Mohon tunggu...
Meike Juliana Matthes
Meike Juliana Matthes Mohon Tunggu... Freelancer - Mencintai alam, budaya, dunia literasi, dan olahraga

Menghargai perbedaan dan tertarik akan keanekaragaman dunia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Musim Salju Kedua Kirana

16 Desember 2023   06:18 Diperbarui: 16 Desember 2023   06:40 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagas memperhatikan raut wajah gadis disampingnya.  Dari awal mereka berkenalan, lelaki itu menyukai perangai halus dan kata-kata lembut berbudi pekerti yang keluar dari bibir gadis itu, tapi entah mengapa, sepertinya Kirana selalu menghindar untuk bertatap mata dengannya.  Padahal ingin sekali lelaki itu mengetahui apa yang ada dibalik setiap tatapan sendu gadis itu.

"Kalau kamu sendiri kenapa memilih kuliah di sini?"

Sejenak Kirana diam, pikirannya menerawang. 

"Di sini aku bisa benar-benar mandiri.  Jauh dari siapa-siapa memberi banyak waktu untuk merenung."

Bagas memperhatikan gadis di hadapannya lebih lama dan memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh. Bagas tahu ada hal lain dibalik keteguhan hati yang ditampakkan gadis itu.  Dia tahu karena dia dibesarkan oleh seorang wanita yang mempunyai sinar mata yang sama.

Kemudian sunyi tercipta di antara mereka, hanya ada suara cicitan burung yang sedang mengais-ngais daun-daun basah di kaki pepohonan untuk menutup hari sebelum malam menjelang.

"Kiran, aku boleh texting kamu kan...?

Bayu berhembus membawa uap basah, menerbangkan anak-anak rambut di dahi Kirana. Bagas ingin sekali menyibak rambut gadis di sampingnya tapi dia tidak mau berbuat lancang.

Sejak saat itu, Bagas dari jauh menemani hari-hari Kirana dengan cerita tentang penelitian doktoral yang sementara dia lakukan, semangatnya untuk membangun negeri, cerita tentang pepes buatan ibunya, dan ucapan selamat tidur sebelum gadis itu larut bersama malam. 

Kirana merindui lelaki itu tapi dia takut akan kenangan masa lalu dan tidak dia tidak ingin terjebak dalam luka yang sama seperti ibunya, tapi semakin dia menyangkali, memendam, semakin kuat rasa itu bergejolak di dalam dirinya bagaikan cairan panas di perut gunung yang siap memuntahkan laharnya keluar, mengalir sepanjang bukit, membakar, melumat apa saja yang dilewatinya untuk mencari muaranya.

Petang ini pun tiba, kota Stuttgart telah bersolek dengan bunga-bunga es yang menyelimuti halaman, ruas-ruas jalan, dan pohon-pohon.  Bagas, lelaki yang menghias mimpi-mimpi Kirana akan datang menemui gadis itu.  Kirana berusaha menepis ketakutan yang ada. Hatinya gamang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun