(1)
seperti biasa, kokok ayam menembus kabut pagi
lampu jalanan pudar warna
sebentar lagi dari balik bukit besar di timur
menyembul sang raksasa
meningkahi langkah dengan peta di tapak tangan
menuju tidur
mimpi
dan mati
Â
(2)
peradaban yang kencang larinya
tak menunggu bumi makin tua
tak menunggu bumi pecah berkeping-keping
peradaban akan meninggalkan kenangan
foto seseorang di bawah beringin tua
pengembala meniup suling di atas kerbau
di manakah tempat kenangan? Â Â
akankah ada sepi di mana lengang tak ada?
peradaban betul-betul kencang larinya
Â
Â
(3)
bulan menyibak awan
ada bayang-bayang muram
ada sepi, bulan tanpa bintang
kabut mencoba menembus benteng terakhir
tak ada ketukan di pintu rumah
serupa kucing --pulang dengan goyah si anak nakal
dilarikan waktu: sepi selalu menyudutkan
Â
(4)
pada mula adalah ia yang penakut
tak lepas dari ibu
dan akhirnya tersesat di bawah matahari dan bulan
menangkap satu demi satu mimpi
dan mengurungnya jauh dari angin
Â
(5)
kenangan tak lari
ia lekat di cermin di mana ada wajah
dengan mata tajam
      mengapa tak juga pergi?
kesedihan dan kegembiraan milik  kenangan
ia tak setia saat  berpisah
Â
(6)
kalau Tuhan ada di dirinya
ia juga pasti masuk sorga
Tuhan bermata banyak
tak sia-sia melemparkannya
entah ke mana
Â
(7)
pada kejadian penting serupa kini
perlu dicatat dengan cermat semua yang diingat
tapi perlu hati-hati
jangan-jangan datang lagi wajah buruk rupa di mata
siang tadi, sehabis mengantar kawan pulang
ke tempat yang jauh
rasa sunyi bertebaran di mana-mana
Â
(8)
sebenarnya hari ini sudah kita tunggu
--kecemasan juga yang mengantarkan kita--
dengan perasaan terluka
tak ada yang boleh dibawa
juga pertanyaan
ia. tamu yang membawa berita
seakan takut terlambat:
tak perlu memberitahu siapa-siapa, katanya
sedang hari masih begitu muda
aku tak ingin membuat ia marah
menjadi penurut
tak bertanya
Â
(9)
di dalam dada ada semua rahasia
tapi enggan bicara
ia ingin diam sampai waktunya
sampai semua tak berarti apa-apa
kasihan kita
sesudah ini jadi layon
dikhianati saudara
Â
(10)
apakah sudah waktunya pertemuan?
terkadang rasa sunyi mengira;
aku terpasung dalam detak-detak  jam
menunggu
janji gaib kita
siapa yang mengejar?
(Sajak-Sajak Perlawatan adalah sajak-sajak pendek yang ditulis dengan menangkap secepat mungkin ide berkelebatan dan ditulis secepat mungkin, ia tidak boleh ke mana-mana, ia tidak boleh diganggu, ia akan selalu ada)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H