Mohon tunggu...
Hanifati Laili Mazaya
Hanifati Laili Mazaya Mohon Tunggu... -

teknologi industri pangan 2009, UNPAD

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pemilihan Umum Hati

21 April 2014   02:14 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:25 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Ah, serius?” ucap Mia menanggapi perkataan Misyel. “Maaf, ya Man! Aku benar-benar tidak maksud. Kamu tau kan dulu aku pemalu. Pulang-pulang aku nangis tau dulu. Abis kamu marah sam aku sambil nangis-nangis. Aku merasa bersalah banget! Tapi aku gak berani ngomong. Terus aku jadi tambah sedih karena kamu sampe bilang ke mamah kamu. Terus sekarang aku udah lupa tentang masalah itu. Maaf ya Man,” ucap Mia dengan perasaan bersalah.

Mia tentu ingat dengan jelas kejadian itu. Kejadian yang membuat laki-laki yang ia taksir menangis kala itu.  Keringat lagi-lagi mulai mengucur apalagi sengatan matahari siang meningkat. Mia menyakini aroma tubuhnya yang tak mengenakkan dapat tercium oleh laki-laki di samping kanannya. Apalagi jarak duduknya sangat berdekatan. Aduh, rasanya Mia ingin segera kembali ke rumah!

“Hahaha, iya. Gak apa-apa itu kan masa lalu,” ucap Iman berusaha tersenyum menutupi kecanggungannya.

Mia jadi senang sendiri menerima perlakuan manis dari Iman. Obrolan mulai mengalir lagi sederas aliran keringat Mia.

“Eh, pulang yuk. Bapak aku sudah menunggu. Hari ini dia mau landing ke London,” ucap Misyel kepada Mia dan Iman.

Tanpa babibu Mia menerima ajakanan Misyel dengan senang hati.  Mereka bertiga siap untuk pulang ke rumah masing-masing. Misyel berpisah dengan Mia dan Iman setelah keluar dari taman. Rumahnya kini tak lagi berdekatan dengan rumah Iman seperti dulu sejak ia pindah rumah. Mia dan Iman kemudian jalan berbarengan menuju gang rumahnya masing-masing. Ada rasa canggung antara keduanya. Mereka berdua sibuk dengan pikirannya masing-masing. Mia yang malu takut-takut ketauan belum mandi dan Iman yang masih saja penasaran dengan Mia.

“Man,” pangging Mia tertahan.

Iman sedikit kaget mendengan suara Mia. Ia menengok ke arah Mia. Mia kembali berbicara, “Aku duluan ya, ini gang rumah aku. Dah!” ucap Mia sambil tersenyu. “Hati-hati di jalan ya, Man.”

Semakin sibuknya Iman, ia menjadi lupa sebenarnya rumahnya hanya berbeda dua gang dari rumah Mia dan kebiasaan menatap Mia dari jauh sering ia lakukan dari sudut gang ini. Iman kembali berjalan. Namun ada rasa gelisah dipikirannya. Perasaan aneh yang selalu ia tahan hampir selama 17 tahun. Perasaan yang selama ini selalu ia anggap sebagai rasa penasaran belaka.

Iman kemudian memutar balik arah, mencari dimana Mia berada. Ya, Iman harus bisa tegas sama halnya ketika memili calon legislatif tadi. Sosok Mia terlihat semakin mengecil. Iman kemudian mengejarnya. “Mia!” jerit Iman.

Mia kemudian menengok ke arah belakang, mencari darimana asal suara itu berasal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun