Dari pengalaman Singapura, pelajaran yang dapat kita petik bahwa Kementerian Pariwisata tidak dapat bekerja sendiri dalam membangun destinasi pariwisata di sebuah kawasan.
Belajar dari kesalahan yang pernah dilakukan Singapura. Promosi adalah hal terakhir. Siapkan dulu produknya! Penuhi dulu kebutuhan hidup masyarakat lokalnya. Kenali dan lestarikan tinggalan budaya dan sejarahnya.
Saatnya bagi Kemenpar melakukan pendefinisian ulang akan arah pariwisata Indonesia yang selama beberapa kabinet hanya sebatas promosi dan menjual keindahan alam & budaya Indonesia ke pasar global.
Buatlah perencanaan strategis untuk turisme Indonesia ke depannya yang sesuai dengan kaidah-kaidah sustainable tourism. Ini penting! Agar tidak merusak lingkungan dan mematikan kehidupan masyarakat setempat di masa mendatang.
Tak mudah memang. Tapi meletakkan dasar-dasar yang memperhatikan kaidah sosial dan lingkungan dalam mengembangkan destinasi wisata lebih utama. Dan tentu saja lebih menantang bagi Pak Menteri, daripada sekedar menjual keindahan alam yang sudah ada dari sononya ke pasar turis global lewat media sosial dan agen wisata.
Dan yang terpenting, mohon urungkan niatan mendatangkan 20 juta wisatawan ke Indonesia dalam lima tahun mendatang. Karena itu sama saja dengan 'recipe for disaster'.
Tapi rasanya tulisan ini sia-sia belaka. Tak lama setelah tulisan ini rampung, saya membaca 10 target kementerian pariwisata yang wajib dilakukan oleh Menteri Arief Yahya. Ternyata semuanya titik beratnya lebih pada ‘bagaimana menjual eksotisme Indonesia pada pasar global’ :(
[caption id="attachment_392326" align="aligncenter" width="493" caption="Kutipan tentang eksploitasi kawasan pariwisata"]
Daftar bacaan:
- Titik Nol, Agustinus Wibowo, 2012