Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Institusionalisasi Konflik Politik dalam Pilkada

12 Agustus 2020   23:02 Diperbarui: 12 Agustus 2020   23:18 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
| ilustrasi: konflik || sumber: ckdofnf.com |

Institusionalisasi konflik? Bisa, ya?

berbicara tentang institusionalisasi konflik, dalam tataran aksi, bisa ya, bisa tidak.  Tergantung pada implementasinya, apakah jalan atau tidak. Namun dalam tataran konseptul kebijakan atau kerangka regulasi,  institusionalisasi konflik diatur dalam regulasi atau kerangka hukum Pemilihan (electoral legal framework). 

Lho,  kok bisa konflik dilembagakan oleh peraturan?  Apakah dengan demikian ada lembaga yang mengurus konflik? 

Wait.  Kita lihat dulu,  apa sih konflik itu?  Makanan macam apa konflik itu?  Hehehe

Menurut KBBI,  konflik adalah 1)percekcokan; perselisihan; pertentangan; 2) ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dan sebagainya);

Dalam konteks percakapan kita,  konflik yang dimaksud adalah konflik dalam pengertian pertama di atas. Pengertian kedua berlaku untuk dunia sastra. Konflik politik dengan demikian dapat disebut sebagai percekcokan, perselisihan atau pertentangan antara kepentingan politik yang berbeda.  

Dalam dunia politik,  khususnya dalam Pemilu atau pemilihan,  konflik berpotensi terjadi,  mengingat adanya rivalitas politik yang sarat kompetisi dan kepentingan kekuasaan.  Interest yang berbeda saling bertemu terjadilah konflik kepentingan politik (political conflict of interest).  

Konflik yang tidak dikelolah sangat berpotensi meningkat eskalasinya, dan menimbulkan dampak yang sangat besar.  Pemilu bisa tertunda dan efek lainnya bisa kita rasakan. Karenanya,  konflik perlu dikelolah,  jangan dibiarkan tak terkelolah dan menjadi liar. 

Untuk mengelolahnya maka harus ada institusi yang diberikan kewenangan mengelolah atau menyelesaikan konflik.  Disinilah pentingnya pelembagaan konflik. 

Nah, sudah jelas, kan? Mengapa pelembagaan konflik itu penting dan harus diatur secara legal-formal, karena akan menjadi pijakan dasar hukum bertindak.

Pelembagan Konflik dan Konsep Keadilan Pemilu

Lalu apa instrumen yang digunakan untuk pelembagaan konflik dalam Pilkada?

Instrumen tersebut adalah kerangka penyelesaian sengketa yang merupakan bagian penting dalam kerangka penegakan hukum pemilihan (electoral law enforcement), yang juga merupakan upaya mewujudkan keadilan pemilu/pemilihan (electoral justice).  

Baca: 2S+3P, Formula Penegakan Hukum Pemilihan Serentak

Menurut International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA), Keadilan pemilu,  mencakup cara dan mekanisme yang tersedia di suatu negara tertentu, komunitas lokal atau di tingkat regional atau internasional untuk: 

  • menjamin bahwa setiap tindakan, prosedur, dan keputusan terkait dengan proses pemilu sesuai dengan kerangka hukum; 
  • melindungi atau memulihkan hak pilih; dan 
  • memungkinkan warga yang meyakini bahwa hak pilih mereka telah dilanggar untuk mengajukan pengaduan, mengikuti persidangan, dan mendapatkan putusan. 

Sistem keadilan pemilu merupakan instrumen penting untuk menegakkan hukum dan menjamin sepenuhnya penerapan prinsip demokrasi melalui pelaksanaan pemilu yang bebas, adil, dan jujur. Sistem keadilan pemilu dikembangkan untuk mencegah dan mengidentifikasi ketidakberesan pada pemilu, sekaligus sebagai sarana dan mekanisme untuk membenahi ketidakberesan tersebut dan memberikan sanksi kepada pelaku pelanggaran. 

Sengketa Sebagai Sarana Pelembagaan Konflik

Mengenai sengketa, sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 dan perubahannya, terdiri atas: 

1. Sengketa pemilihan termasuk di dalamnya sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan. 

2. Sengketa Hasil atau Perselisihan Hasil Pemilihan.

Sengketa pemilihan terdiri atas:

- sengketa antarpeserta Pemilihan; dan

- sengketa antara Peserta Pemilihan dan penyelenggara Pemilihan sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. 

Sedangkan terkait sengketa TUN, diatur bahwa pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilihan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dilakukan setelah seluruh upaya administratif di Bawaslu Provinsi dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota telah dilakukan. 

Sengketa hasil dikhususkan untuk perselisihan setelah hasil rekapitulasi perolehan suara. Sengketa hasil merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikannya.

Konklusi

Dari uraian singkat di atas, dapat diambil konklusi bahwa: 

  1. Konflik politik dalam pemilihan memang harus dilembagakan agar supaya tidak liar dan melebar. Untuk dapat dilembagakan secara formal dan memiliki kekuatan hukum maka pelembagaan konflik harus diatur dalam kerangka hukum pemilihan yaitu dengan pengaturan dalam Undang-undang. 
  2. Pelembagaan atau institusionalisasi konflik merupakan salah satu elemen penting dalam upaya mewujudkan keadilan pemilihan dalam setiap tahapan pemilihan.
  3. Sengketa merupakan wujud dari pelembagaan konflik, yang meliputi sengketa pemilihan dan sengketa TUN pemilihan serta sengketa hasil.

Demikian uraian singkat ini, semoga bermanfaat.

Salam Pilkada Damai....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun