"Kalau lu bosan, bisa oper ke gue," lanjutku seraya tergelak.
   "Emangnya bola?" Nisa menepuk pundakku dan ikut  tertawa.
   Ia berlalu menuju ke tempat tidurnya. Merebahkan tubuh serta mengeluarkan ponselnya seraya senyum-senyum sendiri. Mataku nanar melihatnya ada air hangat yang ingin mendesak keluar. Mungkin dengan satu kedipan saja maka bulir air itu akan menetes.
***
   Aku tersentak mendengar jeritan Nisa. Bergegas menghampiri ranjang miliknya. Aku menepuk-nepuk kedua pipi gadis itu. Kedua mata Nisa  masih terpejam, wajahnya basah dengan keringat. Tubuhnya meronta-ronta.
   "Nisa! Nisa! Bangun, Hei Nisa!" Kali ini aku mengoyang tubuhnya dengan keras.
   Usahaku berhasil. Mata berbulu lentik itu pun akhirnya terbuka. Ia langsung duduk serta memelukku dengan erat. Sepermenit kemudian aku melonggarkan pelukan terlihat napasnya yang masih tersengal-sengal.
   "Mimpi buruk?"
   "I-ya, Del. Gue ... dikejar dan ditangkap makhluk yang menyeramkan.  Apa ini ada kaitannya dengan ...," ucap Nisa dengan gugup.
   "Apa,? Jangan buat gue takut juga ya, Sa," pungkasku cepat.
   "Iya, kata si Tini, dia dapat cerita dari satpam yang di ujung gang kita ini, ketika Kang Maman itu mau Magrib, ngeliat ada cahaya terbang tepat ke bubungan  kos-kosan kita ini, " terang Nisa.