Mohon tunggu...
Mbak Day
Mbak Day Mohon Tunggu... -

A mother of two wonderful children. Dreaming to have a magical door to go where she wants

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Keluargaku

2 Oktober 2012   11:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:22 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah mengantar anak-anakku ke sekolah, akupun segera meluncur ke kantor. Orang pertama yang ingin aku temui hari ini adalah Pak Supeno. Sang Office Boy yang telah berhasil mengubah cara pandangku tentang arti cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki di dalam suatu keluarga. Pendidikannya boleh jadi amat jauh dibandingkan tingkat pendidikanku. Tapi justru dia lah yang mengajariku pelajaran yang amat berharga dalam hidup. Hari itu aku sudah siap dengan keputusanku mengenai status kepegawaian Pak Supeno. Aku berhasil meyakinkan Direksi bahwa tenaga Pak Supeno masih diperlukan untuk bekerja di perusahaan, tetapi mengingat usia pensiunnya, maka aku mengusulkan agar Pak Supeno tetap mengambil paket pensiun dini yang ditawarkan, dan selanjutnya mempekerjakan Pak Supeno kembali dengan status karyawan kontrak. Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, karyawan kontrak tidak boleh melebihi 3 tahun dan harus diangkat menjadi karyawan tetap setelah lewat masa 3 tahun tersebut. Lagi-lagi, aku berhasil meyakinkan Direksi bahwa dengan rumusan kalimat di Peraturan Perusahaan yang ada saat ini, pengangkatan karyawan tetap yang berusia di atas 56 tahun dapat dilakukan oleh Perusahaan berdasarkan persetujuan Rapat Direksi. Dengan berbekal skenario itu, akupun siap bertemu Pak Supeno membawa kabar baik untuknya. Lebih dari itu, aku ingin berterima kasih kepada Pak Supeno atas 'pencerahan' yang telah ia berikan dalam hidupku. Aku sudah membulatkan tekad untuk berhenti bekerja dan merintis pekerjaan freelance dari rumah, agar aku bisa lebih dekat berada di tengah anak-anak dan suamiku. Aku tidak mau lagi terjebak dengan rutinitas deadline dan meeting yang tiada habisnya dari tahun ke tahun sampai akhirnya akupun tidak ingat kapan anak pertamaku mendapat menstruasi pertamanya, atau menemani anak keduaku di rumah sakit ketika tangannya sobek terinjak sewaktu bermain bola di sekolah, atau kehilangan kesempatan untuk mengibur anak keduaku yang amat bersedih karena kucing kesayangannya tertabrak motor di depan rumah. Aku selalu kehilangan setiap kejadian kecil maupun kejadian penting yang dialami anak-anakku. Cukup. hampir 20 tahun aku mengabdikan diri untuk perusahaan dan orang lain yang bahkan tidak pernah menghiburku disaat aku amat bersedih dengan kepergian ibuku, yang tidak tahu derita yang harus aku lewati melawan penyakit liverku yang semakin memburuk... semua kesedihan dan sakitku aku tumpahkan hanya kepada anak-anak dan suamiku di rumah. Merekalah orang pertama yang paling peduli dengan keberadaan senyum di bibirku. Kini giliranku untuk merangkul dan kembali kepada mereka....sebelum aku menyesal karena tidak memiliki kesempatan itu.

Aku tertegun di lobby kantorku ketika kulihat orang berkerumun sambil bertangisan. "Ada apa?" spontan aku bertanya kepada salah seorang rekanku yang sedang menangis berpelukan dengan rekan kantor yang lain. "Kita baru dapat kabar, Pak Supeno mengalami kecelakaan motor pagi ini. Motornya terseret truk dan nyawanya tidak tertolong...". Akupun lemas dan nyaris tidak bisa bernafas.... Inna Lillahi wa inna ilaihi Rojiun... Aku menyesal karena tidak sempat berterima kasih langsung kepada Pak Supeno. Tekadku semakin bulat... Tidak boleh ada penyesalan yang berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun