Obrolan Bapak dan Anak (Bersepeda Bermacam Cerita)
Minggu berikutnya...Nur diajak jalan lagi Bapaknya. Awalnya nolak, tapi sesudah dibilangin pergi ke tempat lain dianya nurut. Mau aja dengan banyak-banyak catatan. Satu diantaranya tidak lagi berpetualang ke sawah, inginnya lihat pemandangan lain yang lebih menyejukkan daripada bermandikan lumpur yang menjengkelkan.
Bapak Nur setuju, dengan catatan naik sepeda GL alias genjot langsung.
Salaman...kata sepakat sebagai tanda jadi. Jam itu pula, menit dan detik itu pula jaga mereka, mereka Bapak dan Anak bersiap. Tambatkan sepeda keluar dari istalnya dan digayuh menaiki bukit berbatu.
Ngoss-ngossan man, bikin tenaga terkuras. Habis energi, apalagi Nur yang di depan, babe nangkring manis di belakang. Hanya saja sedikit meringankan adanya trend satu kayuh berdua.
Cukup lumayan, lumayan melelahkan. Bikin miring lagi, Nur terpental kembali dari persaingan. Lumayan juga memakan dan menyita perhatian.
Makanya berdampak lain ikutan kacau dibautnya. Cara menggayuh sepeda berpaling juga pada caranya agak ugal-ugalan. Agak miring dan zig-zag ke kanan-kiri. Lantas terpental ke luar jalur menasaki dan menabrak kerikil tak tertata rapi. Terkadang agak tergelincir sebab dan musababnya dikit kehilangan keseimbangan.
Lagi-lagi si Bapak hanya tersenyum, tersenyum ramah tak ke mana-mana dari bibirnya. Salah sedikit terjatuh tak merasa membuat si Bapak terganggu, kalau takut yaa tidak usah naik sepeda.
"Nur capek...Nur ingin istirahat!"
Apa mau bisa dikata lagi, rasa hormat dan senyum ndak bisa dipaksakan untuk berontak. Seorang anak ini yang tiada lain Nur selalu turut dan menurut pada orang tuanya.