Mohon tunggu...
WAHYU AW
WAHYU AW Mohon Tunggu... Sales - KARYAWAN SWASTA

TRAVELING DAN MENULIS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Obrolan Bapak dan Anak (Bersepeda Bermacam Cerita)

24 Mei 2023   18:00 Diperbarui: 24 Mei 2023   17:57 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bisakah kau lumatkan kerikil dan bebatuan menjadi lebur? Dengan jari-jari tangamu sendiri adalah sesuatu yang perlu dicatat. Jawab Nur menggeleng, dengan sekali gelengan bilang dan bicara tidak. Tidak mungkin sekali sentuh lebur jadi tanah pasir.

Sebaliknya, untuk seorang Nur dengan berkali-kali sentuh akan tetap demikian, kecuali alamlah yang akan mengujinya menata dan menempatkannya bareng-bareng sebagaimana mestinya. Penting untuk terus melihat perubahannya dalam hujan deras dan panas yang menyengat.

Selang waktu berganti, bergantilah pandangan mata Bapak dan anak. Terus dibuatkan kisah-kisah sebagai mana cerita-cerita banyak yang hadir dimanapun berada dan keberadaannya diada-adakan.

Satu diantaranya untuk tak mengingatkan song-song hari yang penuh tanjakan dan turunan. Mencoba perpanjang akal dan angan dalam sesaat datang menjemput kesendirian. Dan bila esok pagi datang, tahu telah taklukkan dengan tanpa terasa, tanpa kita sadari kita di sini.

"nur...Nur tentunya lihat pohon-pohon itu!"

"Saya lihat, Pak!"

Bagus...manis bila melihatnya. Artinya lebih baik daripada tak melihatnya, artinya masih bisa diantar dan dibingkiskan untuk pengisian kepekaan jiwa, karena banyak diantara mereka tak bisa lihat lagi hijaunya pohon dan pepohonan.

"Tahu nggak Nur?"

"Apanya?"

Tahu nggak...berapa banyak mereka tak bisa lihat pepohonan yang hjau dan rindang. Sebaliknya, ketahui pula sekian banyak orang bukannya nggak bisa melihat pohon dan pepohonan, tapi katanya enggan dan tak bisa dapatkan apa-apa. Paling dapatkan daun-daun kering dan ranting-ranting berserakan, tinggalkan saja biarkan angin berserakan membawanya ngabur.

Namanya juga manusia, di atas kerendahan jiwanya melihat yang tinggi. Sudah begitu tinggi lupa merendah dan merunduk. Mau terus menjulur hingga akhirnya menyentuh langit-langit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun