KEMBALI, SEORANG PEGAWAI HOTEL DITEMUKAN TEWAS BUNUH DIRI . . .
Belum sempat aku membaca keseluruhan berita itu, pintu lift yang sedari tadi kutunggu akhirnya terbuka dan mengalihkan pandanganku ke arahnya. Kulipat kembali koran yang berada di genggamanku, kemudian kudorong troli milikku dan segera masuk ke dalam lift yang sudah terbuka itu. Aku menekan tombol lantai UG (Upper Ground), pada tombol lift sebagai tujuanku, karena pada lantai itulah letak dapur, penatu, dan semua yang menyokong keberlangsungan dari hotel ini melakukan kegiatannya.
Pintu lift mulai menutup dengan perlahan, dan kembali kubuka koran yang kulipat pada genggamanku tadi. Namun belum sempat aku membuka sepenuhnya halaman koran itu, lampu yang menerangi bilik lift ini berkedip dengan tidak menentu. Awalnya hanya sesaat, namun kemudian kedipan itu semakin cepat. Juga, lift bergetar dengan cukup hebat seiring dengan kedipan pada lampu tersebut semakin cepat, seakan seperti ada gempa bumi atau semacamnya.
Oh, tidak, apa yang terjadi ini, gumamku. Aku harus segera keluar dari sini.
Kutekan tombol lantai terdekat, agar lift terbuka pada lantai tersebut. Namun itu percuma. Lift itu terus meluncur ke bawah dengan getaran yang semakin dahsyat.
Tujuh belas . . .
Enam belas . . .
Lima belas . . .
Empat belas . . .
Tiga belas . . .
Getaran dan kedipan pada lift itu terhenti seiringan dengan berhentinya lift. Akhirnya, gumamku dalam hati. Aku sedikit bernafas lega saat lift itu terhenti, namun aku menyadari ada sebuah kejanggalan yang terjadi. Yaitu, layar penunjuk lantai yang berada tepat di atas pintu lift menunjukkan angka tiga belas. Aneh! Padahal tidak ada lantai tiga belas di gedung ini. Dan tombol untuk menekan tombol lantai pun dibuat dengan urutan 12A dan 12B, tidak ada lantai tiga belas! Hingga akhirnya aku hanya bisa terdiam, dan pandanganku terpaku pada layar penunjuk lantai yang memperlihatkan angka tiga belas itu.