Apa yang diunggah dalam status whatsapp pemilik nomor di atas, barangkali bisa dimaknai kekhawatiran, atau pertanyaan yang harus bisa dijawab pemerintah. Bahwa, jangan sampai justru terjadi pemborosan anggaran refocusing dari cara bekerja ASN 7 Kementerian yang diboyong di Bali ini.
Mengingat, sudah disebut-sebut soal hunian sementara pegawai nantinya, yakni menempati setidaknya 16 hotel di kawasan The Nusa Dua yang ada di Pulau Dewata ini. Tidak jauh berbeda sebenarnya dengan tetap di rumah atau bekerja dari rumah. Akan tetapi, kebutuhan hidup dan pribadi di Bali tentu jauh lebih mahal biayanya, apalagi jika harus tinggal di hotel-hotel.
Kita bisa tengok juga harapan perlakuan berkeadilan bagi pegawai pemerintah yang lain. Sebut saja, pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (PPPK) yang masih terkendala menerima hak-haknya. Setelah tergantung nasibnya setahun lebih setelah rekrutmen, baru diterima rapelan gaji mereka selama tiga bulan saja, terhitung sejak ditetapkan SK TMT (Tanggal Mulai Tugas) mereka per 1 Januari 2021 lalu.
Artinya, pemerintah masih sebenarnya masih punya hutang pembayaran gaji bagi PPPK setidaknya dua bulan. Bagi ASN golongan dan masa kerja rendah, tambahan penghasilan dari Tukin ataupun gaji ke-13 tentu saja sangat berarti. Bagaimanapun, mereka juga punya keluarga yang harus dihidupi dalam kondisi yang juga sama-sama kesulitan akibat terdampak pandemi.
Singkat kata, anggaran penanganan pandemi Covid-19 serta berbagai dampaknya masih sangat dibutuhkan. Akan tetapi, refocusing anggaran dari hak personal pegawai untuk keperluan membiayai pekerjaan ASN dalam lingkup kepariwisataan tetap harus dipastikan dan dimatangkan efisiensinya.
Haruskah intervensi pemerintah berbaju refocusing anggaran ini bertumpuk di Bali? (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H