Indonesia, dengan populasi 281 juta, di mana lebih dari 80% di antaranya beragama Islam, memiliki potensi besar untuk memimpin pasar keuangan syariah global.
Ibarat raksasa yang belum sepenuhnya bangkit, potensi keuangan syariah sayangnya belum dimaksimalkan, meskipun telah diakui secara internasional sebagai alternatif yang stabil.
Untuk memahami hambatan tersebut, penting untuk terlebih dahulu melihat apa yang membuat keuangan syariah begitu unik dan berpotensi. Keuangan syariah sendiri berlandaskan prinsip Islam yang melarang riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian), serta mendorong investasi dalam sektor halal. Sistem ini menawarkan keseimbangan ekonomi dan solusi yang lebih etis dibandingkan keuangan konvensional, dengan fokus pada keadilan dan keberlanjutan.
Potensi yang Belum Digali
Sebagai rumah bagi populasi Muslim terbesar kedua di dunia, Indonesia seharusnya menjadi pasar utama untuk produk keuangan syariah. Namun, meskipun memiliki dukungan demografis yang signifikan, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain yang lebih maju dalam memanfaatkan sektor ini secara maksimal. Bagaimana bisa negara dengan potensi sebesar ini belum berhasil menjadi pemimpin dalam industri keuangan syariah global?
Realitas yang Bertolak Belakang
Pada tahun 2022, Iran memimpin dengan pangsa pasar aset perbankan syariah sebesar 18%, meskipun mengalami penurunan signifikan dari 32.1% di tahun 2018. Arab Saudi menunjukkan pertumbuhan yang stabil, dengan peningkatan pangsa pasar dari 20.2% pada 2018 menjadi 34% pada 2022. Malaysia, yang memiliki populasi Muslim lebih kecil, juga berhasil meningkatkan pangsa pasar perbankan syariahnya dari 10.8% pada 2018 menjadi 11% pada 2022.
Sementara itu, Indonesia, dengan populasi Muslim yang sangat besar, hanya memiliki pangsa pasar sebesar 2% di tahun 2022, hampir tidak ada perubahan dari 1.9% pada 2018. Keadaan ini menimbulkan keprihatinan, mengingat populasi yang sangat besar dengan 242.7 juta Muslim pada tahun 2024.
Indonesia seharusnya bisa menjadi kekuatan utama, tetapi kontribusinya terhadap pasar perbankan syariah global masih jauh dari memadai. Data ini diambil dari laporan Islamic Financial Services Board (IFSB) periode 2019-2023.
Mungkin sudah saatnya untuk bertanya: apa yang sebenarnya menghambat perkembangan sektor ini di Indonesia? Mengapa negara belum mampu menjadi pemain utama dalam industri yang seharusnya menjadi kekuatan ekonomi kita? Adakah sesuatu yang belum dilakukan, atau adakah peluang yang terlewatkan?
Statistik Lembaga Keuangan 2022/2023 dari BPS menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih cenderung memilih layanan keuangan konvensional. Rendahnya jumlah institusi keuangan syariah dan minimnya pangsa pasar ini menjadi indikator yang jelas.
Kondisi tersebut menggarisbawahi pentingnya peningkatan kesadaran dan kepercayaan terhadap produk syariah. Agar Indonesia dapat memaksimalkan potensinya dalam industri perbankan global, diperlukan langkah-langkah yang signifikan. Jika tindakan ini tidak segera diambil, kita akan terus tertinggal dari negara-negara lain yang lebih kecil namun lebih maju dalam industri ini.
Mengapa Ini Terjadi?
Menurut laporan Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK) pada tahun 2022, salah satu penyebab utama tertinggalnya keuangan syariah di Indonesia adalah kurangnya inisiatif dan dukungan dari berbagai pihak. Hingga saat ini, Indonesia hanya memiliki 14 bank umum syariah dan 20 unit usaha syariah, dengan pangsa pasar hanya 6.7% dari total aset perbankan nasional.
