Asep mengapai senter yang tergantung di tiang pos ronda. Lalu berjalan ke arah sisi pusat desa yang ramai permukimannya. "Siap arah sini, baru kita ke sana, daerah perkebunan, rumahnya kan satu-satu cuma di sana, tuh," pungkas Asep.
Aku dan Darman setuju dan mensejajarkan langkah dengannya. Bertiga kami berkeliling sambil berteriak mengucapkan kata "Sahur" sesekali kami memukul kaleng menimbulkan suara bising.
"Saahuuur, saahuuur, saahuuur!" teriakku menggema di tengah keheningan malam.
"Teng, tang, teng, tang, tent tang!"Darman memukul kaleng kuat-kuat.
Kupikir apalah aparat desa masih suka gaya tradisional seperti ini, mungkin asyik juga ya dan kami pun dapat kerjaan jadinya. Padahalkan speaker masjid bisa tuh teriak-teriak ngebangunin para warga.
Setelah selesai sekitar dua puluh lima menit kami mengitari jalan desa yang disemenisasi. Kami kembali ke arah pos ronda dan melanjutkan ke arah berlawanan dari tempat tadi. Kali ini hanya tanah kuning yang mengeras dan jika hujan akan becek. Kawasan ini adalah sebagian lahan sawit pribadi dan ada ada juga berupa kerja sama dengan perusahaan dengan cara kemitraan usaha kelompok tani (KKPA).
Udara menjadi lebih dingin. Suara hewan malam terdengar. Sesekali suara derak dedaduan yang saling bergesekan tertiup angin juga menemani perjalanan kami. Aku merapatkan jaket dan Asep yang semula melintangkan kain sarung menganti posisi menjadi menutupi bagian badannya. Darman berjalan menunduk saja. Pemuda botak itu sepertinya masih mengantuk. Kawasan permukiman penduduk yang rumahnya agak jarang akan dijumpai setelah kami melewati kebun sawit ini.
"Apa itu?" Aku menarik Asep dan mengarahkan tangannya yang memegang senter ke arah yang kutunjuk. Kami serempak memicingkan mata dan siaga.
"I-ya, a-pa itu?" Asep terlonjak kaget dan menjadi gagap.
Benda putih melambai-lambai seperti naik turun dan menari-nari. Berkisar delapan meter dari arah kami. Asep gemetaran, Darman terlihat gugup dan wajahnya pucat. Aku juga merasakan detak jantung yang semakin cepat. Tubuhku tiba-tiba berkeringat dan membeku.
"Kita putar balik ajalah,jangan-jangan kunti, iii, ngeri!" usul Asep yang sudah melakukan gerakan jalan di tempat.