Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Menjaga Kewarasan di Antara Pasca-Banjir dan Isu Kemungkinan Banjir Kembali

9 Januari 2020   11:55 Diperbarui: 9 Januari 2020   21:08 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kesehatan mental (sumber pxhere.com)

Pagi ini, di tempatku hujan cukup deras dan berangin. Aku yang baru selesai mencuci pakaian hanya bisa menyerutkan dahi. Beberapa kali aku mengintip jendela sebelum akhirnya memutuskan untuk menjemur pakaian di dalam rumah saja dengan gantungan baju portable yang kubeli di marketplace.

Ketika aku keluar untuk mengambil sesuatu di garasi, aku melihat seorang tetangga yang termangu di depan rumahnya. Ketika aku sapa, dia bertanya apakah hujan ini akan berlangsung sepanjang hari atau tidak. Raut wajahnya menyiratkan bahwa ada kecemasan yang mendalam.

"Di Bogor hujan nggak ya, Tan?" tanyanya.

"Nggak tau, ya," jawabku polos.

"Aku takut hujan lagi kayak kemarin," ujarnya. "Katanya sampai Imlek nanti bakal ada hujan deras seperti ini."

Belum juga aku beranjak dari garasi, tetanggaku panik. Tukang ayam langganan kami memasang status WA yang mengabarkan kalau dia tidak bisa berjualan karena jalanan di depan rumah dia sudah tergenang air sampai ke betis orang dewasa.

Nampaknya, pengalaman kebanjiran kemarin membuat tetanggaku ini menjadi khawatir melihat hujan deras. Ya nggak berlebihan, sih. Untuk orang yang pertama kali mengalami hal ini, ini adalah pengalaman yang mencekam. Air setinggi lutut masuk ke dalam rumah dan membasahi segala hal yang kita punya.

Beberapa hari lalu, di musala sebelah rumah, yang kemarin menjadi posko pengungsian, diadakan pemeriksaan kesehatan gratis. Aku tidak sempat hadir karena ada sesuatu yang harus aku kerjakan dan ketika aku sudah kembali ke rumah pemeriksaan kesehatan itu sudah selesai.

Mendengar cerita dari tetangga, pemeriksaan kesehatan gratis itu meliputi pengecekan tekanan darah, pemeriksaan darah sederhana, dan konsultasi kesehatan dengan seorang dokter. Yang aku tangkap, itu berarti pemeriksaan kesehatan yang dilakukan adalah kesehatan secara fisik.

Make sense, sih. Di sosial media, akun-akun resmi perusahaan media atau lembaga yang berwenang tentang kesehatan meminta masyarakat waspada dengan timbulnya penyakit paska banjir. Itu memang harus dicegah dan kalau sudah ada yang sakit harus ditangani.

Lalu bagaimana dengan kondisi kesehatan jiwa para korban?

Aku, yang bukan korban banjir, merasa sangat tertekan ketika melihat musola yang dipenuhi oleh orang-orang yang mengungsi. Sedih banget melihatnya karena mereka bukanlah orang-orang asing. Apalagi ketika aku melihat tetanggaku, seorang ibu muda dengan 3 anaknya yang usianya belum ada 3 tahun. Banjir mengepung tempat tinggalku (tetanggaku saja ada yang kebanjiran) sehingga praktis aku tidak bisa kemana-mana.

Bagaimana dengan orang-orang yang terjebak di lantai 2 rumahnya? Bagaimana yang terjebak di atap rumah? Bagaimana perasaan orang yang menemukan hewan-hewan yang tidak diharapkan saat berjuang keluar dari kubangan?

Menurutku, selain pengecekan kesehatan fisik, pengecekan kesehatan mental juga perlu. Mungkin, ini terlihat sepele tapi kesehatan pikiran sangat berpengaruh pada kesehatan fisik seseorang lho.

Dari percakapanku dengan beberapa orang tetangga, ada yang mengeluh sakit kepala, perut kembung, dan sesak nafas setelah terkena banjir. Mereka bilang, mungkin masuk angin. Namun siapa tahu kan mereka ternyata stres?

Dari situsnya American Phychological Association (www.apa.org), aku menemukan sebuah artikel tentang apa yang disarankan oleh Psikolog Amerika pada orang-orang yang baru saja terkena bencana supaya mereka tetap sehat secara mental. Di situs itu juga dijelaskan bagaimana tanda-tanda orang yang mengalami "gangguan" setelah terkena bencana.

Orang-orang yang mengalami bencana, secara fisik mungkin mereka terlihat sama saja. Namun ketika orang-orang ini moodnya lebih mudah berubah, perilakunya menjadi menyebalkan, menjadi sulit tidur--atau malah kebanyakan tidur--, mudah cemas saat melihat sesuatu (seperti tetanggaku yang cemas ketika melihat hujan), dan/atau bisa juga dia mengalami sakit kepala, bisa dia merasa tidak nyaman secara emosional.

Berserah diri pada Tuhan tentu adalah cara yang terbaik untuk menyikapi ini semua. Kita semua tahu bahwa kita dan dunia adalah ciptaan-Nya dan akan kembali pada-Nya.

Namun buat aku pribadi, tiba-tiba berserah diri itu sulit. Di kepala pasti ada perseteruan antara ingin ikhlas dan penolakan terhadap apa yang terjadi.

Nah, kalau di situs apa.org ini, dikatakan bahwa yang harus kita lakukan pertama adalah menerima semua ini. Kita harus menerima kenyataan bahwa kita sedang tertimpa musibah dan mengalami masa yang sulit. Kita ceritakan apa yang kita alami ini pada orang-orang yang tidak 'toxic'. Maksudnya adalah orang-orang yang mau mendengarkan kita dan berempati pada apa yang kita alami.

Kalau tidak ada yang bisa mendengarkan, mungkin kita bisa mulai dengan menulis atau menggambar. Bisa juga dengan mengunggah status di media sosial.

Namun sekali lagi, kalau mau mengunggah status di media sosial, pastikan lingkaran pertemananmu adalah orang-orang yang cukup waras untuk berempati padamu.

Yang terakhir, kita diminta hidup dengan nyaman. Makan makanan bergizi secara teratur, tidur yang cukup, olahraga, membaca buku yang bagus, dan melakukan hal yang menyenangkan lainnya. Fokus pada hal-hal yang menyenangkan dapat mengurangi kecemasan kita.

Bila itu semua belum cukup mengurangi kecemasan kita, mungkin kita butuh bantuan seorang profesional. Kita bisa janjian dengan psikolog atau datang ke puskemas yang ada psikolognya.

Banyak kabar yang beredar bahwa akan ada banjir lagi dalam waktu dekat. Ditambah, aku melihat di akun Instagram infobekasi.coo, BMKG memprakirakan bahwa hujan lebat akan terjadi di Bekasi mulai hari ini (9 Januari 2020) sampai tanggal 12 Januari 2020.

Semoga kita semua diberikan kesehatan lahir dan batin untuk menghadapi ini semua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun