Mohon tunggu...
Patricio
Patricio Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat

pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Umum Mengenai Asal Usul, Bahasa Daerah dan Hubungan Keagamaan Dari Suku-Suku Pribumi Belu

14 Mei 2022   20:25 Diperbarui: 14 Mei 2022   20:46 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran kondisi sosial budaya secara umum dan meninventarisasi local genius atau kebudayaan etnisitas Belu mengenai asal usul nenek moyang masyarakat Belu, bahasa daerah, serta hubungan etnisitas dan aliran kepercayaan atau agama yang berkembang di tengah masyarakat etnisitas Belu. Penelitian ini bersifat deskriprif kualitatif yakni peneliti memperoleh informasi melalui kajian kepustakaan literature -- literature penelitian mengenai etnisitas masyarakat Belu maupun kajian etnisitas secara umum dalam bentuk jurnal maupun buku -- buku bacaan lainnya, serta proses pengamatan pola tingkah laku masyarakat dari suku -- suku pribumi masyarakat Belu dalam proses interaksi sosial sehari -- hari di Kota Atambua. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pendapat mengenai asal mula nenek moyang etnisitas Belu, yakni pendapat penelitian yang menyatakan nenek moyang Belu berasal dari Malaka, dan pendapat Mako'an yang menyatakan bahwa  nenek moyang etnisitas Belu merupakan keturunann Laka Loro Kmesak dan Manuaman Lakaan Na'in. Perkembangan etnisitas Belu hingga saat ini dikenal 4 suku pribumi di wilayah Kabupaten Belu yakni Suku Tetum, Bunaq, Kemak, dan Dawan yang menunjukkan iklim masyrakat multikulturalis, hidup berdampingan satu sama lain. Kekhasan etnisitas Belu yakni hubungan bahasa yang digunakan suku -- suku pribumi Belu, mempunyai bahasa yang sama dengan bahasa pribumi wilayah perbatsan Timor -- Timur. Etnisitas Belu berjalan seiringan perkembangan agama dan terjadi proses inkultrasi budaya keagamaan dengan kehidupan mayoritas penduduk etnisitas pribumi Belu seperi nyanyian inkulturasi pada Misa Senja Buku Nyanyian Madah Bakti.
Key Word: Etnisitas Belu, Suku, Sosial Budaya

PENDAHULUAN 

Kondisi sosial budaya yang cenderung dinamis menimbulkan gejala pasang surut ketahanan nasional suatu bangsa, dalam ketahanan nasional Indonesia, pokok -- pokok pilar kebudayaan daerah yang dikenal dengan local genius[1] apabila di jaga dan dirawat dengan seksama akan menimbulkan iklim ketahanan sosial budaya yang tangguh.

 Wujud ketahanan sosial budaya tercermin dalam kondisi kehidupan sosial budaya bangsa yang dijiwai kepribadian nasional berlandarkan Pancasila. Kebudayaan suku -- suku yang mendiami wilayah nusantara saat ini telah lama saling berkomunikasi dan berinteraksi dalam kesetaraan. Dalam kehidupan bernegara saat ini, dapat dikatakan bahwa kebudayaan daerah merupakan kerangka dari kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia. Dengan demikian, perkembangan kehidupan sosial budaya tidak akan terlepas dari perkembangan sosial budaya daerah (Lemhanas;2017:138).

"Indonesia yang dihuni oleh berbagai suku bangsa memiliki satu bagian wilayah yang masih melestarikan budaya tradisional, yaitu Kabupaten Belu yang beribukota di Atambua, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Belu memiliki wilayah seluas 1284.94 km2 (mencakup 12 kecamatan, 12 kelurahan dan 69 desa),2 dan berpenduduk 197.002 jiwa (Kabupaten Belu Dalam Angka 2014)",  (Retnowati, 2017:176)

Retnowati (2017) dalam kajiannya di wilayah Kabupaten Belu mengemukakan bahwa walaupun budaya tradisional Belu telah mendapatkan perlindungan dari pemerintah (Perda 5 Tahun 2009), bukan berarti tidak ada tantangan. Selanjutnya Retnowati mengaitkannya dengan Tantangan budaya tradisional adalah budaya global yang memiliki ciri-ciri yang cenderung konsumtif, terasing dari dirinya sendiri, dan hedonisegosentrik (Franz Magnis Suseno, 2008: 16-22). Hal itu berbeda dengan budaya tradisional yang unsur-unsurnya berdasarkan pada pandangan dunia yang hampir selalu ditentukan oleh agama (Franz Magnis-Suseno, 1995:247), dan cenderung memiliki rasa kebersamaan yang tinggi. Oleh karena itu, apabila dua budaya tersebut dihadaphadapkan maka akan terjadi ketegangan di antara keduanya.

 

Melihat fakta ini, muncul pertanyaan bagaimana cara meningkatkan ketahanan sosial budaya etnisitas Belu di tengah pengaruh budaya global? Untuk itu hasil penelitian ini sebagai kajian teoritis yang memberikan konsep -- konsep local genius Etnisita Belu yang dapat dipelajari sebagai bagian dalam proses meningkatkan ketahanan sosial budaya di Kabupaten Belu.

 

PEMBAHASAN

 Menurut Asmore (2001) etnisitas bersifat relational dan situasional di mana karakter etnis terlibat di dalamnya, kata etnis pada dasarnya merupakan kategori sosial atau identifikasi sosial. Kata etnisitas berarti ciri-ciri yang dimiliki suatu kelompok masyarakat, terutama ciri-cirinya yang terkait dengan ciri-ciri sosiologis atau antropologis, misalnya ciri-ciri yang tercemin pada adat istiadat yang dilakoninya, agama yang dianutnya, bahasa yang digunakan, dan asal usul nenek moyangnya sebagaimana dikatakan Berlin Sibarani.

 Kabupaten Belu, Kata "Belu" bermakana Persahabatan seperti yang dikemukankan oleh para Makoan[2], Dalam kehidupan sehari -- hari istilah "Belu" di dekatkan dengan bahasa Melayu Kupang yakni terdiri dari 2 kata BE (Saya) dan LU (Kamu), hubungan antara kata BE -- LU mengisyaratkan suatu interaksi sosial yang diartikan sebagai persahabatan.

 Ada 2 versi sejarah mengenai asal usul orang Belu yakni kajian penelitian dan cerita rakyat asal usul orang Belu yang disampaikan para Mako'an. Menurut penuturan Makoan mengenai Cerita Gunung Lakaan[3] seperti yang disampaikan bahwa pada mulanya Pulau Timor masih digenangi air, kecuali puncak gunung yang memancarkan cahaya sendiri (Laka An), menurut kepercayaan dipuncak gunung itu turun Putri Dewata bernama Laka Loro Kmesak[4] yang terkenal cantik dan sakti, karena kesaktiannya Ia dapat melahirkan anak dengan suami yang tidak pernah dikenal orang. 

 Para Mako'an Belu menyampikan Suami / Leluhur Laki -- laki kelak di kenal dengan sebutan Manu Aman Lakaan Na'in[5]. Kemudian Laka Lorok Kmesak berturut -- turut melahirkan dua orang puta putrid, yang bernama Atok Lakaan, Taek Lakaan dan Elok Loa Lorok, Balok Loa Lorok, setelah dewasa mereka dikawinkan ibunya karena dipunvak gunung tidak ada keluarga lain. Pasangan tersebuta ialah Atok Lakaan dan Elok Loa Lorok serta Taek Lakaan dan Balok Loa Lorok, yang kelak memenuhi Tanah Belu, Timor, Dawan, Rote, Sabu, Larantuka/Lamaholot. 

 Berdasarkan hasil penelitian[6] asal usul penduduk Belu pada mulnya di didiami Suku Melus (sudah punah) yang dikenal dengan sebutan Emafatuk Oan Ema Ai Oan (manusia penghuni batu dan kayu), orang melus berpostur kuat, kekar, dan pendek. Tahap perkembangan berikut terjadi migrasi cikal bakal penduduk Belu Etnis Belu dari asalnya yakni Sina Mutin Malaka, yang berlayar ke Timor melalui Larantuka, berdarkan beberapa tuturan Makoan Fatuaruin[7], Makoan Dirma[8], dan Makoan Malaka[9]sama -- sama menyebutkan tiga orang bersaudara yang berasal dari Malaka dan menetap di Belu hingga sekarang. Ada juga kerajaan Fialaran di Belu bagian Utara yang dipimpin Dasi Mau Bauk dengan kaki tangannya seperti Loro Bauho, Lakekun, Naitimu, Asumanu, Lasiolat dan Lidak.

Etnisitas Belu terdiri dari 4 Suku Besar Pribumi yang mendiami wilayah Belu antara lain Suku Tetum (terbesar), Suku Bunaq (Marae dalam Bahasa Tetum), Suku Kemak, dan Suku Dawan R. Keempat Suku Pribumi Belu tersebut mempunyai keunikan -- keunikan dalam bahasa daerahnya karena memiliki empat bahasa daerah sekaligus sehingga di Kota Atambua terkenal dengan multibahasa, bahasa daerah yang paling banyak digunakan ialah Bahasa Tetum (Lian Tetum), dialeknya terdiri atas Tetun Utara, Tetun Selatan, dan Tetun Timur[10], serta Tetun Praca, secara garis besar yang  dituturkan di kota Atambua maupun kabupaten Belu ialah bahasa Tetun Tetun Terik (dialaek Tetun Utara) yang berkembang di Lahurus, Tasifeto, kemudian Tetun Praca oleh Pengungsi Timor -- Timur, dan Tetun Fehan oleh penduduk Malaka yang menetap di  Kabupaten Belu. Bahasa Tetun lebih erat hubungannya dengan bahasa Melayu[11]. Bahasa Bunaq erat dengan  bahasa Pasifik dan masuk rumpun bahasa Trans New Guinea yang identik dengan bahasa Alor dan Papua -- Kepala Burung[12].

