Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayah Meniti Pelangi

19 Maret 2019   11:45 Diperbarui: 19 Maret 2019   11:48 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rung memandang keluar jendela. Hujan masih menyisakan rintiknya walaupun sinar matahari sore sudah memenuhi kamar Rung. Rung terpesona dengan sesuatu yang melengkung di atas Perbukitan Barat. Lengkungan itu tidak terlihat nyata seperti awan atau bukit. Walaupun lengkung itu terdiri dari berbagai macam warna, namun lengkung itu samar dan nampaknya transparan agak pekat. Seperti plastik gelatin yang sering digunakan ibunya untuk membungkus sosis.

Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Rung, kamu sudah siap?" tanya Ibu Rung.

Rung menoleh ke belakang. Nampak kepala ibunya yang melongok ke dalam kamarnya. Rung kemudian mengangguk pada ibunya.

"Kamu sedang apa, Rung?" tanya ibu Rung.

Rung kembali menghadapkan wajahnya di jendela dan matanya berfokus pada lengkung transparan berwarna-warni itu.

"Lengkung itu pelangi kan, Bu?" Rung bertanya balik pada ibunya sambil menunjukkan lengkung transparan yang sedari tadi dilihatnya.

Ibu Rung melihat arah yang ditunjuk oleh Rung. Kemudian beliau menganggukkan kepalanya. Ini kali kedua Rung melihat pelangi. Pertama kali Rung melihat pelangi adalah ketika ayahnya meninggal.

Dua tahun lalu, saat Rung masih berusia 4 tahun, Rung terbangun dari tidurnya dalam kondisi banyak orang di rumahnya. Saat itu, hujan deras turun. Dia melihat ibunya, yang mengenakan dress berwarna hitam, tersedu-sedu dipeluk oleh Oma. Bibi, adik Ibu Rung, memandikan Rung dan memakaikan baju hitam padanya.

Rung melihat ayahnya berbaring di sebuah peti yang penuh dengan bunga-bunga. Ayah Rung mengenakan kemeja putih yang dilapisi jas berwarna hitam. Beliau juga mengenakan celana berwarna hitam dan sepatu pantofel berwarna hitam.

Rung bertanya pada ibunya, mengapa ayahnya berbaring di peti dengan mengenakan pakaian bagus. Ibu Rung tidak kuasa menjawab pertanyaan Rung. Beliau hanya menangis sambil memeluk Rung. Rung tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Setelah ibunya, hampir setiap orang yang mendekatinya menangis dan memeluknya.

Ayah Rung dimakamkan ketika hujan menyisakan rintik, matahari sudah bersinar, dan muncul lengkung pelangi. Ketika itu, Rung bertanya pada ibunya, mengapa ayahnya dimasukkan dalam liang dan ditimbun dengan tanah. Ibu Rung menjawab bahwa Ayah Rung dikubur supaya bisa mencapai ujung pelangi karena Ayah Rung akan pergi ke Kerajaan Langit.

***

"Apakah ayah akan pulang menemui kita dengan menuruni pelangi itu, Bu?" tanya Rung lagi.

Seketika, wajah ibu Rung menegang. Ibu Rung mengusap kepala Rung dan mencium puncak kepala Rung lama. Rung mendongakkan kepalanya. Ditatapnya muka ibunya yang mulai banyak kerutannya. Ibunya memejamkan mata dan menggelengkan kepalanya.

"Di hari hujan seperti ini, ayahmu sedang sibuk, Sayang," kata Ibu Rung.

"Padahal Rung kangen ayah," ujar Rung menundukkan kepalanya. "Apakah ayah tidak kangen pada Rung?"

Ibu Rung mengusap kepala Rung lagi dan mendekapnya dalam pelukannya.

"Ayah selalu kangen dan sayang pada Rung. Tapi ayah tidak bisa kesini, Rung," kata Ibu Rung. "Rung yang baik, kamu bisa mengerti, kan?"

"Lalu mengapa pelangi itu muncul?" tanya Rung.

"Mungkin ada orang yang akan pergi ke Kerajaan Langit juga," jawab Ibu Rung.

Seketika, Rung melepaskan dekapan ibunya. Rung tersenyum lebar dan kedua bola matanya membulat. Dia mengangkat telunjuk kanannya sejajar dengan kepalanya.

"Rung mau menulis surat untuk ayah. Rung akan menitipkan surat itu pada orang yang akan pergi ke Kerajaan Langit. Ibu bisa menunggu sebentar, kan?" pinta Rung.

Ibu Rung menatap Rung lama. Beliau bingung menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi tanpa membuat Rung merasa sedih. Akhirnya Ibu Rung mengangguk.

"Baiklah, kita masih punya waktu. Oma bisa menunggu," kata Ibu Rung. "Kamu bisa menulis surat untuk ayahmu, kemudian kita akan mampir ke pemakaman. Siapa tahu orang yang akan pergi ke Kerajaan Langit masih di sana. Setelah semuanya beres, kita ke rumah Oma."

Seketika itu, Rung langsung memeluk ibunya sambil tersenyum. Ibu Rung mendekap Rung sambil tersenyum walaupun air matanya tidak bisa lagi dibendung untuk turun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun