Mohon tunggu...
Meibivis Xaverius
Meibivis Xaverius Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Filsafat Sekolah Tinggi Seminari, Pineleng.

"Non Scholae Sed Vitae Discimus". Seneca (Seorang Filsuf dan Pujangga Romawi)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Interaksi Sosial sebagai Sarana Berada Manusia Sosial

8 September 2019   10:40 Diperbarui: 8 September 2019   10:52 1972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Abstrak:

Interaksi sosial adalah sarana bagi manusia untuk berada bersama-sama dengan orang lain. Dengan interaksi sosial manusia mendapatkan jati dirinya sebagai manusia sosial. hal itu bisa terjadi karena ada relasi Aku-Engkau seperti yang dikatakan oleh Gabriel Marcel. 

Kesadaran menjadi kunci untuk menyadari diri sebagai makhluk sosial dan juga menyadari bahwa manusia lain ada disekitarnya sebagai sesame atau subyek yang unik. Itulah intersubyektivitas. 

Namun interaksi sosial sering dikaburkan oleh perasaan terisolasi. Meski demikian perasaan terisolasi ini jangan sampai mengaburkan eksistensi manusia sosial untuk berada bersama. Melainkan keterasingan mesti menjadi kritik bagi manusia sosial yang tidak menggunakan interaksi sosial sebagai sarana berada bersama.

Kata Kunci: Interaksi sosial, berada, manusia, isolasi.

Pendahuluan

Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa hidup dalam hubungan dengan orang lain. kehidupan bersama tersebut bisa dikatakan sebagai kegiatan berada bersama. 

Saat berada bersama, manusia mengalami suatu interaksi. Interaksi antar manusia sebagai makhluk sosial disebut interaksi sosial. dengan interaksi sosial manusia mampu menunjukan jati dirinya sebagai makhluk sosial yang tidak hanya hidup sendiri melainkan ada bersama dengan orang lain. Namun dalam kenyataannya terdapat pula suatu perasaan terasing atau terisolasi dalam hidup bersama yang mengaburkan interaksi sosial. 

Sehingga dibutuhkan suatu interaksi sosial terus menerus agar keterasingan tersebut tidak menjadi penghalang dalam berada bersama sebagai jati diri manusia sosial. 

Sehingga pertanyaan kritis sebagai titik tolak problematiknya ialah Apa itu interaksi sosial? mengapa interaksi sosial menjadi sarana berada manusia sosial? bagaimana sampai perasaan terisolasi muncul? Mengapa perasaan terisolasi mengaburkan interaksi sosial? Hal yang mau dicapai ialah memberikan penjelasan kritis terhadap relasi sosial yang sering terjadi dalam kehidupan manusia sosial, namun yang kurang disadari dan sering disalah artikan. Mengkritisi dan memperjelas mengenai masalah "terisolasi" yang sering mengaburkan sarana berada manusia, yakni interaksi sosial.

Pengertian Interaksi Sosial

Manusia selalu melakukan interaksi sosial setiap harinya. Aktivitas manusia sebagian besar merupakan interaksi sosial, kecuali manusia itu berada dalam satu dunia atau ruangan tersembunyi. 

Namun hal itu pun tak dapat berlangsung lama atau pun sebelum hidup sendiri manusia telah mengalami interaksi sosial sebelumnya, yakni sejak lahir dalam satu keluarga. Lalu sebenarnya apa itu interaksi sosial?

Secara etimologis kata interaksi terdiri dari dau kata yang disatukan, yakni inter dan aksi. Inter berarti berbalas-balasan, sedangkan aksi berarti tindakan. Interaksi berarti tindakan berbalas-balasan. Interaksi terjadi apabila individu melakukan aksi, sehingga menimbulkan reaksi individu-individu lain. 

Hal inilah akan menyebabkan terjadinya tindakan berbalas-balasan. Menurut Gillin dan Gillin Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar orang perorangan, antar kelompok-kelompok manusia maupun antar orang perorangan dengan kelompok manusia.[1] Itu berarti Interaksi sosial adalah suatu tindakan berbalas-balasan atau timbal-balik dari satu individu atau kelompok dengan individu atau kelompok yang lain.  