Sebaliknya, seperti dilansir dari Islamic Financial Services Board (2023), Malaysia, meskipun memiliki populasi Muslim yang lebih kecil, berhasil mengembangkan 16 bank umum syariah dengan pangsa pasar sekitar 41% dari total pinjaman perbankan lokal.
Ini menunjukkan bahwa dengan kebijakan dan infrastruktur yang mendukung, seperti di Malaysia, keuangan syariah di Indonesia masih memiliki peluang besar untuk berkembang pesat.
Di sisi lain, Indonesia masih terlalu fokus pada upaya meningkatkan literasi keuangan syariah. Meskipun penting, peningkatan literasi saja tidak cukup untuk memicu perubahan besar dalam adopsi yang signifikan.
Pada tahun 2016, Indeks Literasi Keuangan Syariah di Indonesia hanya mencapai 8.11%. Delapan tahun kemudian, data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik angka meningkat menjadi 39.11%.
Meskipun mengalami peningkatan signifikan sebesar 31% atau sekitar 3.9% per tahun, pertumbuhan ini tetap menunjukkan lambatnya perkembangan pemahaman masyarakat terhadap keuangan syariah.
Indonesia perlu mengadopsi pendekatan yang lebih strategis, dengan kebijakan yang mendorong inovasi serta peningkatan kepercayaan. Pengembangan produk syariah yang lebih luas, seperti yang berhasil dilakukan Malaysia. Tanpa langkah-langkah tersebut, Indonesia akan terus tertinggal dalam memanfaatkan potensi besar yang dimilikinya.
Langkah-Langkah Konkret untuk Memajukan Keuangan Syariah
Meski tantangan tersebut ada, mengembangkan keuangan syariah di Indonesia ibarat membuka kunci harta karun yang tersembunyi. Potensi sektor ini masih sangat besar dan belum sepenuhnya digali. Ada banyak langkah konkret yang bisa diambil untuk mempercepat pengembangannya.
Pertama, Indonesia dapat mencontoh Malaysia dengan mendirikan pusat keuangan syariah yang terfokus. Pusat ini bisa memberikan insentif bagi pelaku industri, serta memfasilitasi kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta.
Pemerintah juga perlu mempercepat pengembangan instrumen keuangan syariah seperti sukuk untuk mendukung proyek-proyek infrastruktur nasional.
Selain itu, Indonesia bisa belajar dari langkah Bahrain yang telah mendorong perkembangan Islamic Fintech, yaitu teknologi keuangan berbasis syariah. Pemerintah Bahrain secara aktif mendukung inovasi di sektor ini, sehingga negara tersebut menjadi pusat bagi banyak startup fintech syariah. Dengan menyediakan lingkungan yang mendukung, mulai dari regulasi hingga pendanaan, Bahrain berhasil mempercepat pertumbuhan fintech syariah.
Indonesia bisa menerapkan pendekatan serupa untuk mempercepat adopsi teknologi dalam keuangan syariah dan menjangkau lebih banyak masyarakat, terutama di daerah terpencil. Akhirnya, penting bagi Indonesia untuk mengembangkan kerangka kerja yang mendukung kolaborasi internasional dalam sektor keuangan syariah, seperti yang dilakukan oleh Uni Emirat Arab.
UEA telah berhasil menarik investasi asing melalui Dubai Islamic Economy Development Centre (DIEDC), yang mempromosikan Dubai sebagai pusat ekonomi Islam global. Dengan meniru langkah-langkah tersebut, Indonesia dapat memperluas pengaruh dan kapabilitasnya dalam keuangan syariah di kancah global.
Di samping itu, peran statistik sangat krusial dalam mendukung strategi. Dengan analisis statistik yang tepat, Indonesia dapat memetakan potensi pasar keuangan syariah dan merumuskan kebijakan yang lebih akurat serta efektif.
Statistik juga memungkinkan pemantauan perkembangan keuangan syariah secara berkelanjutan, memastikan kontribusi sektor ini terhadap perekonomian nasional terus meningkat, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045. Mengintegrasikan statistik dalam pengambilan keputusan akan memastikan langkah-langkah yang diambil tepat sasaran dan berdampak signifikan.
Risiko Jika Kesempatan Ini Terabaikan
Tidak segera memanfaatkan potensi keuangan syariah yang besar bisa membawa risiko serius bagi Indonesia. Indonesia berisiko kehilangan posisi strategisnya sebagai negara dengan komunitas Muslim terbesar kedua di dunia, yang seharusnya bisa memimpin sektor ini.
Sebagai perbandingan, Malaysia, yang memiliki populasi Muslim lebih kecil, telah berhasil memanfaatkan keuangan syariah dan kini menjadi pemimpin global.
Dengan kebijakan yang mendukung, regulasi yang kuat, dan infrastruktur keuangan syariah yang lengkap, Malaysia telah menunjukkan bagaimana potensi sektor keuangan syariah bisa dimaksimalkan. Ketertinggalan ini tidak hanya berdampak pada perekonomian, tetapi juga bisa mengurangi daya saing global Indonesia, terutama jika negara lain terus memperkuat posisi mereka dalam industri keuangan syariah.
Lebih dari itu, tanpa langkah-langkah konkret untuk mengembangkan keuangan syariah, masyarakat Indonesia akan terus bergantung pada sistem keuangan konvensional yang mungkin tidak selalu sejalan dengan prinsip-prinsip syariah.
Hal ini bisa menghambat upaya pemerintah dalam mewujudkan inklusi keuangan yang lebih luas dan adil. Dengan demikian, tindakan segera diperlukan untuk memastikan bahwa Indonesia tidak hanya mengejar ketertinggalan, tetapi juga memanfaatkan sepenuhnya potensi besar yang dimilikinya.
Kesempatan Emas yang Tidak Boleh Dilewatkan
Sebagaimana kita bercita-cita untuk mencapai Indonesia Emas, sektor keuangan syariah menawarkan “kesempatan emas” yang tidak boleh disia-siakan. Peluang yang ada terus mengetuk pintu kita, menunggu untuk disambut.
Akan tetapi, kesempatan ini hanya bisa diwujudkan jika ada komitmen yang kuat dari semua pihak; pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk bekerja sama dalam mengembangkannya.
Kini saatnya bagi Indonesia untuk bangkit dan sepenuhnya memanfaatkan potensi besar dalam keuangan syariah. Apakah peluang ini akan dibiarkan terlewat begitu saja?
Referensi
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2024, 28 Juni). Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun (Ribu Jiwa), 2022-2024. Diakses pada 4 September 2024, dari https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTk3NSMy/jumlah-penduduk-pertengahan-tahun.html.
Direktorat Statistik Keuangan, TI, dan Pariwisata. (2023). Statistik Lembaga Keuangan 2022/2023. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
Indonesia Financial Services Authority. (2022). Indonesian Islamic Finance Report 2022. Jakarta: Financial Services Authority (OJK).
Islamic Financial Services Board (IFSB). (2019-2023). Islamic Financial Services Industry Stability Report. Kuala Lumpur, Malaysia.: Islamic Financial Services Board (IFSB).
Islamic Financial Services Board. (2023). Retrieved from The IFSB Publishes Q3 2023 Islamic Banking Data in the Prudential and Structural Islamic Financial Indicators (PSIFIs) Database for Member Countries: https://www.ifsb.org/press-releases/the-ifsb-publishes-q3-2023-islamic-banking-data-in-the-prudential-and-structural-islamic-financial-indicators-psifis-database-for-member-countries/
Otoritas Jasa Keuangan dan Badan Pusat Statistik. (2024). Siaran Pers Bersama: OJK dan BPS Umumkan Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Tahun 2024. Jakarta : OJK.
World Population Review. (2024). Muslim Population Data for Various Countries. Retrieved from https://worldpopulationreview.com/.
#statisticsdatacamp2024 #pojokstatistik #hsn24
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H