Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ini Dia 5 Peran Orang Tua Saat Anak Kembali Belajar di Rumah

3 Januari 2021   12:00 Diperbarui: 3 Januari 2021   12:02 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal 2021, pandemi Covid-19 belum usai. Rumah tetap menjadi sekolah. Anak-anak kembali belajar secara virtual dari rumah. Seperti apa peran orang tua?

  • Introduksi: Mama dan Papa, Pandemi Belum Berakhir!

Akhir tahun lalu, disaat menerima rapor si bungsu yang duduk di kelas 6 SD, saya disodori lembaran "jejak pendapat" oleh pihak sekolah. Lembaran "jejak pendapat" tersebut berisi  pertanyaan apakah orang tua setuju atau tidak terhadap rencana pembelajaran tatap muka untuk semester akhir di awal Januari 2021. Lembaran yang hanya terdiri dari 2 lembar yang isinya ada lembar penjelasan kemudian lampiran berisi tabel untuk menuliskan nama anak, nama orang tua/wali dan kolom "setuju/tidak setuju". Disaat saya membaca formulir tersebut, semua orang tua yang telah mengisi terlebih dahulu telah menyatakan setuju untuk pembelajaran tatap muka. Saya berpikir sejenak, menimbang situasi pandemi dan memerhatikan jumlah penduduk yang terkonfirmasi positif Covid-19 di daerah kami masih bertambah, maka saya memutuskan menjawab "tidak setuju" untuk dilakukannya pembelajaran secara langsung atau tatap muka.  

Kemarin, saya bertemu dengan seorang guru di sekolah tersebut dan sempat membahas tentang pengisian formulir "jejak pendapat" tersebut. Dia mengisahkan bahwa disaat itu sempat ada kejadian pertengkaran antara dua orang tua, Ayah dan Ibu dari seorang siswa di halaman sekolah. Pertengkaran terjadi karena si Ibu menyampaikan bahwa dia menjawab setuju untuk pembelajaran tatap muka. Si Ayah yang tidak setuju, spontan marah kepada si Ibu. 

Saya berpikir, mungkin saja jawaban setuju dari orang tua terhadap pembelajaran tatap muka di tengah pandemi, termasuk jawaban si Ibu dalam kisah di atas, mewakili keluhan sebagian orang tua terhadap kerepotan melakukan "tugas tambahan"  untuk mendampingi anak saat mereka belajar di rumah secara virtual. Hal mana, telah sering diangkat dalam pemberitaan media maupun dalam postingan di media sosial. Hmm, semoga tidak demikian. Namun, jika hal tersebut terjadi, menurut hemat saya orang tua hendak melepaskan diri dari tanggung jawab dan lari dari kenyataan pembelajaran di tengah pandemi.

Seyogyanya, orang tua harus menyadari perannya dalam konteks pendidikan, apalagi di masa pandemi yang entah kapan berakhir.  Lalu, bagaimana peran-peran yang bisa dimainkan oleh orang tua saat tahun 20201 ini, anak-anak kembali belajar di rumah secara virtual?

  • 5 Peran Orang Tua

Menurut opini Saya, dalam konteks pendidikan di masa pandemi, orang tua harus memainkan setidaknya 5 peran. Kelima peran tersebut merupakan aktualisasi dari sebuah tanggung jawab yang sebenarnya melekat dalam diri orang tua sejak dikaruniai anak dan menyandang status sebagai orang tua, mama dan papa. Kelima peran tersebut saya uraikan berikut ini:

Pertama, orang tua sebagai pendoa (prayer) bagi anak-anak.  

Sebagai manusia yang meyakini kehadiran Tuhan yang diaktualisasikan dalam kehidupan beragama maka berdoa merupakan peran pertama dan utama. Doakanlah kesehatan anak-anak kita agar supaya mereka bisa menikmati pendidikan dengan baik, bahkan menikmati indahnya kehidupan anugerah Tuhan. Doakan juga agar mereka dikaruniakan akal budi dan hikmat yang akan menuntun mereka menjadi insan yang cerdas. Disamping itu ajarkan mereka untuk berdoa sebagai alat komunikasi pribadi dengan Tuhan.

cogopprays.org 
cogopprays.org 

Kedua, orang tua sebagai perencana (planner) pendidikan anak. 

Peran ini sangat penting, karena tanpa perencanaan maka program pendidikan anak tidak memiliki arah dan panduan yang jelas. Bantu anak-anak kita menyusun rencana belajar. 

Bantu mereka belajar mengatur waktu. Anak-anak, terutama yang masih duduk di bangku SD dan SMP seringkali terganggu konsentrasinya dengan kesenangan untuk bermain sesuai usia mereka. Bermain tak perlu dihilangkan, karena itu dunia mereka. 

Orang tua saja, banyak yang doyan main game. Yang perlu dilakukan adalah membantu anak-anak merencanakan atau mengelolah waktu. Kapan belajar, kapan mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR), kapan bermain, kapan makan, kapan beribadah dan kapan istirahat. Rencanakan juga terkait  pembiayaan (budgeting) pendidikan anak-anak kita. 

Ketiga, orang tua sebagai pendamping (fasilitator). 

Pendampingan atau fasilitasi orang tua sangat penting. Selain tanggung jawab memfasilitasi kebutuhan pendidikan anak-anak, peran fasilitasi diharapkan teraktualisasi dalam proses belajar anak-anak kita, mengingat pembelajaran virtual bisa menimbulkan kejenuhan dan kehilangan fokus. 

Anak-anak tertentu yang pasif dan malu bertanya, seringkali mendapatkan kendala dalam memahami topik pembelajaran. Karenanya mereka perlu didampingi orang tua, dengan harapan mereka bisa lebih terbuka dan orang tua bisa membantu menjelaskan. 

Ini mungkin suatu hal yang sulit, tapi sebagai "guru pertama dan guru sepanjang masa" orang tua harus melakukan berbagai upaya mengatasi kesulitan anak dalam belajar. 

Otomatis, di saat tertentu orang tua pun harus belajar. Tak masalah kan? bukankah pendidikan itu seumur hidup? Jika tak mampu, maka gunakan sarana dan peluang bantuan yang ada. Ada Om Google, ada bimbel dan ada nomor WhatsApp guru yang siap melayani pertanyaan. 

tropicalconnections.co.uk 
tropicalconnections.co.uk 

Keempat, orang tua sebagai pemberi semangat (motivator). 

Jangan menganggap keberhasilan pendidikan itu hanya soal kecerdasan dan ketekunan belajar anak-anak kita. Seorang anak dengan IQ tinggi dan penuh dengan prestasi akademik, suatu saat bisa terdegradasi ke klasmen bawah, karena faktor jenuh, kehilangan motivasi dan kendala psikologis lainnya. Apalagi di masa pandemi saat ini, mereka kehilangan teman dan suasana kelas yang sesungguhnya. 

Dalam kondisi demikian, seorang anak membutuhkan bukan tambahan pengetahuan, tetapi tambahan semangat. Siapa lagi orang yang punya kedekatan emosional yang memahami perilaku mereka, selain orang tua mereka sendiri. 

Berilah mereka motivasi, bangun kepercayaan diri (self confidence) mereka, sehingga mereka akan tetap semangat kembali belajar dan meraih prestasi. 

apkpure.com 
apkpure.com 

Kelima, orang tua sebagai penilai (evaluator). 

Peran ini tentu beda dengan peran evaluasi yang dilakukan guru di sekolah. Guru melakukan evaluasi dengan melakukan serangkaian tindakan berupa ujian (test) atau penugasan untuk mengukur hasil belajar atau kompetensi peserta didik. Orang tua memanfaatkan hasil yang dicapai siswa sebagai bahan evaluasi. 

Dari hasil evaluasi tersebut maka kita akan mengetahui mata pelajaran apa yang perlu diberikan "tambahan gizi" di semester berikutnya. Apakah perlu tambahan kursus atau bimbingan belajar untuk mata pelajaran tersebut? Apakah perlu penguatan peran orang tua dalam mendampingi dan mengawasi? 

yourquote.in 
yourquote.in 

Demikian, 5 peran orang tua yang harus kita siapkan saat anak-anak kita kembali belajar. Ini menurut pendapat saya, berdasarkan pengalaman yang masih singkat. 

  • Closing: Tantangan Orang Tua

Disadari setiap orang tua berbeda kondisinya, baik dari sisi ekonomi, waktu maupun kemampuan dan pengetahuan. Sehingga untuk memainkan 5 peran di atas, masing-masing orang tua memiliki kendala dan tantangan tersendiri. 

Pembelajaran daring atau virtual memang menuntut tambahan alat bantu belajar dari setiap siswa. Handphone android ataupun laptop, juga paket data atau jaringan wifi. Tentu saja hal ini perlu mendapat perhatian pemerintah.

Tantangan lainnya adalah soal ketersediaan waktu orang tua untuk mendampingi anak-anak. Hal ini menjadi kendala besar bagi orang tua, utamanya bagi orang tua yang keduanya, ayah dan ibu, harus kerja di luar rumah di jam yang bersamaan dengan waktu anak-anak untuk belajar. 

Perlu dipikirkan adanya "second parents"  dalam artian orang lain yang menggantikan posisi orang tua untuk mendampingi pembelajaran anak-anak. Bisa kakek, nenek, kakak, saudara atau guru bimbel.

Intinya, segala upaya perlu dilakukan orang tua demi sebuah tanggung jawab pendidikan anak-anak kita, yang adalah masa depan keluarga dan bangsa. 

Dibutuhkan ketulusan, komitmen, tekad, semangat dan konsistensi untuk keberhasilan anak-anak kita. Jika peran orang tua bisa disiapkan dengan baik, maka saat anak-anak kembali belajar dari rumah, mereka tetap enjoy belajar dan orang tua pun tak perlu kuatir. 

Anak-anak kembali belajar dari rumah? Welcome! Siapa takut?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun