Mohon tunggu...
Widyo
Widyo Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen

ASN Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilihan Rektor PTN, Otonomi Setengah Hati

9 Oktober 2015   16:59 Diperbarui: 9 Oktober 2015   18:16 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesuai Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dalam mengelola lembaganya, perguruan tinggi dibedakan menjadi 3, yaitu:

  1. Perguruan Tinggi Negeri (PTN),
  2. PTN Badan Hukum, dan
  3. Perguruan Tinggi Swasta (PTS),

Adapun tata cara pengelolaannya diatur dengan peraturan pemerintah Nomor 4 Tahun 2014, yang antara lain mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian pemimpin PTN.  

Sebagai pedoman lebih teknis pelaksanaan PP tersebut, Kementerian menerbitkan Peraturan MenristekDikti Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor Perguruan Tinggi Negeri (PTN), yang khusus mengatur PTN, dan Pasal 7 Ayat e poin (1) Permenristekdikti tersebut menyatakan “Menteri memiliki 35 persen hak suara dari total pemilih”.

Kecuali untuk PTN baru, pemilihan dilakukan secara bertahap, melalui 4 tahapan, yaitu:

  1. tahap penjaringan bakal calon,
  2. penyaringan calon,
  3. pemilihan calon, dan
  4. pengangkatan.

Tahapan ke 1 dan ke 2 dilakukan oleh Senat Perguruan Tinggi, sedangkan tahap ke 3 dilakukan secara berjenjang, yaitu putaran pertama untuk memilih 3 calon terbaik oleh Senat, yang kemudian dilanjutkan dengan pemilihan putaran kedua oleh Senat (65% suara), dan Menteri (35% suara).

Disinilah letak permasalahannya, yaitu apakah Menteri dalam menggunakan suaranya dilakukan secara objektif dan bijaksana? Baik hati dan lemah lembut? (ini tambahan khusus). Faktor subjektif menteri dalam memberikan suaranya pastilah ada. Seorang calon yang memiliki kedekatan dengan pusat kekuasaan cenderung akan memperoleh suara yang lebih banyak bahkan bisa jadi hampir semua suara Menteri. Walaupun dari segi aturan tidak ada yang dilanggar. 

Banyak pihak yang merasa keberatan dan bahkan menyatakan pemilihan rektor ini seperti jaman feodal. Bukan masalah hak pemerintah atau menteri, tetapi kita harus melihat dari perspektif keefektifan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan efektif apabila pemimpin organisasi didukung oleh anggota organisasi atau setidaknya mayoritas anggota organisasi.

Secara rasional hak suara Pemerintah c.q. Menristekdikti yang 35% dapat dipahami, walaupun bisa jadi hanya sebuah pembenaran dan rasioanl yang dicari-cari. Tetapi melihat praktek pemilihan di beberapa PTN, kita dapat melihat bahwa Menteri telah menggunakan hak suaranya secara tidak demokratis, misalnya yang terakhir di Universitas Andalas. Jadi masalahnya bukan rasional dan proporsi atas hak suara yang 35%, tetapi bagaimana Menteri menggunakan hak suaranya. Apakah ditunaikan atas pertimbangan objektif dan kepentingan nasional atau pertimbangan subjektif dan kepentingan golongan?.

Apa implikasinya?

Idealnya suara Menteri harus diberikan kepada minimal 2 calon secara proporsional. Lalu bagaimana kalau suara Menteri hanya untuk satu calon yang dipesan?

Secara logika pasti tugas seorang Rektor dalam menjalankan organisasinya akan sangat berat, dan akan jauh dari organisasi yang sehat. Karena bagaimanapun dukungan anggota organisasi yang dalam hal ini direpresentasikan oleh Senat hanya minimal. Artinya selain harus menjalankan tugas utama menjalankan tridharma, pasti akan ada"tugas tambahan" meyakinkan anggota Senat dan pendukungnya untuk bahu membahu menjalankan organisasi. Belum lagi "klik" yang yang bakal timbul. Tapi ini bukan "klik" yang dianjurkan Polisi ketika memakai helm.

Apakah permasalahan pengangkatan dan pemberhentian hanya terjadi di PTN? Tidak juga. Walaupun telah memiliki otonomi penuh, seperti Universitas Indonesia yang ber BH, dan perguruan tinggi terbaik dalam segala hal di Indonesia, masih juga bermasalah. Pada pemilihan yang baru lalu terjadi kisruh berkepanjangan sebelum akhirnya terpilih Rektor definitif, Prof Anis. Demikian pula yang terjadi di Universitas Sumatera Utara. Medan!.. Apalagi PTS..

Bagaimana ke depan?

Alih-alih berencana mengubah atau mengurangi suara Menteri, bahkan terdengar ada rencana revisi aturan yang akan mengatur bahwa senat PTN hanya sebatas mengusulkan nama tiga calon rektor. Selanjutnya Menristek Dikti yang memilih calon mana yang akan ditetapkan sebagai rektor (ini baru sebatas wacana). Seperti jaman dulu lagi.

Semoga tidak demikian, karena Indonesia yang sangat kita cintai ini adalah negara demokrasi, dan paling demokratis di Asean.

Memang selain kaya sumber daya alam, kita juga kaya masalah.

Wassalam..

Permenristekdikti No 1 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor PTN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun