Oleh karena itu, untuk beberapa individu, memutuskan untuk berpuasa dari media sosial bisa menjadi pengalaman yang sangat sulit dan menyakitkan.
Selain itu, ada juga tekanan sosial yang dapat dirasakan oleh orang-orang yang memilih untuk tidak aktif secara online.
Dalam budaya yang semakin terhubung secara digital, ketidakhadiran di media sosial sering kali ditafsirkan sebagai tanda ketidakakraban atau ketidakpentingan.
Hal ini dapat membuat seseorang merasa terisolasi atau merasa terpinggirkan dari lingkaran sosial mereka.
Puasa Media Sosial dalam Konteks Spiritual
Bagi sebagian orang, puasa media sosial bukan hanya tentang mengurangi penggunaan teknologi, tetapi juga tentang menciptakan ruang untuk refleksi spiritual dan pertumbuhan pribadi.
Dalam banyak agama dan tradisi spiritual, praktik puasa telah lama dianggap sebagai cara untuk membersihkan jiwa dan mendekatkan diri pada Tuhan atau pada diri sendiri.
Dalam konteks Ramadan, puasa media sosial sering kali menjadi bagian integral dari praktik puasa secara keseluruhan.
Selain menahan diri dari makanan dan minuman selama siang hari, banyak orang Muslim juga memilih untuk mengurangi atau menghindari penggunaan media sosial agar dapat lebih fokus pada ibadah, introspeksi, dan amal kebaikan.
Peran Positif Media Sosial
Meskipun banyak yang berbicara tentang kebutuhan akan puasa media sosial, kita juga perlu mengakui bahwa media sosial memiliki peran positif dalam kehidupan kita.
Dengan memungkinkan kita untuk terhubung dengan orang-orang di seluruh dunia, media sosial membuka pintu untuk pertukaran budaya, ide, dan pengalaman.
Ini memungkinkan kita untuk memperluas lingkaran sosial kita, menemukan teman-teman baru, dan bahkan membangun jaringan profesional yang kuat.