Catatan; Kisah ini merupakan ingatan saya terhadap kisah si Buyung dan Negeri Bunian yang saya baca belasan tahun silam ketika saya masih di SDN 7 Renggung. Jadi mengenai cerita didalamnya bisa jadi terdistorsi oleh ingatan saya yang memudar, serta dari gambar-gambar yang ada di buku tersebut. Maka dari itu, untuk membuat cerita tersebut utuh, saya harap pembaca membaca cerita versi aslinya.
Sebagai tambahan, adapun cerita ini berasal dari daerah Minangkabau dan Sumatera. Serta merupakan bagian dari tulisan saya yang berjudul 'Negeri Bunian dan Miskonsepsi Kita Terhadap Kepedulian'. Namun sayangnya saya rasa terlalu terjun kedalam fantasi saya terhadap cerita ini sehingga kata-katanya menembus 1300 kata. Maka dari itu, saya menciptakannya menjadi dua artikel terpisah, dan tentunya, semoga cerita ini bermanfaat untuk anda.
Ditulis, Selasa, 10 Mei 2022 pada jam 01:44 sembari mendengar lagu klasik dari zaman entah berantah. Penulis sepertinya menderita insomnia dan akan mencoba untuk tidur selepas menulis artikel ini.
Baca Juga :Â Akankah Kita Saling Meninggalkan? (Puisi)
Baca Juga :Â Kau Adalah Meriam Dardalenna (Cerpen)
Baca Juga :Â Tuhan, Bolehkah Sajadah Ini Kutinggal Sebentar? (Puisi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H