Interaksi Sosial sebagai Sarana Berada Manusia Sosial

Setiap manusia mempunyai kemampuan untuk melakukan interaksi sosial. hal itu karena, interaksi sosial menjadi ciri kodrati manusia untuk berada atau bereksistensi. Hal ini seperti dikatakan oleh George Herbert Mead seorang guru besar psikologi sosial dan filsafat sosial di universitas Chicago Amerika Serikat bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan pihak-pihak lain.

[1] Kemampuan berinteraksi dalam diri manusia sebagai ciri kodrati dimungkinkan karena ada rasio. Kemampuan rasio secara teknis, untuk berpikir yang menuntun pada kesadaran. Seperti yang dikatakan Sartre, di dunia ini terdapat dua cara berada, yakni berada bagi dirinya dan berada pada dirinya. Berada bagi dirinya adalah kesadaran manusia. sedangkan berada pada dirinya adalah dunia materiil yang tampak padanya.

[2] Dalam hal ini Sartre sepakat dengan Husserl bahwa ada bagi dirinya adalah yang menuntun manusia sosial untuk selalu menyadari keberadaan manusia yang lain dan yang lain itu ada bagi dirinya.

[3] Sedangkan ada pada dirinya menunjuk bahwa yang lain di sekitar dirinya merupakan realitas yang tampak pada dirinya. Kesadaran yang muncul dari rasio yang berpikir membuat manusia lain disadari. Tapi bukan hanya sampai disadari melainka membangun suatau interaksi sosial.

Interaksi sosial didasarkan pada beberapa faktor, yakni faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati serta empati.[4] Faktor imitasi adalah cara meniru orang lain. Ketika individu-individu saling bertemu maka baik disadari maupun tidak disadari mereka saling meniru. Tapi bahayanya, bisa jadi yang ditiru adalah hal yang negatif. Kemudian faktor sugesti yakni suatu pandangan atau sikap yang berasal dari individu satu bagi individu lain. 

Faktor selanjutnya ialah identifikasi, yakni keinginan untuk menjadi sama dengan yang lain. Identifikasi lebih dalam dari imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini. Faktor selanjutnya ialah simpati, yakni perasaan tertarik pada orang lain, sebagai bentuk ingin memahami dan bekerja sama dengan orang lain. Faktor yang terakhir ialah empati. Faktor ini lebih kepada bentuk tertinggi dari intersubjektivitas. 

Menurut Gabriel Marcel, bentuk tertinggi dari intersubjektivitas adalah cinta kasih.[5] Cinta kasih dalam arti empati yakni menunjuk pada relasi Aku-Engkau. 

Relasi Aku-Engkau memandang manusia sebagai sesame yang unik. Manusia lain sebagai subyek yang unik. Faktor-faktor ini sebagai yang mendasari interaksi sosial sebenarnya ada dalam kehidupan konkret manusia. Namun manusia kurang memperhatikan faktor-faktor ini sehingga menyebabkan keterasingan dalam membangun interaksi. Inilah yang disebut sebagai perasaan terisolasi.

Perasaan Terisolasi Mengaburkan Interaksi Sosial

Selain faktor-faktor di atas, interasi sosial dapat juga terjadi berdasarkan dua syarat, yakni adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Kedua syarat ini menjadi bentuk nyata bagaimana manusia melakukan interaksi sosial. Namun bagaimana kalau justru kontak sosial dan komunikasi menjadikan manusia terasing atau terisolasi?

Kehidupan manusia sosial selalu berhubungan dengan manusia lain. Disinilah membentuk jaringan yang saling berhubungan antara manusia yang satu dengan yang lain.[1] Namun ada juga munusia yang mengalami ketidakmampuan untuk melakukan hubungan atau interaksi dengan manusia lain. Ketidakmampuan ini menyebabkan keterasingan atau isolasi yang ada dalam jaringan. Beberapa penyebab keterasingan disebutkan oleh Robert E. Park dan Ernest W. Burgess dalam buku Sosiologi Suatu Pengantar oleh Soerjono Soekanto antara lain:[2]

 

  • Keterasingan bisa saja disebabkan oleh karena secara badaniah seseorang itu sama sekali diasingkan karena keterbatasan fisik. Seorang yang cacat sejak lahir tidak bisa melakukan interaksi sosial secara normal dengan orang lain, sehingga muncul perasaan terisolasi atau pun ia memang sudah terisolasi dengan sendirinya dari kelompok masyarakat.
  • Keterasingan juga bisa disebabkan karena perbedaan rasa tau kebudayaan. Seorang yang berkebudayaan timur akan merasa terisolasi dengan kebudayaan barat yang glamor dan bebas, sementara di timur sangant menjujung tinggi etiket berpakaian dan segaal kode etis berinterakis.
  • Seseorang atau kelompok juga bisa terisolasi dengan dunia luar karena tertutup dan kurang mengadakan hubungan dengan dunia luar karena perasaan kecurigaan terhadap dunia luar. Misalnya suku-suku pedalaman yang primitive maupun yang memang menutup diri dari dunia luar.
  • Lebih dalam lagi keterasingan mungkin saja terjadi karena perbedaan ideologi, pendapat atau pikir dan pandangan dari individu atau kelompok terhadap individu dan kelompok lain.
  • Selain itu keterasingan juga dapat disebabkan karena tidak memperhatikan faktor-faktor dan syarat-syarat terjadinya interaksi sosial. misalnya tidak tahu cara berkomunikasi menyebabkan kekakuan dan akibatnya muncul rasa terisolasi.

Semua penyebab-penyebab keterasingan ini dapat dikatakan sebagai hasil negatif dari interaksi sosial. Hal lain yang penting untuk dilihat bahwa keterasingan seperti dalam teori Karl Marx mengenai kapitalisme, muncul pada individu-individu yang tergolong masyarakat kecil dalam kelas sosial. Hal itu karena mereka menjual tenaga mereka dengan gagasan bahwa mereka memiliki pilihan bebas dalam pasar tenaga kerja.

[3] Ini merupakan konstruksi ideologis yang sebenarnya dibangun oleh masyarakat kelas atas. sistem kapitalisasi memberikan sumbangan pada semakin banyak manusia sosial yang terasing. Namun sebenarnya keterasingan ini menjadi suatu kritik radikal terhadap pentingnya mengusahakan berada bersama dalam membangun interaksi sosial. Berada bersama berarti berpikir bersama dan saling bekerja sama. 

Penutup

Interaksi sosial yang nampak dalam komunikasi dan kontak sosial membuat keberadaan manusia sebagai makhluk sosial menjadi nyata. Eksistensi manusia menjadi nyata ketika menggunakan sarana interaksi sosial untuk berada bersama orang lain. Hanya dengan kesadaran untuk selalu berada bersama orang lain manusia dapat senantiasa menghindarkan diri dari keterasingan. Hal ini bukan berarti menyeragamkan kehidupan manusia, tapi justru manusia mesti mnampilkan keunikan masing-masing dalam berinteraksi sosial. Meskipun faktor-faktor sosial cenderung menunjuk ke arah keseragaman itu.

Keterasingan memberikan suatu kritik logis dari apa yang diusahakan oleh manusia sosial untuk berada bersama. Dengan keterasingan, manusia seharusnya berusaha mengusahakan interaksi sosial sebagai sarana. Sehingga perasaan terisolasi jangan mengaburkan melainkan menjadi titik sadar akan pentingnya interaksi sosial, yang nyata lewat komunikasi dan kontak sosial.

Daftar Pustaka

  1. Bertens, K., dkk. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 2018.
  2. Elster, Jon. Karl Marx: Marxisme Analisis Kritis. diterjemahkan oleh Sudarmaji. Jakarta:
  3. Prestasi Pustakarya, 2000.
  4. Nuryartanto, Bayu. "Sosialitas Manusia". Slide. Materi Perkuliahan Semester VI. Pineleng:
  5. STFSP, 2019.
  6. Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGarfindo Persada, 2006.
  7. -----------, Teori Sosiologi. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun