Langkah-langkah di atas ini adalah sangat baik dan semoga semakin digalakkan atau dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan. Ini menjadi ajang yang bergengsi terutama bagi generasi muda karena akan menumbuhakan rasa bangga akan bahasa daerahnya.Â
Kompetensi kreativitas budaya yang berbahasa daerah dapat memberikan jaminan kehidupan bagi penuturnya. Lihat saja, pegiat literasi, seniman, sastrawan atau sineas-sineas muda yang bisa memproduksi karya mereka dan hal ini sangat diakui dan dihargai oleh dunia internasional.
Seperti Fredy Wowor, seorang budayawan Tuama Sonder (lelaki Sonder) salah satu daerah di Minahasa. Dia meraih penghargaan akan perannya sebagai Makatana di 34th. Singapore International Film Festival dalam film pendek "Of Other Tomorrow Never Know".
Selain Langkah-langkah di atas ini, ada cara lain juga yang saya pikir akan sangat-sangat efektif yaitu memulai gerakan bersama-sama. Gerakan yang berasal dari dalam rumah.
Gerakan Nenek Berbicara Bahasa Daerah dengan Cucunya.
Saya ingat kembali kata dokter anak bahwa seorang anak bisa belajar 3 bahasa sekaligus dalam waktu yang bersamaan.
Gerakan yang saya maksudkan adalah jika seseorang anak lahir dari orangtua yang berbeda suku atau tidak menguasai bahasa daerah maka nenek atau atau kakeklah yang mengajarkan bahasa daerah itu kepada mereka lewat percakapan sehari-hari.
Kita punya tanggung-jawab kepada anak-cucu untuk mewariskan apa yang di dapat dari leluhur. Jika kita menyadari hal ini dengan benar-benar dan sungguh-sungguh maka kita akan tiba pada suatu pemahaman bersama bahwa warisan budaya bahasa daerah beserta lingkungannya adalah sangat berharga.Â
Saya sendiri bukan sebagai penutur bahasa daerah yang baik, tetapi saya punya bahasa ibu yaitu Bahasa Indonesia dengan karakternya yang berasal dari bahasa daerah yang saya warisi dari kedua orang tua.
Sebagai seorang yang sudah lama bermukim di luar-negeri bahasa ini akan saya wariskan kepada cucu saya jika suatu hari kelak saya dipercayakan untuk menerima tanggung-jawab itu.