Harapanku terkabul, layar menunjukan  di bawah namanya sedang mengetik. Aku menunggu.
[Aku sudah tahu, Kayla bukan anakku, itu caramu menjebakku dulu dengan tuduhan menghamilimu.]
Tanganku menutup mulut yang terbuka. Selanjutnya aku menarik rambut menjadi acak-acakan dan kusut. Napasku memburu, mataku menjadi nyalang penuh amarah. Dadaku terasa panas dan sesak. Cepat aku menyambar ponsel yang tadi aku lempar asal.
"Pa! Silakan Papa, Mama, buat Mas Ardi untuk tumbal berikutnya!" ucapku penuh amarah ketika sahutan panggilan terdengar dari seberang sana.
~
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!