Aku membenamkan wajah kesalku ke dalam telapak tanganku yang kini gemetar hebat. Jujur, kini air mataku telah bergumul kuat dan siap untuk diluapkan. Dibilang cengeng? Aku memang cengeng dalam hal dibentak.
Apa begini rasanya kehilangan teman dalam waktu seketika? Aku yang terbiasa memiliki banyak teman, sekarang harus kehilangan mereka?
Cukup. Ini menyakitkan.Â
Aku pun menangis terisak. Tetapi Fara, justru ia malah mengatai kalau aku ini tukang dramatis.
"Drama banget kamu, Nan!"
Hati apabila sudah terlanjur kecewa pasti rasanya sakit. Valid kah dikatakan mendramatisir perasaan?
"Fara kamu jahatt... Bilang, kalau kamu bukan Fara kan...." isakku.
Fara terkekeh remeh. "Gini aja deh, kamu mau masalah ini selesai kan? Oke, persahabatan kita cukup sampai di sini!"
Mataku terbuka lebar. Bukan. Ini jelas bukan Fara. Berkali-kali aku menggelengkan kepalaku seraya meremas kuat rok abu-abuku. Sudah cukup aku harus kehilangan teman, haruskah aku kehilangan sahabat sejatiku juga?
"Ra, bercandanya nggak lucu!" gertakku.
"Kamu pikir aku bercanda?!" teriak Fara. "Kak Reza itu suka sama kamu! Dia udah bilang ke aku. Dan kamu pasti tahu sekarang perasaan aku gimana? Udah, nggak usah sok polos. Karena aku nggak suka lihat orang bertopeng!"