Mohon tunggu...
Khoirul Amin
Khoirul Amin Mohon Tunggu... Jurnalis - www.inspirasicendekia.com adalah portal web yang dimiliki blogger.

coffeestory, berliterasi karena suka ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Serapan Kerja Rendah Masa Pandemi, Masih Adakah Solusi?

11 April 2021   18:37 Diperbarui: 11 April 2021   18:51 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elistianto Dardak, dalam sesi seminar Pemuda Wirausaha yang diinisiasi Millenial Job Center EJSC Jatim. (dokpri)

MEMBINCANG angka pengangguran mungkin membosankan karena selalu muncul dari tahun ke tahun. Pengangguran dan lapangan kerja juga menjadi isu yang hampir selalu disinggung dalam setiap kesempatan diskusi pembangunan manusia.

Karuan saja, data soal pengangguran dimunculkan dari laporan hasil sensus rutin Badan Pusat Statistik (BPS) tiap tahun. Setidaknya, melalui survei sosial ekonomi nasional (susenas) yang dilakukan setahun dua kali.

Data dan faktanya, angka pengangguran terbuka di Indonesia memang tak bisa diremehkan. Terakhir, di Jawa Timur, berdasarkan hasil survei BPS tercatat pengangguran terbuka didominasi lulusan SMK, yakni mencapai 11,89 persen (2020). Jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya, yakni hanya 8,39 persen.

Menjadi lebih mengkhawatirkan lagi sebenarnya, ketika masa sulit pandemi harus dihadapi rakyat Indonesia lebih lebih dari setahun terakhir. Dampaknya bisa dirasakan siapa pun. Orang yang sebelumnya bekerja, bisa kehilangan pekerjaannya. Yang biasanya berpenghasilan tetap, bisa berkurang pendapatannya.

Jika disimak lebih jauh, angka pengangguran ini setidaknya bisa dibedakan menjadi dua: pengangguran subsisten dan pengangguran baru. Kategori pertama, dialami orang yang memang sangat kesulitan atau tidak mampu bekerja pada orang lain. Pekerjaannya pun lebih serabutan, kadang bekerja dan kerap pula tidak bekerja sama sekali.

Yang lebih mengkhawatirkan, adalah kemunculan pengangguran terbuka baru. Sebabnya, bisa karena sulit atau terbatasnya lapangan kerja, atau kurang kompetitif karena kemampuan pas-pasan. Kelompok usia produktif dan milenial, termasuk lulusan SMA/SMK, atau bahkan kampus, termasuk yang rentan masuk pengangguran terbuka baru ini.


Rekrutmen Kerja Berkurang

Mengatasi fenomena pengangguran ini, bisakah mengandalkan rekrutmen calon pekerja oleh perusahaan? Bisa jadi tetap ada peluang dan kesempatan ini, meski banyak perusahaan kini mengalami kelesuan.

Masa pandemi telah memunculkan fakta berkurangnya kesempatan rekrutmen kerja baru ini. Perekonomian sulit dan tak normal yang memengaruhi cash flow dan income perusahaan, memaksa mereka mengurangi pekerjaan bahkan membatasi dan menghentikan rekrutmen pekerja.

Kadis Pendidikan Jawa Timur, Wahid Wahyudi, dalam kunjungannya di Kelas Industri Samsung di SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi, Kabupaten Malang. (dok. pribadi)
Kadis Pendidikan Jawa Timur, Wahid Wahyudi, dalam kunjungannya di Kelas Industri Samsung di SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi, Kabupaten Malang. (dok. pribadi)
Dalam sebuah kesempatan peresmian SMK Center of Excellence (SMK COE) di Kabupaten Malang, Rabu (7/4/2021) lalu, meningkatnya angka pengangguran SMK karena terdampak pandemi ini diakui kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur, Wahid Wahyudi.

Namun begitu, menurutnya, banyak didapati sebenarnya lulusan SMK yang bekerja secara freelance atau menjadi start up pemula sesuai kompetensi keahlian yang dimiliki. Pelajaran wajib kewirausahaan di SMK-SMK, juga menjadi pendorong munculnya start up baru dari lulusan SMK.

Berkurangnya kesempatan dan serapan kerja ini pula yang dialami pihak SMK melalui Bursa Kerja Khusus (BKK) yang ada. Pihak BKK SMK MUTU Gondanglegi Kabupaten Malang misalnya, menyebut ada penyusutan lebih dari 10 persen kesempatan rekrutmen calon pekerja setahun terakhir.

Meski begitu, kondisi ini tak lantas menyurutkan pihak BKK SMK MUTU dalam memfasilitasi (calon) lulusannya mendapatkan pekerjaan pertama. Pada 9-10 April 2021 ini misalnya, dilakukan virtual job fair SMK MUTU bekerja sama dengan Top Karir Indonesia, melibatkan 48 perusahaan ternama dan diikuti lebih dari 1.000 pencari kerja.

Hasilnya, berdasarkan entry data pelamar yang masuk, tercatat 900 pelamar merupakan siswa kelas XII dan alumni SMK MUTU, sisanya masyarakat umum. Selanjutnya, mereka akan mendapatkan panggilan dari perusahaan yang dituju tersebut melalui akun masing-masing pelamar.


Freelancer dan Entreprener, Pilihan Praktis!

Sulitnya mendapatkan pekerjaan dan penghasilan masa pandemi kini menjadi tantangan yang harus dihadapi dan diantisipasi. Tak terkecuali, para milenial kini pun dihadapkan pada pilihan untuk tidak semata bergantung pada rekrutmen dan lapangan kerja.

Kaum muda sebenarnya diuntungkan dengan perkembangan dan trend pemanfaatan teknologi digital. Sebagai milenial, kelompok usia ini tentu lebih melek dan mudah beradaptasi. Dan kini, pilihan praktis harus pandai-pandai dibuat, agar tidak terlalu lama tersandera masa sulit pandemi.

Setiap orang, termasuk milenial, sejatinya punya kompetensi bahkan profesional, di bidang masing-masing. Kompetensi kerja dan yang bisa dilakukan ini berlatang pendidikan tertentu sebelumnya, atau mungkin didapat dari hobi dan otodidak. Manakala tidak ada tempat kerja yang bisa menampung, maka tidak lantas tidak dibutuhkan sama sekali kemampuan dan keahlian mereka.

Nah, kesempatan kerja dalam kondisi demikian pun bisa diciptakan sendiri. Menjadi freelancer yang melayani kebutuhan jasa konsumen, atau berwirausaha dengan berjejaring bisa jadi pilihan paling praktis.

Menjamurnya pekerjaan ojek online (ojol) jauh sebelum pandemi, setidaknya bisa menjadi contoh. Pekerjaan yang kemudian berkembang menjadi layanan pesan-antar dengan bantuan aplikasi digital berbasis android. Tak ada pendidikan khusus, siapapun bisa menjajal pekerjaan freelance ini. Tak peduli guru, pekerja serabutan, mahasiswa, atau bahkan sudah karyawan/pegawai, banyak yang nyambi pekerjaan sampingan ini.

Freelancer ini juga merambah dalam bentuk online shopping (jual-beli online), memanfaatkan marketplace yang sudah puluhan jumlahnya di media sosial. Ini banyak didominasi milenial, karena lagi-lagi mereka paling cepat akrab dan cukup sering ber-medsos. Bahkan, para ibu rumah tangga tidak sedikit yang memanfaatkan cara baru berbisnis menambah uang belanja ini.

Bagaimana dengan enterprener? Jenis wirausaha sejatinya juga bergantung basis pekerjaan yang dilakukan. Jenis pabrikan memang butuh banyak tenaga kerja, atau investasi modal pada jenis penjualan dan perdagangan. Maka, jenis usaha berbekal keterampilan atau yang sedikit modal bisa dicoba. Tentunya juga, yang minim resiko bisnisnya.

Wirausaha pemula ini yang kini trend disebut sebagai start up. Usaha ekonomi kreatif yang kemudian banyak dicoba para start up ini. Dengan keseriusan, maka jajanan camilan yang cukup diolah sendirian di dapur rumah misalnya, bisa jadi bisnis startup menjanjikan. Atau, lihat saja lapak berbagai jenis minuman aneka rasadengan kemasan cantik (cupping) saja, kini lebih digandrungi anak muda.

Pilihan freelancer ataupun enterprener memang tidak mengenal jenjang karir dan jaminan hari tua. Tetapi, jangan salah karena keduanya tetap bisa eksis dijalani dalam situasi apapun. Dibanding pekerjaan apapun lainnya, freelancer tidak mengenal segmentasi pasar dan bisa menyasar konsumen lebih luas untuk semua kalangan.


Eksis Menekuni Start Up, Syaratanya?

Menjalani startup bagi kalangan milenial, gampang-gampang susah sih. Gampang karena bisa dijalani kapan dan dimana pun. Sulitnya, lebih banyak bermula dari etos dan daya juang si pelaku.

Kaum muda milenial, dikenali memiliki emosi dan ekspektasi yang cenderung labil. Start up kerap banyak dijalani sekadar coba-coba, atau dengan harapan kesuksesan sangat tinggi. Ujung-ujungnya, jika mengalami sedikit saja kegagalan bisa menjadi keputusasaan start up milenial.

Zulham A Mubarok, direktur Milenial Utas Malang, mengakui kerap menghadapi kelabilan para strat up anak muda ini. Obsesi dan harapan besar yang diusung komunitas yang memberdayakan potensi enterprener milenial di setiap desa di Kabupaten Malang ini pun, masih kerap tersandung sifat labil anak muda yang bisa melemahkan ini.

Keberadaan supporting system dan intervensi banyak pihak menjadi hal yang dibutuhkan. Pemerintah Jawa Timur melalui Milenial Job Center East Java Super Corridor(MJC-EJSC) Bakorwil III Jatim setidaknya telah memulainya, salah satunya dengan menelurkan program Pemuda Wirausaha (Perwira).

Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, menyampaikan tantangannya bagi para start up milenial melalui program ini. Karena, bagaimanapun kalangan muda milenial harus bersiap menghadapi kelangsungan hidupnya kelak. Terlebih, dalam masa transisi di tengah kelangkaan lapangan kerja dan keterpurukan ekonomi akibat pandemi kini.

Menurut Wagub Emil Dardak, masalah besar yang kerap menjadi kendala start up adalah keengganan milenial pada kegagalan pertama. Padahal, lanjutnya, kegagalan demi kegagalan menjadi bagian dari kesuksesan berwirausaha itu sendiri.

Karena itu, keberadaan MJC-EJSC Jatim ini yang akan banyak mewadahi komunitas (milenial) dengan talenta masing-masing untuk bisa mewujudkan impian menjalankan start up atau peluang kerja. Yang dilakukan seperti memberikan advisory (pembinaan), penguatan keahlian, hingga akses permodalan. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun