Standardisasi dalam pendidikan tinggi bukanlah sekadar masalah teknis administratif, melainkan merupakan manifestasi logika industrial dalam produksi pengetahuan dan subjek akademik. Obsesi terhadap metrik kuantitatif -- dari skor tes standar hingga indeks sitasi -- mencerminkan penetrasi mendalam logika pasar yang mereduksi kompleksitas pembelajaran manusia menjadi serangkaian indikator yang dapat diukur dan diperbandingkan.
Proses dehumanisasi ini memiliki dampak mendalam pada pengalaman belajar dan mengajar. Mahasiswa tidak lagi dipandang sebagai individu unik dengan trajektori pembelajaran personal mereka sendiri, melainkan sebagai unit-unit produksi yang harus diproses melalui sistem dengan tingkat efisiensi maksimal. Dosen, di sisi lain, kehilangan otonomi pedagogis mereka ketika dipaksa mengikuti template pengajaran standar dan rubrik penilaian yang kaku.
Eksploitasi Tenaga Akademik
Ironi terbesar dalam sistem pendidikan tinggi kontemporer adalah kondisi kerja yang semakin prekarius bagi mayoritas tenaga akademik. Di balik citra prestisius kehidupan akademik, tersembunyi realitas eksploitasi sistemik terhadap dosen, terutama mereka yang berada di level junior atau berstatus tidak tetap. Sistem tenure track yang semakin kompetitif, kombinasi antara beban mengajar yang berat dan tuntutan publikasi yang tidak realistis, serta ketidakamanan kerja kronis telah menciptakan generasi akademisi yang teralienasi dan kelelahan.
Prekarisasi ini bukan sekadar hasil dari "efisiensi" manajemen universitas, melainkan merupakan strategi sistemik untuk memastikan ketundukan tenaga akademik pada logika pasar. Dosen yang sibuk berjuang mempertahankan posisi mereka cenderung kurang mampu mengembangkan pemikiran kritis atau terlibat dalam aktivisme yang menantang sistem. Lebih jauh lagi, kondisi kerja yang tidak stabil ini menciptakan fragmentasi dan kompetisi di antara sesama akademisi, menghalangi terbentuknya solidaritas dan kesadaran kolektif.
Reproduksi Ketimpangan Sosial
Janji universitas sebagai mesin mobilitas sosial telah terbukti menjadi mitos yang melanggengkan ketimpangan. Alih-alih menjadi instrumen pemerataan kesempatan, sistem pendidikan tinggi kontemporer justru berfungsi sebagai mekanisme canggih untuk mereproduksi dan melegitimasi hierarki sosial yang ada. Akses ke pendidikan berkualitas tetap sangat bergantung pada modal ekonomi dan kultural yang dimiliki keluarga, sementara biaya pendidikan yang terus meningkat semakin mempersulit mobilitas vertikal bagi kelas pekerja.
Stratifikasi ini tidak hanya terjadi pada level akses, tetapi juga terinstitusionalisasi dalam hierarki prestige antar universitas. Institusi elit dengan sumber daya berlimpah terus mengakumulasi keunggulan kompetitif mereka, sementara universitas yang melayani populasi kurang mampu harus berjuang dengan sumber daya minimal. Perbedaan drastis dalam kualitas pendidikan, jaringan alumni, dan kesempatan magang atau penelitian pada akhirnya menterjemahkan privilege kelas ke dalam kredensial akademik yang tampak meritokratis.
Industrialisasi Penelitian
Penelitian akademik, yang seharusnya didorong oleh pencarian kebenaran dan kemajuan pengetahuan manusia, kini telah sepenuhnya tersubordinasi pada kepentingan kapital. Fenomena ini tidak terbatas pada ilmu-ilmu terapan atau teknologi, tetapi telah merembes ke seluruh spektrum disiplin akademik. Universitas-universitas berlomba memperebutkan dana penelitian dari korporasi, mengakibatkan distorsi sistematis dalam agenda penelitian mereka. Riset yang menjanjikan keuntungan komersial jangka pendek diprioritaskan, sementara kajian-kajian fundamental yang mungkin memiliki implikasi transformatif jangka panjang terabaikan.
Industrialisasi penelitian ini memiliki dampak mendalam pada integritas proses ilmiah itu sendiri. Tekanan untuk menghasilkan hasil yang "marketable" sering mengarah pada praktik-praktik problematik seperti p-hacking dalam penelitian kuantitatif atau overselling temuan penelitian. Lebih mengkhawatirkan lagi, penelitian yang berpotensi mengancam kepentingan sponsor korporat -- misalnya studi tentang dampak lingkungan atau kesehatan dari produk industri -- secara sistematis ditekan atau didelegitimasi. Korporatisasi penelitian akademik ini tidak hanya mengancam objektivitas ilmiah, tetapi juga menghambat perkembangan solusi-solusi inovatif untuk krisis-krisis sosial dan ekologis yang mendesak.