Alamak, panas bedengkang!
Rabu petang memang tenarlah dengan mataharinya yang bertingkah, persis bocah tengil tiada akhlak. Dengan sembrononya, ia menjerang hidup-hidup orang di atas aspal. Belum lagi, asap knalpot menyesaki dada orang-orang ‘malang’ yang tak punya cukup duit untuk dapat berlindung di balik kaca mobil. Uih, bertambah beranglah pengendara motor. Tapi, kalau mereka memang bukan hamba yang kurang ajar terhadap Tuhan, seharusnya mereka punya cukup rasa syukur untuk tidak bernasib sama macam bocah itu.
Seorang bocah kerempeng penuh daki tengah mengocok kaleng berisi kerikil. Marakas, katanya. Dengan senyum merekah, ia asyik mengocok-ngocok marakas.
Krakcekrak, krak-krakcekrak, krakcekrak, krak-krakcekrak.
Bisingkah bunyinya? Iya, kalau dia bermain tepat di depan telingamu. Jalan raya itu cerita lain, sebab belum sempat marakas bernyanyi, ia tercekik dihimpit ribut klakson yang saling beradu muncung. Bocah itu terlalu asyik mengocok, tanpa mengetahui bahwa suara marakasnya terlanjur ditelan huru-hara jalan raya.
Tidak ada yang peduli dengan bocah gelandangan.
“Dinas sosial akan memungutnya nanti,” pikir seorang pengemudi dengan plat putih.
“Hmm, ya, keluarganya akan menemukannya kelak,” pikir seorang lain dengan plat merah.
Atau mungkin juga ada yang (sedikit) peduli. Misalnya, seorang ibu-ibu disana yang tengah menurunkan kaca mobil. “Nak, sini!” Si bocah kerempeng langsung berlari sumringah, untuk kemudian mengetahui bahwa ia hanya menyusul seplastik sisa remahan peyek. Bocah itu masih tahan memamerkan gigi kuningnya, seolah berkata: “Tak apa, aku suka segala macam remahan keripik.”
Tak lama, kaca di bangku belakang ikut turun. Nongol muka seorang nenek yang bertampang kecut, tampak merasa tak enak sebab anaknya telah kurang ajar memberi gelandangan makanan sisa. Ia memalingkan wajah ke si bocah. Ajaib, keras wajahnya melunak, menjelma paras sesosok malaikat yang benar welas asih. Ia kemudian mengaduk-ngaduk tas miliknya. Oh! Sebuah dompet. Seonggok kertas wangi tampak tersusun rapi di dalamnya. Ia menyisir sebagian dan mengeluarkan selembar uang ungu, diberikannyalah pada si bocah malang dengan senyum tulus.