 Jika melihat jumlah penutur, bahasa Kemak bermukim di desa Umaklaran dan desa Sadi[13], di kota Atambua dijumpai diwilayah Tenubot dan Kuneru. Bahasa Dawan R dituturkan penduduk perbatasan wilayah Kab.  Belu dan TTS yakni Manlea, Biudukfoho[14].

 Mayoritas penduduk Belu sama halnya dengan mayoritas penduduk TTU dan Timor -- Timur menganut agama Katolik karena merupakan bekas jajahan Portugis dan bagian dari Misi Serikat Jesuit dan Seriat Sabda Allah di Timor Barat. Hal ini dilihat dari proses inkulturasi Belu yang kental dalam Gereja Katolik seperti Lagu Inkulturasi Misa Senja gaya Timor (Tetum) yang diterbitkan dalam buku Madah Bakti maupun tarian kreasi dalam mengiringi persembahan ataupun perarakan Patung Bunda Maria. Suku Matabesi di Atambua Barat masih memeluk kepercayaan Aninisme[15].

 

KESIMPULAN

 Perkembangan kehidupan sosial budaya daerah merupakan dasar dari kehidupan sosial budaya nasional. Kebudayaan asli daerah yang tidak terjamah budaya asing, dalam hal ini Local Genius perlu diperkenalkan kepada generasi ke generasi sebagai literasi kebudayaan daerah dalam memperkuat ketahanan sosial budaya yang tangguh. Kabupaten Belu yang merupakan kabupaten perbatasan yang rawan akan terpapar budaya asing perlu di berikaann literasi -- literasi mengenai kebudayaan daerah Belu yakni Etnisitas Belu.

 Perkembangan Etnisitas Belu tidak terlepas dari asal usul orang Belu, terdapat dua versi asal usul orang Belu yakni Penuturan Mako'an dan Penelitian. Menurut Penuturan Mako'an orang Belu berasal dari turunan Laka Loro Kmesak dan Manuaman Lakaan Na'in dan keturunannya berkembang hingga memenuhi Pulau Timor, Rote, Sabu, Larantuka/Lamaholot. Versi lain yang dikemukkan oleh peneliti yang melengkapi cerita Gunung Lakaan, nenek moyang orang Belu merupakan tiga orang leluhur pendatang dari Asia/Malaka "Sina Mutin Malaka" yang mencari tempat tujuannya yakni Pulau Timor, ketiga lelehur tersebut hidup berdampingan dengan penduduk pertama Belu yakni Orang Melus, dan kelak mereka menguasai Belu dengan pimpinannya Maromak Oan termasuk sebagian wilayah Atoni/Meto/Dawan yakni Insana dan Biboki, perkembangan selanjutnya tiga orang leluhur tersebut menyebar ke wilayah pulau Timor dan sekitarnya.

 Etnisistas Belu terdiri dari empat suku Besar yang masing -- masing memiliki bahasa daeranya tersendiri, Suku Tetun merupakan suku terbesar dengan bahasa daeranya Tetun yang memiki empak dialek yakni dialek Tetun Timur (wilayah Timor Leste), Tetun Utara (Tetun Terik), Tetun Selatan (Tetun Fehan), dan Tetun Praca (Tetun Dili), ketiga bahasa daerah Tetun selain dialek Tetun Timur di tuturkan di wilayah Belu oleh penduduk pribumi Belu yang tersebar di wilayah Tasifeto maupun Malaka dan oleh Pengungsi Timor -- Timur yang menuturkan Tetun Praca.

Menurut penelitian bahasa daerah Tetun memiliki pertalian erat dengana bahasa Melayu. Bahasa Bunaq/Marae merupakan bagian dari rumpun bahasa Trans New Guinea yang bertalian erat dengan wilayah Pasifik dan bahasa Alor serta Papua -  Kepala Burung. Sedangkan bahasa Kemak dituturkan orang Kemak yang menetap di Sadi dan Umaklaran,Tenubot. Bahasa Dawan R dituturkan penduduk Belu Selatan (sekarang Malaka) yang berbatasan dengan TTS.

 Agama dan Etnisitas Belu Nampak berbaut dalam wujud Inkulturasi agama Katolik dan Budaya Belu seperti Nyanyian Misa Senja Timor (Tetun) di Madah Bakti, dan lain-lain. Masih banyak sumber yang belum digali pada tulisan ini, kiranya dapat dijadikan sebagai pandangan umum atau pengantar awal untuk  diteliti dengan pendekatan lapangan secara mendalam kedepannya.

 

REFERENSI

 

Anonim. Kabupaten Belu. Diakses 13 oktober 2020 pukul 21.00 wita melalui https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Belu#cite_note-budaya-42

Anonim. Menata Kekerabatan Melalui Perkawinan; Dale Buna'; Kekerabatan berdasarkan bahasa. Diaskes pada tanggal 14 oktober 2020 pukul 14.32 Wita  melalui https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/6/D_902006009_BAB%20V.pdf

BPS Kabupaten Belu. Belu Dalam Angka 2015. Diakses 14 oktober 2020 pukul 13.00 wita melalui https://belukab.bps.go.id/backend/pdf_publikasi/Belu-Dalam-Angka-2015.pdf

Chrysantus, Valen. Budaya Kabupaten Belu. Diakes pada tanggal 14 oktober 2020 pukul 14.00 wita melalui http://belulahankritis.weebly.com/budaya-kabupaten.html

Lestariningsih, Dewi Nastiti. 2017. Penggunaan dan Pergeseran Bahasa Masyarakat Belu di Kecamatan Tasifeto Timur. Jurnal Kandai. Vol. 13. No 1, 1 Mei 2017

Retnowati, Endang. 2017. Makna Budaya Tradisional Belu Bagi Multikulturalisme: Tinjauan Filsafat. Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol. 19 No. 2 Tahun 2017

Sibarani, Berlin. 2013. Bahasa, Etnisitas, dan Potensinya terhadap Konflik Etnis. Jurnal Bahas No. 85 TH 39 (2013)

Talok, Nuel Lelo -- Indonesia Timur Tempo Dulu. 27 Desember 2014. Sejarah Asal-Usul Manusia Belu, Timor dan Kepulauannya Mengenal Sejarah Belu, Timor dan Kepulauannya,. Diakses pada tanggal 14 oktober 2020 pukul 17.00 wita melalui  https://web.facebook.com/Indotimurdulu/photos/sejarah-asal-usul-manusia-belu-timor-dan-kepulauannya-mengenal-sejarah-belu-timo/842740995782453/?_rdc=1&_rdr

Tim Pokja Geostrategi Indonesia dan Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia. 2017. Bahan Ajar Bidang Studi Ketahanan Nasional. Jakarta : Lemhanas RI.

Catatan Kaki

[1] Local genius ialah nilai -- nilai budaya yang tidak dapat dipengaruhi oleh budaya asing, atau dengan kata lain Local genius mampu beradaptasi dengan budaya asing tanpa kehilanan identitasnya (Lemhanas, 2017:138)

[2]Makoan ialah Tua Adat yang mengerti cerita sejarah dan atau tua adat pelaku sejarah di Belu.

[3] Endang Retnowati. Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol 19 No. 2 Tahun 2017 hal. 182

[4] Artinya Putri tunggal yang tidak berasal usul (Bahasa Tetum)

[5] Artinya Tuan dai Puncak Jago Lakaan. Karena kerahasian nama itu Laka Lorok Kmesak dijuluki Na'in Bilak An artinya berbuat sendiri dan menjelma sendiri.

[6] https://belukab.bps.go.id/backend/pdf_publikasi/Belu-Dalam-Angka-2015.pdf, hal iv-ix

[7] Nekin Mataus (Likusaen), Suku Mataus (Sonbai), Bara Mataus (Fatuaruin)

[8] Loro Sankoe (Debuluk, Welakar), Loro Banleo (Dirma, Sanleo), Loro Sonbai (Dawan)

[9] Wehali Nain, Weweiku Nain, Hatimuk Nain.

[10] SIL. 2006. Bahasa -- Bahasa di Indonesia yang termuat dalam Jurnal Kandai Vol 13, edisi 1 mei 2017 hlm 34 oleh Dewi Nastiti Lestariningsih"Penggunaan dan Pergerseran bahasa masyarakat Belu di kec. Tasifeto Timur".

[11] https://web.facebook.com/Indotimurdulu/photos/sejarah-asal-usul-manusia-belu-timor-dan-kepulauannya-mengenal-sejarah-belu-timo/842740995782453/?_rdc=1&_rdr

[12] Dale Buna'; Kekerabatan berdasarkan bahasa melalui https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/6/D_902006009_BAB%20V.pdf

[13] Lestariningsih, Penggunaan dan pergeseran bahasa masyarakat Belu di Kecamatan Tasifeto Timur. Jurnal Kandai, vol 13 No. 1 Mei 2017 hal. 34

[14] http://belulahankritis.weebly.com/budaya-kabupaten.html

[15] Lestariningsih, Op cit. hal. 180 - 181 .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun