Mohon tunggu...
Meike Juliana Matthes
Meike Juliana Matthes Mohon Tunggu... Freelancer - Mencintai alam, budaya, dan olahraga. Menghargai perbedaan dan tertarik akan keanekaragaman dunia

Penulis buku, The Purple Ribbon. Buku tentang kelainan neurologis akibat cacat kongenital tengkorak, diterbitkan oleh Pustaka Obor Indonesia, 2024.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Fesyen Berkelanjutan Dimulai dari Lemari Pakaianku

6 Februari 2024   02:36 Diperbarui: 15 Februari 2024   00:02 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perubahan trends yang berlangsung cepat membuat produsen harus mengikutinya dengan memproduksi secara cepat juga. Semua harus dilakukan secara cepat sebelum trends berganti dengan yang baru.  Produksi yang cepat ini kemudian dibarengi dengan penjualan yang cepat juga.  Banyak pakaian murah dengan desain menarik yang membuat orang tertarik membelinya. Belum lagi banyak tawaran kredit, promo, serta free ongkir untuk pembelanjaan online sehingga pembelian pakaian menjadi jauh lebih mudah.

Trends yang berubah cepat secara langsung menyebabkan pakaian menjadi "ketinggalan zaman" dalam waktu singkat. Pada tahun 2019, The Guardian melaporkan bahwa satu dari tiga wanita hanya menggunakan barang miliknya satu atau dua kali dan setelahnya menganggap barang tersebut tua atau ketinggalan zaman. Tidak hanya karena trends saja, kualitas pakaian yang dibuat akibat fast fashion ini juga biasanya kurang bagus dan tidak bertahan lama karena faktor mengurangi biaya dan tidak adanya kontrol kualitas yang baik.

Ada banyak kekurangan dari fast fashion ini.

Mengurangi hak para pekerja. Tenaga kerja pada dibayar dengan upah minimum untuk mengurangi biaya produksi. Namun, beban kerja mereka bisa terus meningkat untuk mengejar kebutuhan konsumen yang selalu ingin mengikuti trends.  

Banyak desain fast fashion yang dibuat berdasarkan desain pakaian selebriti maupun fashion show, sehingga desain pada fast fashion dianggap sebagai pencuri kekayaan intelektual para desainer aslinya.  Pakaian fast fashion cenderung mudah rusak setelah beberapa kali pakai dan konsumennya juga akan menganggap pakaiannya usang setelah keluar model baru. 

Dampaknya, sampah pakaian bekas akan terus meningkat.  Selain menambah timbunan sampah pakaian bekas, material yang digunakan pada fast fashion juga tidak dapat didaur ulang karena bahannya lebih banyak terbuat dari sintetis.

Cara untuk menghindari hal ini terjadi adalah dengan menerapkan Slow fashion yang bertujuan untuk mengubah konsumsi akan pakaian. Sasarannya adalah untuk membawa perubahan mendasar yang bertujuan untuk melindungi manusia dan alam, lebih dari sekedar berkelanjutan.  Produksi pakaian harus bertanggung jawab secara ekologis dan sosial.  Slow fashion juga berarti memikirkan kembali perilaku kosumen secara mendasar.

Jika tidak bisa mengatasi gairah konsumtiv maka kita akan terjebak pada pembelian fast fashion dengan menambah koleksi pakaian dari waktu ke waktu sehingga lemari pakaian menjadi penuh, tapi meskipun demikian kita sering merasa tetap kurang. 

Saat berdiri di depan lemari pakaian, bisa saja kita merasa tidak punya apa-apa untuk dipakai atau tidak ada yang cocok.

Pernahkan kalian mengalami hal seperti itu?

Selain mubazir karena barang-barang itu tidak lagi digunakan juga pembelian-pembelian yang terlalu banyak itu berdampak tidak ramah bagi sosial dan lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun