Ia hanya mengangguk pelan. Tangannya memijit kepalanya.
   Sela, Sela teman kok gitu amat ya. Ternyata dialah si pengadu dan memfitnah. Ku sadari dia sering terlihat julid dengan kemampuan kinerja dan perhatian dari semua rekan maupun dari Bu Bos Susi kepadaku. Belum tahu dia, akulah penjilat sejati. Sebenarnya rekaman itu nantinya akan kutunjukkan juga kepada atasan kami itu. Agar Sela bisa angkat kaki dari kantor ini. Dan aku tidak ada saingan lagi. Namun ternyata keduluan. Cuma cara mainnya  Sela masih manual, hadeh ... kini udah ngak zaman main lapor gitu aja. Harus ada bukti digital yang menguatkan seperti caraku ini.
   Senyum seringaiku mengembang, membuang muka serta tatapan sinis ke luar jendela penuh arti. Tinggal menunggu dan menonton peristiwa apa yang terjadi selanjutnya.
"Saya kira, Ibu bisa bijaksana mengambil keputusan. Boleh saya pamit" Ucapanku membuyarkan lamunan beliau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H