Tyas terdiam,  hingga tangan wanita itu mendongakkan dagunya. Pisau yang dingin membelai  pipi gadis itu. Tubuh Tyas sudah berkeringat dan mengigil ketakutan. Wajahnya menjadi pucat seperti tak berdarah.
"Jangan menunggu lama, cepat selesaikan. Ritual kita belum rampung," ucap calon mertua laki-laki Tyas.
Â
Gerakan tangan  calon ibu mertua Tyas sudah melayang akan menikam bagian perut. Tiba-tiba serangan angin sangat kencang, membuat  ketiga orang itu terpelanting. Tyas bahkan terpental jauh dengan kursi yang ia duduki.
Abah Sugimin datang tepat waktu.  Tubuh berlumuran darah itu berjalan tertatih.  Terlihat gurat kelelahan pada wajah yang banyak kerutan keriput itu. Ia baru saja melawan banyak serangan gaib dari penghuni pohon tua. Untung saja ia masih sempat datang ke bagian belakang rumah  manusia yang telah membuat perjanjian dengan makhluk tak kasat mata itu.
"Kau, jangan ikut campur!" teriak Pak Wagiman dengan matanya yang memelotot.
Abah Sugimin tidak mengubrisnya. Lelaki itu bersiap dengan serangan.  Mulutnya berkomat-kamit membaca  ayat-ayat suci. Dari kedua telapak tanganya  keluar sinar putih dengan cahaya yang sangat menyilaukan. Kekuatan itu mengenai tubuh Pak Wagiman hingga ia rubuh dengan tubuh berubah hangus menghitam.
Istrinya yang melihat kejadian itu berteriak histeris. Berlari menuju Abah Sugimin dengan menghunuskan pisau. Abah Sugimin  bergeming.  Namun, ketika pisau itu hanya tinggal beberapa centi darinya. Tubuh pria berpeci putih itu melayang ke udara. Sehingga, pisau itu hanya mengenai udara kosong.
Cepat, Abah Sugimin menyerang dengan sinar  panas  punggung wanita yang berusaha membunuhnya.  Nasib wanita itu pun sama seperti suaminya, gosong.
Tyas ternyata pingsan, akibat terbawa angin tadi. Ia tak menyaksikan  pertempuran Abah Sugimin dengan kedua calon mertuanya.
"Tyas, aku adalah leluhurmu. Setelah kejadian ini, tinggalkanlah desa ini, kembalilah ke kota. Carilah jodohmu yang sebenarnya."