Kembali pada konsep CBSA memiliki ciri-ciri, di antaranya (i) adanya keterlibatan siswa dalam menyusun atau membuat perencanaan, (ii) proses belajar mengajar dan evaluasi, (iii) keterlibatan intelektual-emosional siswa melalui kegiatan mengalami, menganalisia, berbuat dan pembentukan sikap, (iv) adanya keikutsertaan siswa dalam menciptakan situasi yang cocok untuk mengajar, (v) guru sebagai fasilitator dan koordinator, (vi) dan menggunakan metode pengajaran bervariasi, alat serta bahannya.
Ragam metode CBSA yang dikembangkan oleh Robert Glaser, jika mengajar mempunyai tujuan melalui kegiatan belajar maupun isi pengajaran berupa perkenalan  pelajaran sebelum terjadi proses belajar mengajar (Entry Behavior) yang akan diberikan sampai sejauh mana penguasaan siswa terhadap bahan yang diajarkan. Yakni apakah siswa menguasai bahan pelajaran yang diberikan guru atau sampai sejauh mana siswa menguasai materi yang diajarkan.Â
Setelah tahap pengenalan ini, barulah beranjak pada strategi pengajaran, meliputi metode dan kegiatan yang dilakukan, alat atau media yang digunakan, dan alokasi proses belajar berlangsung. Langkah terakhir adalah melaksanakan evaluasi atau penilaian terhadap proses belajar. Tujuan, pengenalan siswa maupun prosedur pengajaran ini adalah sebagai catu balik yang sangat penting. Sebab, penempuhan konsep CBSA digambarkan penerapan secara umum berdasarkan pandangan umum kita tentang rangkaian peristiwa proses belajar.
Menurut Gagne dan Briggs (1979:154-155), menggambarkan rangkaian peristiwa proses belajar, sebagai berikut: Pertama, attention (perhatian), yaitu besarnya penerimaan detaganya rangsangan. Kedua, selective perception, yaitu mengubah rangsangan menjadi gambaran objek benda untuk disimpan dalam ingatan jangka pendek. Ketiga, rehearsal, yaitu memelihara dan memperbaruhi apa yang tersimpan dalam ingatan jangka pendek.Â
Keempat, semantic encoding, yaitu proses mempersiapkan penyimpanan informasi jangka pendek. Kelima, retrieval, yaitu mengembalikan informasi tersimpan kepada pembangkit respons termasuk dalam proses mencari. Keenam, response organization, yaitu memilih dan mengorganisasi penampilan. Ketujuh, yaitu peristiwa eksternal yang tersusun dalam penggerakan proses reinforcemen (penguat), dan kedelapan, excutive control, yaitu memilih dan mengaktifkan strategi kognitif. Beberapa rangkaian peristiwa tersebut tidak selalu runtut. Namun sebagai pengajar kita wajib memunculkan peristiwa-peristiwa tersebut.
CBSA, konsep belajar kelompok ini kita mengenal Entry Behavior, yaitu tingkat kemampuan siswa terhadap pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki, yang lebih rendah dari apa yag akan dipelajari. Siswaa kan memiliki kemampuan baik bila telah memiliki kemampuan yang lebih rendah daripada bidang yang sama.Â
Sehingga pada dasarnya entry behavior ini berkenaan tentang bagaimana keadaan pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki terlebih dahulu oleh siswa sbelum mempelajari keterampilan baru. Kemampuan siswa bersifat individual yang hampir mirip dengan readiness (kesiapan) individual. Contohnya, kesiapan membaca, menunjukkan kepada performans yang sudah dimiliki sebelum memulai membaca.
Dalam pengertian umum, readiness sering diartikan dengan maturation (kematangan), yaitu keadaan di mana individu melakukan konsentrasi untuk belajar melakukan sesuatu. Artinya setiap individu dianggap peka melakukan proses belajar kemampuan tertentu tidak sama, karena tergantung pengaruh lingkungan sekitar. Maturation berfungsi sebagai proses pertumbuhan baik fisik maupun mental, sedangkan readiness merupakan hasil daripada maturation dan latihan pengajaran, berarti individu dipandang siap melakukan sesuatu bila sudah matang dan pengalaman tertentu sebagai landasan melakukan perbuatan.
Pengenalan dari entry behavior dilakukan melalui wawancara atau test, dengan mengetahui tingkat kemampuan awal siswa. Selain itu, juga dilakukan melalui analisis instruksionalyag dibuat hirari tingkat kemampuan atau penguasaan bahan. Pengajaran entry behavior ini ketika dilakukan secara individual sangat mudah diidentifikasi.Â
Berbeda dengan kelompok. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan mengidentifikasi kemampuan awal secara pukul rata berdasarkan hasil tes yang dilakukan. Sebagai pendekatan kelompok tersebut, ada beberapa metode yang dianggap ampuh untuk segala keadaan. Metode ini dapat dilakukan secara variasi ataupun berdiri sendiri. Beberapa metode yang dimaksudkan adalah metode kuliah (ceramah), metode diskusi, metode simulasi, metode demonstrasi atau eksperimen, dan metode inquiry dan discovery.
Aplikasi proses belajar mengajar tidak akan berlangsung lancar tanpa ada media pengajaran yang tepat. Media yang dimaksudkan adalah perangkat yang digunakan sebagai penunjang pengajaran sehingga dapat menunjang efektifitas dan efisiensi proses belajar mengajar. Menurut Gagne dan Briggs (1979), media itu penting sebagai alat merangsang proses belajar.Â