Mohon tunggu...
Meejikuuu
Meejikuuu Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar gabut

Just need to pray and try

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Dear Sahabatku, Fara

5 Januari 2023   16:55 Diperbarui: 5 Januari 2023   16:56 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah arti dari sahabat?

Tahukah kamu rasanya memiliki sahabat? Bukankah sangat bahagia?

Lantas, tahukah kamu rasanya kehilangan sahabatmu itu karena kebencian?

Baca juga: Gabut? Nulis Aja

Jikalau terdapat pilihan antara harus kehilangan teman atau sahabat, mungkin aku akan lebih memilih opsi pertama. Karena bagiku, seorang sahabat tentu ialah teman, tapi seorang teman belum tentu sahabat. Teman sangatlah mudah untuk dicari, sementara sahabat sangat sulit dan butuh kepercayaan yang pasti. Terkadang, muncul teman yang mengaku sahabat justru malah berkhianat.

Ini terjadi padaku---Nanda.

 * * *


Aku bertempat tinggal di sebuah komplek perumahan yang elite. Sangatlah bersyukur keluargaku berkategori sukses, karena kedua orang tuaku bekerja di kantor perusahaan yang megah. Dan aku terkenal memiliki banyak teman bukan karena uang bapakku, melainkan karena ketulusan hatiku. Tetapi di antara banyaknya temanku, hanya seorang saja yang sangat aku percayai sebagai sahabat.

Dia---Fara. Sahabat sejatiku seperjalanan sejak masa kecil. Rumahnya bersampingan dengan rumahku. Dia sosok yang selalu ada di saat suka maupun duka. Datangnya dia selalu membawa sejuta keceriaan. Itulah yang membuatku nyaman.

Namun sekarang dimanakah Fara?

Aku merindukanmu yang dulu. Fara yang selalu menghiburku, bukan Fara yang kini selalu menorehkan luka di atas batinku.... Karena aku sudah cukup terluka dengan penyakit parah yang sengaja kusembunyikan.

Sebuah kisah itu, berawal kala dua pasang kaki berjalan ria menyusuri luasnya gedung SMA Garuda. Sebuah sekolah terfavorit. Dan dua pasang kaki itu adalah milik dua orang gadis dengan seragam putih biru corak anak SMP yang tidak lain adalah aku dan Fara. Setelah tiga hari pelaksanaan MOS, akhirnya jatuh pula tempo awal pelajaran bagi seluruh murid kelas sepuluh baru.

Aku dan Fara bercanda ria, berangkulan, bergandengan tangan, layaknya saudara kembar yang mampu membuat seluruh mata memandang iri. Hangatnya kebersamaan kami, membuatku lunglai. Sehingga tanpa sengaja bahu kecilku menabrak sesuatu yang keras namun bukanlah batu, melainkan dada bidang seorang siswa berseragam sama-sama khas SMA tersebut.

Ini sang ketua OSIS itu, kan?

Dan retina mataku tidak mungkin salah, dalam menangkap siluet wajah famous di depanku ini. Kak Reza namanya.

Aku segera meminta maaf dan langsung terbalas oleh senyum tipis dari sosok ketua OSIS itu. Menurutku, dia sangatlah ramah, bahkan sangat hobi menolong orang lain, seperti dia banyak membantuku ketika MOS. Aku pun sebenarnya kurang paham mengapa dia baik sekali kepadaku. Pasalnya, aku baru mengenal Kak Reza sejak tiga hari yang lalu. Ada yang aneh dengan dia. Setiap kali Kak Reza menyapaku dan Fara, ada sedikit rasa bingung yang tersemat dalam benakku, tentang mengapa Fara yang selalu terlihat ketus melihat cowok jangkung itu muncul secara tiba-tiba di antara kita. Tetap ku abaikan sikap Fara. Bagaimana juga, kita dituntut harus bersikap sopan kepada orang lain bukan?

Akhirnya Kak Reza mengobrol beberapa menit bersamaku dan Fara, di depan kelas kami, kelas X IPA 1. Bahkan ia meminta pertemanan di antara aku dan Fara. Tentu saja aku terima. Namun begitu Kak Reza undur pergi menuju kelasnya sendiri, wajah Fara nampak cuek.

"Nanda, kenapa sih kamu mau berteman sama Kak Reza? Apa nggak salah?"

Aku tersenyum tipis kepada sahabatku ini. "Berteman nggak boleh memandang siapa orang itu, Fara..."

Fara malah bersedekap dada seraya merotasikan kedua bola matanya dengan malas. "Kayaknya kamu emang udah bosen sahabatan sama aku karena udah dapet teman baru. Dasar munafik," lanjutnya dengan nada naik satu oktaf. Ia langsung melesat masuk ke dalam kelas meninggalkanku.

Bagaimana juga aku punya hati. Dan pastinya aku bisa merasakan apa itu sakit hati. Seperti sekarang, hatiku berdenyut lara melihat sikap sahabatku yang tiba-tiba berubah. Terlebih sakit lagi ketika aku berhasil memasuki kelas dan mendapati Fara yang telah duduk bercengkerama dengan siswi lain. Fara melirikku tajam, seolah menunjukkan bahwa jika aku sudah memasukkan orang ketiga---Kak Reza, diantara persahabatanku dan Fara, maka inilah balasannya.

Padahal, sebelumnya Fara sudah berjanji akan duduk satu bangku lagi bersamaku. Kenapa ia harus membuat dirinya berdosa hanya karena rela mengingkari janji?

Bukan sampai hari itu saja Fara menjauhiku, bahkan sudah hampir seminggu ini ia bersikap kasar kepadaku. Bingung. Aku sangatlah bingung harus melakukan apa. Begitukah rasanya cemburu terhadap sahabat yang memiliki teman baru?

* * *

Suatu hari, aku tersentak kaget ketika ada yang menoel bahuku. Aku menoleh dan ternyata itu Kak Reza. Kenapa ia jadi sering muncul begitu? Padahal itu yang membuat Fara lebih jengkel kepadaku. Fara tidak suka aku berteman dengan kakak kelas satu ini.

"Sahabat kamu mana?" tanya Kak Reza begitu telah menjejeriku.

Aku tetap tersenyum, walau rasanya kaku. "Oh, Fara, Kak? Dia katanya lagi nggak pengin bareng aku."

"Sans aja, Nanda. Aku tau kok kalian lagi bermasalah. Soalnya aku sering liat kamu sendirian. Ceritain aja semua. Insyaallah aku bisa dipercaya."

Seluruh ujung jari tanganku melemas, menggenggam erat pagar rooftop sekolah yang sedang kujajahi di waktu istirahat pertama ini. Otakku berpikir keras, bagaimana bisa aku memberi kepercayaan dengan mudah kepada orang baru ini, sementara selama ini aku hanya percaya kepada Fara. Aku menimang sebentar. Dan ternyata aku tidak bisa membohongi hati kecilku yang mengatakan, kalau Kak Reza benar-benar orang yang baik dan bisa dipercaya.

Sepuluh menit berlalu, pintu rooftop tiba-tiba terdorong keras dan memunculkan Fara yang menatapku nyalang dengan mulutnya yang terkekeh.

"Padahal niat aku ke sini mau ajak perdamaian, Nan. Aku mau ceritain alasan sebenarnya aku marah sama kamu. Tapi mustahil! Kamu malah jelek-jelekin aku di depan Kak Reza. Emang munafik!"

Begitu Fara pergi dengan membanting keras pintu rooftop tadi, hatiku rasanya langsung menciut.

Tahukah kamu arti munafik?

Sungguh, Fara telah salah paham. Aku memang tadi memutuskan untuk menceritakan semua tentang Fara kepada Kak Reza. Tapi bukan berarti aku sedang menjelek-jelekkannya. Sekarang baru aku menunduk menyesal. Perasaanku bercampur aduk antara kesal, lelah dan sakit. Baru kali ini hidupku terasa sangat rumit Ya Tuhan....

Kak Reza menepuk pelan bahuku, membuatku mendongak secara perlahan. Ia menyembulkan senyum. "Nanda, kamu pasti bisa selesain masalah ini dengan bijaksana. Semangat."

"Aku cuma takut waktu yang---nggak memungkinkan, Kak," getirku menjawab.

Bersambung....

Khayalanku semata, semoga suka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun