***
Pengalaman hidup itulah yang membuatku menjadi lebih peka terhadap masalah yang menimpa para siswaku. Aku lebih dekat dengan mereka kadang bersikap seperti teman, sahabat maupun seorang kakak.
Pagi ini, karena bertepatan dengan jadwal piket maka kuputuskan untuk datang jauh lebih awal. Sebelum masuk ke gerbang sekolah aku dikejutkan dengan pemandangan di tepi jalan. Terlihat Ryan sedang ditarik oleh kedua orang tuanya. Seorang pria menarik tangan kiri, sedangkan sosok perempuan modis menarik tangan kanan anak itu. Terjadilah saling tarik.
Semua mata para warga sekolah yang berdatangan tertuju pada peristiwa tersebut, tetapi banyak yang memilih tidak ingin ikut campur.
Teriakan, serta saling memaki mengiringi peristiwa perebutan anak itu.
"Stop!" Aku tergesa menghampiri dan membentang tangan tepat berada di sisi Ryan. Mataku menatap tajam menoleh ke arah kedua orang tua Ryan bergantian.
"Tolong selesaikan urusan kalian jangan di sini. Ini sekolah tempat anak mengenyam pendidikan. Ryan saya bawa ke kelas. " Selesai berucap aku melepaskan genggaman mereka dari tangan Ryan.
"Kalian juga tidak malukah, menjadi tontonan orang-orang!" sambungku lagi dengan geram.
Seakan tersadar mata kedua orang tua Ryan mengedarkan pandangan ke sekeliling dan tanpa menyahut omonganku mereka berbalik badan menuju mobilnya masing-masing.
Ryan terlihat pucat, mulutnya terkatup dengan langkah pelan aku membawanya ke ruangan majelis guru. Mendudukkannya di kursi tamu dan menyerahkan segelas air mineral segelas.
"Ryan, baik-baik sajakan?" tanyaku dengan suara lembut. Setelah ia meminum air hingga kandas.