Mohon tunggu...
M.D. Atmaja
M.D. Atmaja Mohon Tunggu... lainnya -

Teguh untuk terus menabur dan menuai. Petani.\r\n\r\neMail: md.atmaja@yahoo.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Empuku, Perempuanku

8 Februari 2011   03:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:48 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan kekuatan dan keperkasaan semu mengenai keindahan pohon Jati. Akantetapi, pohon Jati menyimpan kekuatannya di dalam diri. Melihat fenomena ini, pohon Jati secara jelas tidak membutuhkan pujian karena apa yang nampak (penampilan fisik) namun dari apa yang ada di dalam dirinya. Untuk memberikan penggambaran yang jelas, mari kita mencermati syair Rumi, yang mengatakan bahwa: “Jiwa adalah seperti sebuah cermin yang jernih; raga adalah debu di atasnya. Keindahan di dalam diri kita tidak terlihat karena kita di bawah debu” (Shah, 1985: 128) atau “Jangan memandang bentuk luarku, tetapi ambillah apa yang ada di tanganku (ibid: ii).

Seperti itulah pohon Jati. Dari luar, ia akan nampak gersang apalagi saat musim kemarau, maka akan seperti pohon mati. Tidak rindang, pun hijau namun menyimpan kekuatan hakekat yang luar biasa. Kemudian kita pun akhirnya bertanya-tanya, bagaimana agar seperti pohon Jati? Pertanyaan ini pun telah dijawab NJ dengan “kering berpuasa”. Dalam kehidupan masyarat Jawa dikenal istilah “ngatuske segara” atau mengeringkan lautan yang merujuk pada perut manunusia. Lapar dalam berpuasa dijalani dengan kemantapan hati dan ikhlas seperti “ombak kuluman bibir samudra” mampu mengukuhkan kekuatan diri yang pada hakekatnya sudah dimiliki semenjak lahir. Puasa sebagai jalan mengalahkan hawa nafsu (keingin manusia mengenai duniawi) untuk memenangkan rasa (jiwa) sejati.

Di dalam diri kita ada musuh, hal ini sudah saya singgung di atas, yang hakekatnya melemahkan jiwa yang sejati. Menjalani hidup seperti pohon Jati, dengan tidak langsung memenjarakan musuh yang melemahkan. Jika jalan hidup sudah dilalui layaknya pohon jati, maka:

Ia mengalirkan daya pesona, terimalah waktu di dasar renungan
Hasrat tumpah di jalanan membentang, gerak sadar pun ketaklumrahan (I : X:LV)

Ini dapat dikatakan sebagai hasil, yakni orang itu dimabuk kepayang oleh cinta pada Hidup (Allah). Orang yang dimabuk cinta seperti orang gila yang menampilkan hasrat (rindu) di muka umum. Sampai, membuat pecinta itu tidak sadar dengan apa yang dilakukan. Adanya pesona, suatu kekuatan yang tumbuh di luar kesadaran, sadar namun tidak sadar dengan apa yang sudah terjadi. Seperti, apakah pohon Jati menyadari kekuatannya sendiri? Jalan hidup dalam surat Membuka Raga Padmi ini, NJ menghadirkan jalan cinta yang penuh dengan penderitaan yang hakekatnya terasa nikmat. Jalan, yang selaykanya penanaman pohon yang membuahkan kenikmatan abadi. Laku!

Bantul dan Banjarnegara – Studio SDS Fictionbooks, 12 Januari 2011.
Sumber: http://phenomenologyinstitute.wordpress.com/2011/01/24/empuku-perempuanku/

http://sastra-indonesia.com/tag/md-atmaja/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun