Mohon tunggu...
M.D. Atmaja
M.D. Atmaja Mohon Tunggu... lainnya -

Teguh untuk terus menabur dan menuai. Petani.\r\n\r\neMail: md.atmaja@yahoo.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Empuku, Perempuanku

8 Februari 2011   03:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:48 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keagungan seorang perempuan membuatnya bermahkota di hadapan ala semesta, dan NJ menuliskannya demikian:

Doa ibu mencipta senyum menafaskan angkasa
bagaikan gelombang ke pantai berulang-ulang (I : V)

NJ kembali menghadirkan rangkaian simbol yang sederhana, tapi sekali lagi saya mengajak agar kita tidak terjebak atau sampai meremehkan struktur yang terbangun di ayat V ini. Rangkaian yang menghubungkan antara “Ibu” dan “angkasa” serta doa yang bergandengan dengan napas. Menurut saya, racikan yang mengandung estetika dan ritual mistis di dalamnya. Ibu dan Bapak (angkasa) dalam simbolisme Jawa memiliki posisi penting, menjadi satu sebagai Hidup. Doa yang mengawali dapat kita uraikan sebagai cinta, kebijaksanaan, dan tentu saja ketuhanan. Tiga aspek yang dilafalkan (doa) memungkinkan adanya kelangsungan hidup (menapaskan) yang terus menerus.

Adanya hubungan baik antara ibu dan angkasa dapat menjadikan dunia terus ada. Hubungan baik ini dapat menciptakan keadaan yang penuh kasih, ketaatan, kesholehan sehingga hari penghancuran itu diundurkan karena di dunia tidak ditemukan kejahatan. Kita sama-sama menyakini kalau kejahatan dapat mendatangkan murka Tuhan, kemudian lain halnya dengan cinta, kebijaksanaan dan laku ketuhanan mendatangkan kebaikan. Tiga laku dasar yang ada di dalam doa ibu (gerak perempuan) dapat mengukuhkan hati lelaki dan keturunannya untuk terus menapak di jalan yang lurus. Kita perlu mengingat dan memberi garis batas yang jelas, bahwa doa berbeda dengan bujuk-rayu. Perempuan yang berdoa mendatangkan kebaikan sedangkan perempuan yang penuh bujuk rayu mendatangkan malapetaka. Kita bisa melihat bagaimana hubungan antara Allah, Adam, Hawa, Setan, dan Buah Khuldi. Allah memerintahkan agar Adam-Hawa banyak-banyak memuji (berdoa) pada-Nya dan menjauhi (baca: makan) Buah Khuldi. Setan membujuk Hawa, kemudian Hawa membujuk Adam sampai akhirnya Adam-Hawa diturunkan ke dunia fana dengan telanjang dan terpisah.

Perempuan, Perhiasan Dunia

Seindah-indahnya perhiasan dunia adalah istri (perempuan) yang sholehah, begitu saya mencoba mengutip bebas pesan yang diwasiatkan Nabi SAW pada kita. Perempuan sebagai perhiasan, terkesan sepele dengan suatu nilai yang sungguh tidak penting di dalam tatanan kehidupan. Sebab, hanya sebagai perhiasan dalam fungsi yang tidak begitu dibutuhkan. Akantetapi, perhiasan akan menjadi teramat penting sebab kehadirannya mampu memberikan warna hidup. Perhiasan menjadikan hidup menjadi lebih indah, ceria, dan tentu saja lebih bermakna. Hiasan, semisal warna memberi nuansa hidup agar lebih hidup. Kita bisa membayangkan bagaimana kalau seandainya dunia tempat kita berpijak ini hanya satu warna saja. Maka hidup akan terasa kosong, dengan kata lain tidak ada kehidupan di sana.

Warna juga mampu memberikan kita bentuk mengenai segala yang nampak oleh pandangan, pun yang tidak nampak pandangan. Kehadiran perhiasan seperti ini, menampakkan sesuatu yang tanpa keberadaannya tersembunyi. Akantetapi, makna yang diterjemahkan menumbuhkan perhelatan misteri yang baru. Seperti ayat VI dan VII surat Membuka Raga Padmi di bawah ini:

Perawan cantik sejagad keturunan Hawa, kepadanya cahaya memancar
dan setiap lelaki yang dicintai, niscaya bermahkotakan raja (I : VI)

Menjadikan awan kerudung baginya,
lalu kegundahan menderas bagi menertawai (I : VII)

Kedua ayat di atas memberikan gambaran atas posisi akan perhiasan. Takdir yang sudah disematkan pada perempuan dalam babak ini sebagai perhiasan, seperti cahaya itu sendiri. Menampakkan dalam terang yang akhirnya memunculkan warna serta bentuk-bentuk. Dunia menjadi indah dalam bentuk dan warna tersebut. Aspek mendasar adalah warna (yang ada melalui cahaya) yang membuat dunia indah karena perhiasan. Sampai, perhiasan itu hadir sebagai mahkota raja, simbol mengenai kekuasaan akan hidup.

Apabila kekuasaan itu tertutupi, menjadikan keadaan yang meragukan. Awan di sini dapat mewakili suatu sikap, perhiasan yang baik dengan demikian mengisyaratkan keadaan perilaku (esensial) yang baik pula. Perempuan yang mampu berperan sebagai empu yang sebenarnya, tidak sekedar tumpukan (hati) besi, mata (berlian), (wajah dan tubuh) emas, maupun (senyuman) intan permata. Jauh dari sekedar aspek material pembangunnya, seorang empu mengandungi esensi yang dapat menyelaraskan hidup dan sekaligus memaknainya. Kaum Adam, dipesankan NJ agar cermat dalam memilih dan menempatkan perhiasan agar tidak sakit dalam perjalanan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun