Mohon tunggu...
Meifrizal
Meifrizal Mohon Tunggu... Guru - yang di ambang batas, ada apa?

Selalu berusaha, walau peluang itu satu dari semua, mudah-mudahan itu kita...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sajak-sajak Perlawatan

21 September 2021   20:43 Diperbarui: 22 September 2021   15:11 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

(1)

seperti biasa, kokok ayam menembus kabut pagi

lampu jalanan pudar warna

sebentar lagi dari balik bukit besar di timur

menyembul sang raksasa

meningkahi langkah dengan peta di tapak tangan

menuju tidur

mimpi

dan mati

 

(2)

peradaban yang kencang larinya

tak menunggu bumi makin tua

tak menunggu bumi pecah berkeping-keping

peradaban akan meninggalkan kenangan

foto seseorang di bawah beringin tua

pengembala meniup suling di atas kerbau

di manakah tempat kenangan?   

akankah ada sepi di mana lengang tak ada?

peradaban betul-betul kencang larinya

 

 

(3)

bulan menyibak awan

ada bayang-bayang muram

ada sepi, bulan tanpa bintang

kabut mencoba menembus benteng terakhir

tak ada ketukan di pintu rumah

serupa kucing --pulang dengan goyah si anak nakal

dilarikan waktu: sepi selalu menyudutkan

 

(4)

pada mula adalah ia yang penakut

tak lepas dari ibu

dan akhirnya tersesat di bawah matahari dan bulan

menangkap satu demi satu mimpi

dan mengurungnya jauh dari angin

 

(5)

kenangan tak lari

ia lekat di cermin di mana ada wajah

dengan mata tajam

            mengapa tak juga pergi?

kesedihan dan kegembiraan milik  kenangan

ia tak setia saat  berpisah

 

(6)

kalau Tuhan ada di dirinya

ia juga pasti masuk sorga

Tuhan bermata banyak

tak sia-sia melemparkannya

entah ke mana

 

(7)

pada kejadian penting serupa kini

perlu dicatat dengan cermat semua yang diingat

tapi perlu hati-hati

jangan-jangan datang lagi wajah buruk rupa di mata

siang tadi, sehabis mengantar kawan pulang

ke tempat yang jauh

rasa sunyi bertebaran di mana-mana

 

(8)

sebenarnya hari ini sudah kita tunggu

--kecemasan juga yang mengantarkan kita--

dengan perasaan terluka

tak ada yang boleh dibawa

juga pertanyaan

ia. tamu yang membawa berita

seakan takut terlambat:

tak perlu memberitahu siapa-siapa, katanya

sedang hari masih begitu muda

aku tak ingin membuat ia marah

menjadi penurut

tak bertanya

 

(9)

di dalam dada ada semua rahasia

tapi enggan bicara

ia ingin diam sampai waktunya

sampai semua tak berarti apa-apa

kasihan kita

sesudah ini jadi layon

dikhianati saudara

 

(10)

apakah sudah waktunya pertemuan?

terkadang rasa sunyi mengira;

aku terpasung dalam detak-detak  jam

menunggu

janji gaib kita

siapa yang mengejar?

(Sajak-Sajak Perlawatan adalah sajak-sajak pendek yang ditulis dengan menangkap secepat mungkin ide berkelebatan dan ditulis secepat mungkin, ia tidak boleh ke mana-mana, ia tidak boleh diganggu, ia akan selalu ada)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun