Oleh: Intania Ayumirza Farrahani
Perusahaan rintisan berbasis teknologi tumbuh secara cepat di Indonesia.
Tidak hanya di bidang transportasi, situs berbelanja, perbankan, atau bidang-bidang lain yang terlebih dahulu familiar, kini perusahaan perawatan kulit (skincare) pun ada yang berbasiskan teknologi.
BASE, perusahaan lokal yang lahir pada tahun 2019, mengusung konsep perawatan kulit yang terpersonalisasi dengan mengandalkan algoritma situs web untuk mencocokkan kebutuhan konsumen dengan produk yang tepat.
Ide bisnis perusahaan yang mendapat pendanaan dari Skystar Capital dan East Ventures ini lahir dari kesulitan yang dialami banyak pengguna perawatan kulit dalam menemukan produk yang tepat bagi kondisi kulitnya.
Produk perawatan yang ditawarkan oleh BASE pun cukup berbeda dengan kebanyakan produk di pasaran, yakni dengan mengusung green dan clean beauty, yakni perawatan berbahan dasar alami dan tidak mengandung bahan yang berbahaya (toxic) bagi tubuh.
Walau sedang masif bersaing dengan merek-merek lokal lainnya, mereka optimis bahwa ini adalah hal positif selama mereka dapat terus menawarkan sesuatu yang berbeda dari para kompetitornya.Â
Yaumi Fauziah Sugiharta, Co-Founder dan CEO BASE dalam siniar (podcast) OBSESIF musim ketiga episode ke-4 berujar, "Having a lot of competition is great because it showcase that your market is mature, it showcase that there's a true potential in the market."
Menurutnya, hal terpenting bagi para merek lokal agar selalu menjadi yang teratas adalah dengan berani berinovasi. Kuncinya adalah menciptakan produk yang unik dan sesegera mungkin meluncurkannya ke pasar sebelum kompetitor melakukan hal yang sama.
Melibatkan komunitas
Branding atau pencitraan merek yang tepat sasaran juga seharusnya tidak luput dari perhatian perusahaan lokal.
Yaumi menggarisbawahi bahwa branding tidak lah sebatas packaging atau visual, melainkan tentang bagaimana perusahaan membangun koneksi dengan para konsumennya.
Dalam beberapa kesempatan, Base Friends, sebutan bagi para konsumen loyal BASE, sering kali dilibatkan dalam seminar dan pelatihan virtual yang tidak hanya membahas seputar perawatan kulit, melainkan isu-isu nyata yang dihadapi di kehidupan sehari-hari.
Upaya ini dilakukan BASE dalam rangka mempererat hubungan dengan para konsumennya, di samping dari adanya konten-konten edukatif di media sosial yang setiap hari mereka gencarkan.
Yaumi menambahkan, bahwa dalam melakukan pendekatan dengan para calon konsumennya, mereka menempuh cara berbeda yang disesuaikan dengan karakteristik tertentu, seperti usia dan generasi.
Walau sering dianggap mirip, perilaku generasi milenial dengan generasi Z--target pasar utama dari perusahaan ini--dalam mengetahui, meriset, dan membeli produk nyatanya berbeda.
Dari pengamatannya, BASE menemui bahwa konsumen milenial terbiasa menggunakan platform seperti Instagram, YouTube, Google, atau sarana lainnya untuk mendapatkan informasi mengenai produk yang akan dibeli, baru kemudian mengunjungi marketplace untuk berbelanja.
Sedangkan, konsumen dari generasi Z cenderung mendapat informasi mengenai produk mereka melalui platform seperti TikTok yang dikenal familiar dengan konten-konten viralnya.
Kerendahan hati dalam memimpin
Selama merancang produknya, BASE juga senantiasa melibatkan suara-suara dari para calon pengguna untuk mengetahui kebutuhan mereka.
Produk sunscreen (tabir surya) mereka adalah salah satu buktinya; hadir dengan formulasi yang melindungi kulit dari paparan blue light radiation yang disebabkan oleh gadget serta radikal bebas dari lingkungan.
Temuan-temuan menarik ini diakui Yaumi hadir dari tim yang bukan merupakan orang-orang terhebat di industri, melainkan tim hebat yang berhasil menemukan potensi terbaik di diri mereka.
Ia mengatakan, "We don't want to hire the smartest people in the room. And we don't, as a leader, to be the smartest people in the room."
Yaumi mempercayai bahwa setiap orang di timnya memiliki kelebihan dan keterampilan unik yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Pemikiran ini yang kemudian ia tetapkan sebagai satu dari tujuh nilai utama yang dianut oleh perusahaannya.
Di samping itu, ia juga selalu berupaya untuk menghadirkan lingkungan kerja yang positif. Baginya, dengan mendedikasikan jam bekerja yang cukup lama di kantor, anggota timnya pantas mendapatkan suasana yang nyaman.
Suasana yang dapat membuat mereka berani untuk mengungkapkan segala yang ada di pikirannya.
Kultur bekerja yang positif seperti ini belakangan diketahui ramai digalakkan oleh para perusahaan rintisan dengan harapan bahwa situasi pikiran dan mental yang baik dapat berpengaruh pada lahirnya inovasi dan output kerja yang optimal.
Dengarkan perbincangan selengkapnya mengenai topik ini di episode ke-4 musim ketiga OBSESIF yang berjudul "Yaumi Fauziah: How Humility Drives Business Innovation" di Spotify.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H