Mohon tunggu...
Mazdalifah Hanuranda
Mazdalifah Hanuranda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tertarik pada bidang ekonomi, keuangan syariah, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesempatan Emas Keuangan Syariah Terabaikan

7 September 2024   20:17 Diperbarui: 8 September 2024   05:53 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Gambar dihasilkan oleh Bing Image Creator (didukung oleh DALL-E3), sebuah alat AI. 

Statistik Lembaga Keuangan 2022/2023 dari BPS menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih cenderung memilih layanan keuangan konvensional. Rendahnya jumlah institusi keuangan syariah dan minimnya pangsa pasar ini menjadi indikator yang jelas.   

Kondisi tersebut menggarisbawahi pentingnya peningkatan kesadaran dan kepercayaan terhadap produk syariah. Agar Indonesia dapat memaksimalkan potensinya dalam industri perbankan global, diperlukan langkah-langkah yang signifikan. Jika tindakan ini tidak segera diambil, kita akan terus tertinggal dari negara-negara lain yang lebih kecil namun lebih maju dalam industri ini. 

Mengapa Ini Terjadi? 

Menurut laporan Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK) pada tahun 2022, salah satu penyebab utama tertinggalnya keuangan syariah di Indonesia adalah kurangnya inisiatif dan dukungan dari berbagai pihak. Hingga saat ini, Indonesia hanya memiliki 14 bank umum syariah dan 20 unit usaha syariah, dengan pangsa pasar hanya 6.7% dari total aset perbankan nasional. 

Sebaliknya, seperti dilansir dari Islamic Financial Services Board (2023), Malaysia, meskipun memiliki populasi Muslim yang lebih kecil, berhasil mengembangkan 16 bank umum syariah dengan pangsa pasar sekitar 41% dari total pinjaman perbankan lokal.   

Ini menunjukkan bahwa dengan kebijakan dan infrastruktur yang mendukung, seperti di Malaysia, keuangan syariah di Indonesia masih memiliki peluang besar untuk berkembang pesat. 

Di sisi lain, Indonesia masih terlalu fokus pada upaya meningkatkan literasi keuangan syariah. Meskipun penting, peningkatan literasi saja tidak cukup untuk memicu perubahan besar dalam adopsi yang signifikan.   

Pada tahun 2016, Indeks Literasi Keuangan Syariah di Indonesia hanya mencapai 8.11%. Delapan tahun kemudian, data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik angka meningkat menjadi 39.11%. 

Meskipun mengalami peningkatan signifikan sebesar 31% atau sekitar 3.9% per tahun, pertumbuhan ini tetap menunjukkan lambatnya perkembangan pemahaman masyarakat terhadap keuangan syariah.   

Indonesia perlu mengadopsi pendekatan yang lebih strategis, dengan kebijakan yang mendorong inovasi serta peningkatan kepercayaan.  Pengembangan produk syariah yang lebih luas, seperti yang berhasil dilakukan Malaysia. Tanpa langkah-langkah tersebut, Indonesia akan terus tertinggal dalam memanfaatkan potensi besar yang dimilikinya. 

Langkah-Langkah Konkret untuk Memajukan Keuangan Syariah 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun