Mohon tunggu...
Meike Juliana Matthes
Meike Juliana Matthes Mohon Tunggu... Freelancer - Mencintai alam, budaya, dunia literasi, dan olahraga

Menghargai perbedaan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Cinta Tidak Harus Memiliki

8 Juni 2024   23:51 Diperbarui: 9 Juni 2024   11:56 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fakultas Ilmu Budaya Unsrat (dokumen pribadi) 

Begitulah, zaman telah berubah, masa sudah berganti dan ada hal-hal yang mau tidak mau harus kuterima bahwa "Cinta Tidak Harus Memiliki" meskipun hati kecilku berkata, "Tidak!".

Aku menekan Fingerprint di balik Hp Android-ku, waktu sudah menunjukan hampir setengah empat sore.  Sepertinya aku harus menunggu sebentar supaya tidak kuyup dalam menunggu mikro, jenis transportasi favoritku sejak zaman masih kuliah dulu. Jenis angkutan umum di Manado yang sangat istimewa karena dilengkapi dengan House music berirama joget-joget.

Sudah beberapa hari ini kota Manado selalu diguyur hujan padahal ini musim panas. Tidak seperti kota Gorontalo yang beberapa hari lalu aku tinggalkan dimana matahari bersinar terik.  

Sambil menunggu hujan reda, aku duduk di anak tangga pintu masuk utama gedung Fakultas Ilmu Budaya Universitas  Sam Ratulangi Manado yang dikenal di kota ini dengan sebutan Kampus Ungu. 

Fakultas Ilmu Budaya Unsrat (dokumen pribadi) 
Fakultas Ilmu Budaya Unsrat (dokumen pribadi) 

Aku ada di gedung ini karena tadi mengisi Kuliah Umum bersama rekan-rekanku dari Devisi IPTEK Masinjer (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) Perkumpulan Masyarakat Indonesia di Jerman yang hadir secara online. 

Kami membawa topik "Pendekatan Sosiolinguistik bagi Sarjana Bahasa dalam Belajar dan Bekerja di Luar Negeri (Jerman)". 

Flayer Kuliah Umum (dokumen pribadi/FIB Unsrat)
Flayer Kuliah Umum (dokumen pribadi/FIB Unsrat)

Aku tidak seorang diri di anak tangga ini karena ada pula sekelompok mahasiswa dan mahasiswi.   Mereka menengok ke arahku dan salah satu dari mereka berdiri sambil berkata, "Ibu tidak menunggu di dalam saja? atau nanti aku ambilkan kursi?". 

"Oh tidak, tidak usah.  Terimakasih." Aku menjawab sambil tersenyum ke arah mereka.  

"Lebe sadap bagini, dapa rasa muda rupa dulu waktu masih kuliah dang," (lebih nyaman seperti ini, saya berasa muda seperti waktu masih kuliah dulu) kataku dengan logat Manado disambut derai tawa mereka.

"Ibu sudah lama menetap di Jerman?" tanya seorang mahasiswi berambut ikal sebahu. 

"Iya, cukup lama.  Aku sudah melewati duapuluh kali winter."   Apakah kalian ikut kuliah umum tadi?" tanyaku melanjutkan kalimatku.

"Iya Bu," jawab mereka berbarengan.   

"Menarik sekali ya, ulasan tentang Sosiolinguistik cuma torang so nda batanya di sesi tanya-jawab karna so lebe dari dua jam kong torang so lapar," (Menarik sekali ulasan tentang Sosiolinguistik, hanya saja kami tidak banyak mengajukan pertanyaan karena kuliah sudah lebih dari dua jam dan kami sudah merasa lapar), seorang mahasiswa berkata sambil tertawa.

(FIB Unsrat/Administrasi) 
(FIB Unsrat/Administrasi) 

"Ibu, apakah buku-buku yang ditulis Masyarakat Indonesia di Jerman yang Ibu sebutkan di dalam kuliah tadi juga tersedia dalam bentuk E-book?  Kami biasanya membaca online," tanya seorang mahasiswi berambut panjang.  

"Oh, ehm... setahu saya belum ada tapi sudah ada pembicaraan ke arah itu. Kalian anak-anak sekarang lebih banyak baca online ya?!" Aku bertanya, tapi untuk suatu pernyataan. 

"Iya Bu, lebih praktis," jawab seorang mahasiswa.

Tempias hujan disepatuku tak kupedulikan.  Dalam ingatanku hadir rak buku kayu di kamarku saat masa sekolah dulu.  Ada bertumpuk-tumpuk majalah Anita Cemerlang dan Gadis juga buku-buku Agatha Christi, Sidney Sheldon juga beberapa buku peninggalan masa Sekolah Dasar, Lima Sekawan dan Trio Detektiv.

Sudah beberapa minggu aku menghabiskan liburan di Indonesia dan memang aku melihat toko-toko buku sepi dan beberapa gerai sudah ditutup. Gramedia yang biasanya banyak pengunjung kini tinggal beberapa pembeli yang mencari alat tulis-menulis. Tiba-tiba ada rasa sedih dan gundah hadir di hatiku.  Aku menarik napas panjang untuk mengisi ruang di paru-paruku yang terasa sesak.

"Begini ya...menurut kalian apakah cinta itu berarti memiliki atau tidak?" tanyaku sambil menyorongkan kakiku sedikit yang kena tempias hujan tadi.   

Sekelompok mahasiswa itu melihat ke arahku dengan pandangan tak mengerti, menduga-duga kemana arah pembicaraanku yang tiba-tiba berubah dan kini berbicara tentang cinta.

Aku melanjutkan, "Bagiku, cinta berarti memiliki.  Memiliki dengan sepenuh hati, jiwa dan raga.   Bagiku, buku adalah cinta. Jika aku mencintai suatu termasuk itu buku atau bacaan sekalipun maka aku akan berusaha untuk memilikinya dan tidak ingin membaginya dengan orang lain.  Dia adalah milikku yang ada di dekatku yang bisa kubelai dan akan kujaga dia baik-baik.  Pada saat tidur akan kutaruh dia di bawah bantal atau ada dalam dekapan dan saat aku bangun pagi, dia ada di sisiku atau dalam pelukan. Akan kubawa dia kemana aku pergi.  Saat aku di kereta akan kubaca dia atau saat aku duduk di bawah pohon beralaskan rumput hijau dia ada dalam genggaman. Dia akan berada di sisiku dalam melewati hari-hariku.  Itu adalah cinta.  

Bagiku, buku adalah salah satu dimana aku mendapatkan cinta dan begitulah dia akan kuperlakukan.  Aku tidak akan masuk online membaca dia disana berbagi dengan seantero manusia sejagat karena dia milikku.  Memiliki sesuatu dengan seutuhnya.  Itu adalah kesempurnaan cinta." Aku menerawang. 

Buku Masinjer Menulis (dokumen pribadi) 
Buku Masinjer Menulis (dokumen pribadi) 

Anak-anak mahasiswa itu terdiam...lama... sambil melihat ke arahku.

Langit tetap kelabu dan hujan sudah berubah menjadi gerimis.  Mataku terpaku pada awan yang masih menggantung. 

Sekelumit peristiwa hadir di anganku.

"Mami, semua sudah beres.  Lantai sudah disapu dan piring-piring juga sudah dicuci".  Itulah adalah tugasku dulu sehari-hari dan jika punya buku baru maka aku akan menyelesaikan semua pekerjaan rumah dulu kemudian aku akan mengunci diriku di kamar dan membaca. Membaca bagiku bak upacara, bak ritual.

Ada jeda beberapa menit dalam pembicaraan di antara sekelompok mahasiswa itu dan aku.  Kemudian seorang mahasiswi dengan tampilan ala Korea berkata dengan hati-hati, "Tapi Bu, zaman sudah berubah.  Kami melakukan hampir segala sesuatu lewat Handphone dan Tablet."

Aku menarik napas panjang kembali, "Jadi zaman sekarang itu, cinta tidak harus memiliki?" tanyaku dengan senyum pahit, tapi dengan nada bercanda. 

"Mungkin Bu," jawab seseorang di antara mereka untuk membalas candaanku. Kemudian kami semua tertawa.

"Ibu,  ternyata romantis juga.  Apakah ibu juga menulis cerpen?", tanya seorang mahasiswi yang duduk di sampingku. 

"Ada juga beberapa cuma nda kelar-kelar" (Ada beberapa, tapi tidak selesai-selesai) jawabku sedikit becanda disertai senyuman.

"Jika nanti Ibu kembali ke Jerman tulis ya cerpen bahwa zaman sekarang cinta tidak harus memiliki."

"Hahaha.... Ahsiyap!"  Jawabku sambil mengangkat tanganku di kening sebagai tanda kesiapan.  Kemudian kami semua tertawa.

Kini gerimis sudah mulai reda.  Aku menyimpan mapku yang berisi sertifikat tertanggal 6 September 2022 di tas sebagai salah satu Narasumber yang diberikan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sam Ratulangi, Manado. 

Aku berdiri dan pamit, "Terimakasih sudah membuat soreku ini menjadi lebih menyenangkan."

"Sama-sama Ibu", jawab mereka bersamaan.  

Memang benar bahwa masa sudah berubah dan aku sebagai generasi Gen-X harus menyesuaikan dengan perubahan itu.  Satu hal yang membahagiakanku bahwa generasi Millennials dan sesudahnya masih cinta membaca meskipun itu lewat online.  

Begitulah, zaman telah berubah, masa sudah berganti dan ada hal-hal yang mau tidak mau harus kuterima bahwa "Cinta Tidak Harus Memiliki" meskipun hati kecilku berkata, "Tidak!".

Walaupun semua, toh akan berakhir sama, memiliki atau tidak, cinta tetap adalah cinta. 

Aku beranjak meninggalkan mereka yang melambai kearahku dengan memberi senyum manis.  Semanis kota Manado, kota kelahiranku yang dalam beberapa hari lagi akan aku tinggalkan.

(Kenangan di Manado), September 2022

Penulis: Meike Juliana Matthes 

Anggota Divisi IPTEK Perkumpulan Masyarakat Indonesia di Jerman 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun