membahayakan kesehatan manusia.

Hal tersebut semakin menyadarkan manusia untuk mulai pelan-pelan beralih pada teknologi ramah lingkungan, murah dan aman.

 Berbenah Tanah

Kegiatan penanaman yang terus berlangsung secara intensif tanpa penambahan nutrisi bagi kebutuhan tanaman, tentunya akan mengurangi stabilitas kesuburan tanah. Lahan subur menjadi tuntutan.

Mengutip warisan pengetahuan Go Ban Hong, seorang ilmuwan tanah Indonesia yang menyatakan bahwa kerusakan tanah sawah karena terus menerus digunakan menjadikan tanah lapar karena kekurangan unsur hara.

Fenomena kelelahan tanah yang dilontarkannya di tahun 1978 dalam sebuah Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi di Bogor sebagai bentuk keprihatinannya akan kondisi lahan pertanian Indonesia yang terkuras kesuburannya.

Kelelahan tanah (soil fatique) telah menjadikan penurunan tingkat kemampuan produksi berkelanjutan.

Kasus tersebut ditandai dengan rendahnya kandungan bahan organik, menurunnya efisiensi serapan hara oleh tanaman dan rendahnya kegiatan mikroba tanah.

Rapatkan Barisan

Upaya memanfaatkan sumber daya lokal terutama di wilayah-wilayah produktif bagi lahan pertanian terus dilakukan.

Kelangkaan pupuk kimia sintetis dan kesadaran akan produk yang mengarah industri bersih dan sehat telah mendorong pembuatan pupuk organik dari bahan alam lokal.

Pembuatan demplot sebagai percontohan pertanian organik telah dirasakan manfaatnya. Beras sehat pun telah dihasilkan, minimal memenuhi kebutuhan keluarga dan sisanya di pasarkan.

Pangan organik didefinisikan sebagai pangan yang berasal dari suatu lahan pertanian organik yang menerapkan praktik pengelolaan yang bertujuan untuk memelihara ekosistem dalam mencapai produktivitas yang berkelanjutan, pengendalian gulma, hama dan penyakit.

Dalam penerapannya dapat dilakukan daur ulang sampah tumbuhan atau kotoran ternak, proses seleksi dan pergiliran tanaman, pengolahan lahan, penggunaan bahan hayati dan pengelolaan air. Prinsip dasarnya melalui pemanfaatan bahan-bahan alam (lokal).

Keunggulan dari pertanian organik menghasilkan produk pangan yang sehat, aman konsumsi dan mendukung program pertanian berkelanjutan.

Anugerah Tuhan akan kekayaan hayati dan sumber daya alam hingga saat ini belum bisa dirasakan nyata. Penguasaan ilmu dan teknologi serta sarana prasarana pun maju pesat. Namun kenapa seolah masih jalan di tempat?

Bila berkaca pada pengalaman Indonesia saat mencapai swasembada beras di tahun 1984, prestasi tersebut di capai bukan karena adanya sawah besar yang diciptakan.

Namun dicapai dari kontribusi jutaan petani dari lahan pertanian mereka yang kecil namun hasil produksinya optimal.

Bersama membangun petani mandiri. Foto dokumentasi : Tim Pusris Mikrobiologi Terapan-BRIN
Bersama membangun petani mandiri. Foto dokumentasi : Tim Pusris Mikrobiologi Terapan-BRIN

Perhatian pemerintah dalam menjamin kedaulatan dan keamanan pangan nasional akan mensejahterakan petani.

Membangun political capital pada berbagai sektor pertanian harus memberikan perhatian serius mulai dari hulu ke hilir.

Imbas krisis pangan dunia dan instabilitas penyediaan pangan nasional, seharusnya membuka kesadaran bersama bahwa pertanian dan pangan menjadi sangat strategis.

Butuh keseriusan dan komitmen kuat untuk menjamin pasokan dan ketersediaannya.

Kebijakan-kebijakan pangan nasional yang berpihak pada petani tentu akan menggairahkan. Produktivitas meningkat dan masyarakat sejahtera.

Tak hanya insentif bagi petani, kebangkitan pertanian akan dicapai manakala investasi sumber daya manusia dan prasarana fisik sektor pertanian menjadi prioritas.

Akselerasi melalui pengembangan riset dan teknologi serta pendampingan terhadap masyarakat harus menjadi agenda utama.

Upaya menciptakan varietas baru diharapkan dapat menyediakan benih unggul berkualitas. Selain itu, pendekatan bioteknologi menjadi salah satu solusi dalam meraih produktivitas.

Bayangkan, panen padi yang hanya bermodalkan pupuk organik biokompos dan pupuk organik hayati (POH), dapat memberikan hasil panen 7 ton/Ha gabah kering panen. Bila mengacu pada harga per kwintal di kisaran harga Rp. 800.000, dalam 1 hektar petani dapat meraup 56 juta.

BRIN selaku satu-satunya lembaga riset pemerintah di Indonesia dapat berperan sebagai public goods. Dukungan pendanaan dan SDM yang kompeten menjadi keharusan. Berbagai invensi, teknologi dan inovasi-inovasi yang tercipta akan dapat di akses stakeholders.

Kesepahaman pola pikir dan kolaborasi efektif akan menjadi investasi masa depan bagi kelangsungan hidup bangsa. Sehingga tujuan pertanian nasional menuju kedaulatan pangan akan tegak membuat petani Indonesia digdaya.

Kemakmuran rakyat dapat dicapai berkat pemanfaatan sumber daya alam yang tepat dan bijak dan negeri gemah ripah loh jinawi tak hanya menjadi slogan belaka. Semoga .... (MKR)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun