Tyas pun merasakan pergelangan kakinya seperti ada yang menarik. Ada kekuatan yang menyeretnya menuju pohon besar yang ia intip bersama Abah Sugimin tadi. Sosok  Abah Sugimin pun sudah tak terlihat dari pandangannya. Ia sadar betul beberapa detik lalu tangannya masih ditarik oleh Abah Sugimin. Lelaki tua yang ia jumpai dan baru dikenal ketika ia berolah raga pagi tadi itu telah lenyap seketika.
***
Mata Tyas melihat sekeliling dengan nyalang.  Suatu tempat yang ia tak tahu keberadaannya. Ruangan petak dengan ukuran sekitar empat kali empat meter. Begitu suram, ditumbuhi  lumut dimana-mana. Aroma kapur barus mengguar begitu tajam. Beberapa kali gadis yang baru sebulan di desa tersebut mendengkus kasar membuang napas.  Cahaya temaram hanya dari sebuah lilin yang tinggal separuh. Tyas terduduk di sebuah kursi dengan tangan terikat di belakang.
Gadis  berambut sebahu itu berusaha mengumpulkan kesadaran. Ia berusaha mengingat kejadian sebelum berada di tempat itu. Saat ia sedang meringis dan mengeleng-geleng kepala karena rasa pusing masih terasa. Gagang pintu terlihat bergerak dan berbunyi.  Kedua netra Tyas difokuskannya  ke arah sumber suara.
Terlihat sepasang  manusia mengenakan pakaian hitam serta topeng kain yang juga berwarna senada. Melangkah menuju ke tempat Tyas berada. Tyas begitu gugup, jantungnya berdetak kencang. Dalam hatinya bertanya-tanya siapakah gerangan orang yang berada di balik kain hitam menutup wajah itu.
"Kau terlalu banyak tahu, dan harus kami binasakan." Suara bariton dari salah seorang mereka.
Sedetik kemudian selesai  berbicara, orang berdua itu melepaskan topengnya.
"Pak Wagiman dan Ibuk, " lirih dan bergetar suara Tyas berucap.
"Ya, kami putuskan tidak jadi menjadikanmu menantu, kamu tahu sebelum kami jadikan tumbal!" seru wanita setengah baya yang berada di samping  Tyas.
"Ma---maksud Ibu dan Bapak?"
"Kami bersekutu dengan Iblis dan nanti  akan menjadikanmu sebagai tumbal."