"...begitu pak guru, cerita gambarku" Rahel mengakhiri cerita dengan suara tangisan yang ia tahan. Saya melihat dirinya sedikit gemetar sehingga membuat saya memijat-mijat pundaknya.
Kelas menjadi sepi. Bahkan saya tidak tahu harus berkata apa.
"Uhm...Pak Guru, sebenarnya anak haram itu apa?" pertanyaan melayang gemetaran dari bibirnya, hal yang kemudian membuat saya menengok kepadanya.
Rahel menatap saya yang masih belum bisa berkata-kata dengan tatapan yang memiliki embun pada sudut mata. Sementara detik berlalu dalam kesunyian kelas, saya memutuskan untuk membelai rambutnya.
"Ya pak guru! Anak haram itu apa! Soalnya bapakku juga pernah bilang kalau salah satu temen mainku itu adalah anak haram! Dan aku nggak boleh deket sama dia!" ucap Sahrul antusias sembari berdiri.
"Ya pak guru! Anak haram itu apa?!" Rena, siswa perempuan yang duduk didepan saya juga bertanya.
Kelas kemudian menjadi ribut dan tidak lagi kondusif. Opini siswa dan siswi berseliwaran di dalam kelas dan menjadi gaduh, saya mengangkat jemari ke bibir agar mereka diam. Dan perlahan, kelas menjadi sepi kembali.
 "Anak haram itu...." Saya diam sejenak dan memperhatikan mereka semua sembari mengacak-acak rambut Rahel.Â
"...Adalah istilah untuk anak-anak spesial di muka Bumi yang dilahirkan dengan mental dan tubuh yang lebih kuat dibandingkan dengan anak yang lainnya. Anak haram artinya ksatria, karena mereka dilahirkan Tuhan untuk bertarung melawan hal-hal yang tidak pada tempatnya. Jadi tugas kalian sebagai anak yang tidak haram...adalah untuk membantu mereka ngelawan ketidakadilan itu, paham?!"
"Paham pak guru" ucap mereka serentak.
Saya kemudian mempersilahkan Rahel duduk kembali di bangkunya dan saya segera menutup kelas.