Dua . . .
Pintu lift terbuka.
Tetapi aku kembali ke ruangan merah itu! Aku kembali menekan tombol-tombol lift dan pintu lift kembali menutup. Aku mencoba mengambil ponselku namun tidak ada sinyal sama sekali. Tidak ada yang bisa kuperbuat, dan aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
Pintu lift kembali terbuka, dan ruangan itu masih ada di sana! Dan bisa kurasakan wanita itu mulai mendekatkan dirinya ke arahku setiap detiknya. Bahkan saat ini aku mulai bisa mendengar nafasnya yang berderu.
Secara mengejutkan tangannya yang dingin menepuk pundakku, itu membuat jantungku seakan berhenti berdetak! Jari-jarinya mungil namun sangat pucat. Aku menoleh sedikit untuk melihatnya. Dia kini tepat berada di sebelahku. Rambutnya masih menutupi setengah wajahnya, dan yang bisa kulihat hanya sebelah matanya. Matanya itu, menatapku dengan tatapan bengis yang membuat diriku hanya bisa mematung tak bergeming. Tetapi yang membuat diriku bergidik bukan dari tatapannya yang bengis itu, melainkan dari warna mata yang dimilikinya. Warna mata dari sosok itu berwarna senada dengan ruangan merah itu! Aku mematung, tidak dapat menggerakkan tubuhku sedikit pun. Keringatku mulai bercucuran dari dahiku dan meluncur dengan deras ke seluruh wajahku.
"Selamat datang," bisiknya dengan suara pelan menyeramkan sambil memegang tanganku yang gemetaran.
Tangan pucatnya terangkat seakan memandu tanganku yang masih memegang selebaran koran yang kubawa tadi. Koran tersebut terbuka, menampilkan tajuk utama dari berita yang belum sempat kubaca seutuhnya. Namun dengan seketika tubuhku menjadi mati rasa, dalam sekejap seolah berubah menjadi sedingin es dan mematung tak bisa digerakkan setelah membaca keseluruhan dari tajuk utama pada koran tersebut. . .
KEMBALI, SEORANG PEGAWAI HOTEL DITEMUKAN TEWAS BUNUH DIRI SETELAH MELOMPAT DARI LANTAI TUJUH BELAS . . .
Â
Lengkap dengan foto wajahku pada artikel tersebut.
Sekali lagi sosok wanita itu berbisik pelan kepadaku, "SELAMAT DATANG, DI LANTAI TIGA BELAS."