Semua orang lalu menengok ke arahku untuk melihat benda apa yang sebenarnya aku cari.
“Ealah Mbak, kamu dari tadi nyariin staples?” tanya asisten apoteker.
“Ini namanya jegrekan.” Kataku sambil ngangguk-ngangguk.
“Lo makanya kalo ngomong yang jelas.” Kata kurir sambil memukul kepalaku. “Jegrekan… jegrekan… apaan coba?”
“Apaan coba… Apaan coba… ini namanya jegrekan dodol.” Teriakku.
“Itu namane staples, Mbak Meta.” Kata asisten apoteker.
“Iya ini namanya staples.” Teriak kurir. “Jegrekan mungkin bahasa kampung. Jangan dibawa-bawa kesini.”
Mereka lalu mengejekku. Bahkan sampai siang, saat briefing, mereka masih membahas kalau aku menyebut staples dengan nama jegrekan. Aku diam saja. Percuma juga ngeladenin habis jelas aja ini beda istilah. Dan jegrekan bukan istilah yang dikenal disini.
***
Sekarang, di sebuah klinik di daerah Bandung Barat, aku harus mengalami saat-saat miscommunication dengan barang yang serupa. Dan disini, mereka gak nyebut staples apa lagi jegrekan.
Suatu sore, saat aku sedang menyiapkan status pasien, aku mau melampirkan hasil lab milik pasien. Aku butuh sesuatu untuk menyatukannya dengan status pasien.