Aku yang masih merasakan nyeri pada hidung, menoleh ke arah asal suara. Kepala Tuan Baskoro melayang-layang menyeringai tampak mengerikan. Dari lehernya terlihat tetesan darah yang mengalir, potongan kepala itu berputar-putar tepat di atas kepalaku. Secara perlahan aku membalikkan badanku. Tiba-tiba sekelebat bayangan cepat menimpaku, kali ini Arkan tepat duduk di atas perutku. Potongan kepala Tuan Baskoro melayang mendekati Arkan dan mengeluarkan suara.
"Bunuh dia!"
Mataku nanar memandang Arkan yang berada diatasku. Hatiku berharap ia ingat tentang persahabatan atau haruskah aku mengingat Tuhan dan berdoa ketika di ujung maut. Mata sahabat kecilku itu merah dengan wajah bengis, kedua tangannya mengengam leherku.
Aku terpejam, pasrah. Aku tahu yang dimaksudnya mereka barangkali tentang aliran sesat yang bersekutu dengan Iblis. Detik selanjutnya, aku tak dapat bergerak lagi, mungkin bersamaan dengan terdengarnya suara tulang leher yang patah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H