Oleh: Intania Ayumirza Farrahani
Kita seringkali menghadapi narasi yang membandingkan antara kebutuhan (need) dan keinginan (desire).
Rasa-rasanya hampir semua orang telah mengetahui perbedaan di antara keduanya.
Jika kebutuhan mengacu pada keharusan untuk memiliki sesuatu yang berguna dan penting, keinginan lebih condong pada bentuk energi yang mendesak untuk mendapatkan sesuatu.
Perbandingan tersebut tidak jarang jadi mendiskreditkan eksistensi keinginan. Karena dianggap tidak segenting kebutuhan, keinginan sering mendapat konotasi negatif.
Nyatanya, keinginan adalah layaknya dua mata pisau. Jika kita dapat mengontrolnya dengan baik, maka akan membawa dampak positif dalam kehidupan kita. Begitu pula sebaliknya.
Sisi Baik Keinginan
Ketika kita memiliki sebuah angan, mimpi, atau visi, ada rasa menggelitik yang membuat kita bangkit untuk menggapai hal tersebut.
Banyak hal yang akan lahir dalam proses mencapai keinginan, salah satunya ialah perkembangan dalam diri kita.
Jika kita sadari, setiap penemuan di dunia hadir dari adanya keinginan.
Telepon hadir karena keinginan orang untuk saling terkoneksi dari dua lokasi yang berjauhan.
Aplikasi obrolan hadir karena keinginan orang untuk bertukar informasi secara instan dan mudah.
Bahkan kini terdapat layanan telekonferensi yang ada karena keinginan untuk menghadirkan suasana pertemuan virtual yang semirip mungkin dengan tatap muka, yakni melalui fitur video dari setiap pesertanya.
Keinginan atau hasrat, membuat dunia maju dan berkembang. Tanpanya, hidup akan terasa datar dan tak kaya akan inovasi.
Begitu pula bagi individu yang tidak memiliki keinginan. Hidupnya tidak terasa dinamis, tidak ada target, serta tidak ada prestasi yang menonjol; sehingga terasa monoton.
Sisi Buruk Keinginan
Tidak cukup memahami sisi baik dari keinginan, kita juga perlu mengetahui sisi yang lain. Motivator Arvan Pradiansyah dalam episode ke-24 siniar (podcast) Inspirasi Smart Happiness mengungkapkan bahwa ada dua sifat buruk dari keinginan.
Pertama, ia tidak mengenal batas. Ada perasaan naluriah yang sering hadir ketika kita berhasil mendapatkan hal yang kita inginkan, yakni menginginkan lebih.
Seperti misalnya, kita menginginkan jabatan tertentu. Saat berhasil mencapainya, ada kecenderungan di dalam diri untuk meraih jabatan yang tingkatnya lebih tinggi lagi. Begitu pula seterusnya.
Keinginan dapat membuat kita serakah. Namun, tentu baik dan buruknya relatif, ditentukan oleh konteks dari hal yang ingin kita miliki.
Sisi buruk lain dari sebuah keinginan adalah kecenderungan untuk membuat kita kecewa. Contoh mudahnya adalah ketika kita mengincar sebuah barang.
Lama bertengger pada wishlist (daftar keinginan), hingga akhirnya terbeli dengan uang yang sepenuh tenaga kita kumpulkan, tetapi ketika barang itu telah dimiliki kita merasa biasa saja.
Arvan berujar, "Desire itu penting, itu adalah rahmat Tuhan. Tapi kita harus tahu sifat-sifatnya ini. Ketika kita tidak tahu sifatnya, kita akan dikendalikan oleh desire."
Sebaliknya, apabila kita mengenali sifat baik dan buruk dari keinginan ini, maka kita akan mampu mengendalikannya dengan bijak.
Dalam episode siniar Inspirasi Smart Happiness yang dimaksud, Arvan juga membahas tentang ciri-ciri orang yang kehilangan hasrat maupun yang berhasrat tinggi serta kaitan keinginan dengan kesuksesan dan kebahagiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H