"Mom, kita bisa juga mencoba menyalurkan pakaian-pakaian kita lewat Preloved Like New yang menerima barang atau pakaian yang masih layak pakai untuk digunakan kembali dengan cara yang lebih baik."
Konsep fesyen berkelanjutan berupaya untuk mengembalikan ekosistim lingkungan agar seimbang dengan trend sehingga tidak berdampak buruk bagi lingkungan yaitu dengan cara menyelamatkan apa yang tidak lagi dipakai.
Fesyen memiliki tempat yang khusus dalam kehidupan sehari-hari. Meski tidak se-primer seperti kebutuhan akan makanan dan minuman, tapi banyak orang yang menghabiskan pendapatannya untuk berberbelanja pakaian mereka.Â
Hal ini disebabkan bukan hanya sekedar kebutuhan, tapi juga karena efek psikologis yang ditimbulkan dari pakaian-pakaian itu yaitu bisa memberi kegembiraan dan rasa percaya diri. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa fesyen memiliki banyak ruang untuk berekspresi.
Apalagi bagi kaum wanita ini adalah hal yang istimewa.  Coba lihat jika wanita pergi berbelanja pakaian.  Ada berapa banyak waktu yang habis untuk itu.  Perlu waktu lama di fitting room untuk mencoba beberapa potongan baju, mana yang yang paling cocok dengan dirinya atau membuka situs-situs belanja online untuk melakukan pembelian dengan sistim coba dulu baru beli.  Semua hal itu dilakukan untuk mendapatkan penampilan yang diinginkan. Manalagi dari mode yang disediakan sesuai dengan bermacam-macam occasion.  Sebut saja ada Casual, Bohemian, Chic, Preppy, Vintage, Street, Formal, Retro, Formal, Modest dan masih banyak mode-mode lainnya.
Tak dipungkiri baik anak muda sampai dewasa mencari gaya berpakaian untuk mewakili kepribadian mereka juga disesuaikan dengan dengan tema acara kemana mereka akan pergi.Â
Bagi mereka yang tinggal di negara empat musim, pemenuhan akan pakaian ini lebih bervariasi lagi karena disesuaikan dengan cuaca atau musim.
Hal-hal diatas ini membuat industri pakaian dalam beberapa dekade terakhir ini berlomba-lomba menyediakan pakaian dengan cepat atau apa yang kita kenal dengan istilah Fast fashion. Â
Dari istilahnya, kita sudah bisa mengenal apa Fast fashion itu. Â Itu adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan fesyen yang berlangsung cepat.
Fast fashion menyebabkan perubahan trends berlangsung sangat cepat. Ketika ada selebriti atau influencer yang menggunakan pakaian baru, maka banyak penggemarnya yang juga akan menginginkannya.
Perubahan trends yang berlangsung cepat membuat produsen harus mengikutinya dengan memproduksi secara cepat juga. Semua harus dilakukan secara cepat sebelum trends berganti dengan yang baru. Produksi yang cepat ini kemudian dibarengi dengan penjualan yang cepat juga.  Banyak pakaian murah dengan desain menarik yang membuat orang tertarik membelinya. Belum lagi banyak tawaran kredit, promo, serta free ongkir untuk pembelanjaan online sehingga pembelian pakaian menjadi jauh lebih mudah.
Trends yang berubah cepat secara langsung menyebabkan pakaian menjadi "ketinggalan zaman" dalam waktu singkat. Pada tahun 2019, The Guardian melaporkan bahwa satu dari tiga wanita hanya menggunakan barang miliknya satu atau dua kali dan setelahnya menganggap barang tersebut tua atau ketinggalan zaman. Tidak hanya karena trends saja, kualitas pakaian yang dibuat akibat fast fashion ini juga biasanya kurang bagus dan tidak bertahan lama karena faktor mengurangi biaya dan tidak adanya kontrol kualitas yang baik.
Ada banyak kekurangan dari fast fashion ini.
Mengurangi hak para pekerja. Tenaga kerja pada dibayar dengan upah minimum untuk mengurangi biaya produksi. Namun, beban kerja mereka bisa terus meningkat untuk mengejar kebutuhan konsumen yang selalu ingin mengikuti trends. Â
Banyak desain fast fashion yang dibuat berdasarkan desain pakaian selebriti maupun fashion show, sehingga desain pada fast fashion dianggap sebagai pencuri kekayaan intelektual para desainer aslinya. Â Pakaian fast fashion cenderung mudah rusak setelah beberapa kali pakai dan konsumennya juga akan menganggap pakaiannya usang setelah keluar model baru.Â
Dampaknya, sampah pakaian bekas akan terus meningkat. Â Selain menambah timbunan sampah pakaian bekas, material yang digunakan pada fast fashion juga tidak dapat didaur ulang karena bahannya lebih banyak terbuat dari sintetis.
Cara untuk menghindari hal ini terjadi adalah dengan menerapkan Slow fashion yang bertujuan untuk mengubah konsumsi akan pakaian. Sasarannya adalah untuk membawa perubahan mendasar yang bertujuan untuk melindungi manusia dan alam, lebih dari sekedar berkelanjutan.  Produksi pakaian harus bertanggung jawab secara ekologis dan sosial.  Slow fashion juga berarti memikirkan kembali perilaku kosumen secara mendasar.
Jika tidak bisa mengatasi gairah konsumtiv maka kita akan terjebak pada pembelian fast fashion dengan menambah koleksi pakaian dari waktu ke waktu sehingga lemari pakaian menjadi penuh, tapi meskipun demikian kita sering merasa tetap kurang.Â
Saat berdiri di depan lemari pakaian, bisa saja kita merasa tidak punya apa-apa untuk dipakai atau tidak ada yang cocok.
Pernahkan kalian mengalami hal seperti itu?
Selain mubazir karena barang-barang itu tidak lagi digunakan juga pembelian-pembelian yang terlalu banyak itu berdampak tidak ramah bagi sosial dan lingkungan.
Kita semua bisa menjadi bagian dari gerakan untuk menekan fast fashion.  Bukan hanya dengan mengganti semua pakaian di lemari dengan item fashion berkualitas tinggi dari hari ke hari karena semuanya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing, tapi ada cara lain yaitu dengan dengan melihat kembali lemari pakaian kita.Â
Kita bisa melihat bahwa disana banyak berisi pakaian-pakaian dari pembelian yang bukan lagi suatu kebutuhan tapi menjadi tempat refreshing dari kejenuhan atau masalah.Â
Saya sendiri berpendapat bahwa meski setiap orang berhak untuk mencapai kebahagiaannya masing-masing tapi ada hal yang lebih penting yaitu melihat secara bijak dan sadar ke pakaian-pakaian itu.
Tanyakan ini pada diri sendiri:
1. Pakaian mana yang benar-benar membuat kita bahagia dan barang mana yang yang hanya mungkin sebagai pemberat atau  memenuhi lemari pakaian kita karena tidak pas atau tidak cocok.
2. Apakah kita masih bisa melihat diri kita dalam dalam 2 atau 3 tahun? Ataukah pakaian itu hanyalah untuk sesaat saja?
3. Pikirkan kombinasi pakaian?
Sesudah itu berusahalah untuk menyortir pakaian-pakaian itu. Pakaian-pakaian yang tidak akan digunakan lagi bisa disumbangkan secara pribadi kepada orang lain atau lewat badan-badan amal yang kemudian bisa disalurkan ke mereka yang kurang mampu.
Beberapa minggu lalu, anak gadis saya memulai cara menyalurkan pakaian-pakaian yang sudah jarang atau tidak dipakainya lewat salah satu toko online dengan sistim preloved yang menerima pakaian layak pakai dengan kualitas yang bagus untuk digunakan kembali dengan cara yang lebih baik.  Preloved berbeda dengan thrift yang menjual barang bekas atau baju yang bertumpuk.
Biasanya saya menyumbangkan pakaian-pakaian yang tidak digunakan lagi ke badan amal, tapi kali ini anak saya ingin mencoba sistim penjualan preloved ini karena dia punya beberapa pakaian yang dianggap sangat layak pakai dengan kondisi yang sangat baik.
Barang-barang yang tidak terpakai lagi bisa dimanfaatkan lebih baik dengan menjual apa yang tidak lagi diperlukan. Â Dengan demikian kita telah berkontribusi dalam mengurangi emisi dan menghemat air. Â Selain itu, kita bisa memperpanjang umur barang itu karena masih bisa digunakan untuk orang lain. Â Jika ada barang yang tidak terjual maka akan disumbangkan ke badan amal atau didaur ulang. Â Dengan cara ini maka dipastikan tidak ada barang yang terbuang.
Dengan membeli dan menjual barang bekas, berarti telah menghemat jutaan liter air, menghindari berton-ton emisi, dan memanfaatkan air dengan lebih baik.
Jika kemudian suatu waktu. kita tertarik untuk membeli pakaian baru maka tanyakanlah dahulu kepada diri kita, seberapa perlu pakaian-pakaian itu bagi kita:
Apakah bisa menunda keputusan untuk melakukan pembelian? Apakah barang itu masih disukai dalam seminggu atau sebulan? Ataukah hanya karena nafsu ingin beli saja?
Tapi jika kemudian pakaian itu dibeli maka keputusan itu didasarkan pada faktor-faktor seperti:
Mendukung penggunaan produk fesyen lokal yang dapat mengurangi karbondioksida dan transportasi yang mengantarkan barang impor. Produk fesyen lokal tidaklah kalah keren dari produk luar. Â Memilih pakaian yang bisa digunakan yang timeless atau tidak akan ketinggalan jaman. Â Menggunakan pakaian yang berkualitas supaya bisa lama dipakai. Â
Tentu saja hal ini disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Â Pemilihan barang yang ramah lingkungan dan produksi yang adil secara sosial dan ekologis. Memperhatikan detail-detail kecil misalnya tidak menggunakan polyester, menjamin kepatuhan standar lingkungan. Â Memperbaiki pakaian sendiri misalnya jika ada yang sobek atau kancing yang lepas.
Anak gadis saya sudah mengajak saya untuk lebih bijak dalam melihat isi lemari kami. Â Memang terasa berat untuk berpisah dari pakaian-pakaian itu tapi ada banyak orang di luar sana yang membutuhkan dan kami pun harus lebih bijak dengan apa yang kami pakai.Â
Fesyen berkelanjutan yang dimulai dari lemari pakaian kita tidaklah terlalu besar manfaatnya jika hanya dilakukan oleh beberapa orang saja, tetapi jika ini dilakukan secara masal dan juga berkelanjutan maka tujuan kita untuk mengurangi tekanan terhadap planet bumi akan memberi dampak signifikan untuk menjamin masa depan alam kita atau lingkungan yang lebih baik. Â
Kernen im Remstal (Jerman)
Penulis: Meike Juliana Matthes
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H