Malam merambat seirama deru kendaraan yang kian menyepi.
Desiran angin yang berasal dari kipas-angin besar yang tergantung di langit-langit jelas terdengar.
Stef menatap dalam ke mata Mei. Â Dia memberanikan dirinya untuk mengatakan apa yang disimpan di hatinya selama tiga tahun sejak dia pertama kali bertemu gadis itu.
"Mei, tahukah kamu apa alasanku datang ke Manado tiga tahun berturut-turut?" Kemudian Stef melanjutkan perkataannya tanpa menanti jawaban Mei.
"Bukan hanya karena gunung-gunungnya atau pantainya, coral-reef-nya, National Park-nya. Â Tapi, karena di Manado ada kamu. Aku bahagia melihatmu, apalagi jika bisa bercakap-cakap denganmu."
"Mei, Â aku ingin mengenalmu lebih jauh. Â Maukah kamu menjadi teman dekat ku?"
Mei melihat mata lelaki itu, bersinar lembut penuh harap.
Suara kipas-angin yang tergantung di langit-langit, lebih jelas terdengar.
Mei perlu waktu sejenak untuk membalas.
"Stef...," Mei menurunkan perlahan desahan nafasnya kemudian melanjutkan, "Ini sudah kali ketiga kamu ke sini?!"
Stef menangkap maksud gadis itu.Â