Dalam kehidupan kita sehari-hari, penerapan ilmu komunikasi dapat meliputi banyak hal, salah satunya mempelajari tanda (sign) yang dikenal sebagai semiotika. Dalam pembahasan kali ini, penulis berusaha mengulas sedikit tentang teori semiotika komunikasi.
Pandangan Umberto Eco.
The discipline studying everything which can be used in order to lie, because if something cannot be used to tell a lie, conversely it cannot be used to tell the truth; it cannot, in fact, be used to tell at all.
Pendapat Charles Sanders Pierce
Seorang ilmuwan dibidang Semiotika, Charles Sanders Pierce membentuk model yang menjelaskan unsur-unsur dalam sign, kemudian dikenal dengan triadic model atau model segitiga sign.
Triadic model terdiri dari:
- Object - merupakan sesuatu yang dimaksud atau dituju oleh sign yang berwujud benda fisik, tindakan atau gagasan/ide.
- Representament (sign vehicle) -- signifier atau bentuk fisik yang diterima panca indera sesuai bentuk sebenarnya.
- Interpretant -  signified atau makna yang direpresentasikan oleh signifier.
Tanda (Sign) sesuai Jenisnya
Pierce membagi sign menjadi tiga jenis, yaitu :
- Symbolic sign - tidak ada kesamaan antara objek (signifier) dengan maksud (signified), sehingga kesatuan diantara dua hal tersebut masih belum jelas dan harus dipelajari lebih mendalam untuk mengkaji hubungannya.
- Iconic sign - adanya kesamaan dan kesinambungan antara objek (signifier) dengan maksud (signified), hubungan signifier dan signified jelas terlihat, terdengar, tercium, atau terasa mirip.
- Indexial sign - adanya hubungan semua unsur tersebut yang ditimbulkan berdasarkan tempat, waktu, atau adanya hubungan sebab akibat.
Pendapat Roland Barthes
Menurut pandangan Roland Barthes, semiotika bukan hanya merupakan suatu disiplin ilmu, pembelajaran, ilmu pengetahuan, pergerakan, atau teori, tetapi sebuah pertualangan. Sedangkan tujuan dari semiotika adalah untuk menginterpretasikan dan menerjemahkan suatu tanda (sign) baik verbal atau linguistic maupun nonverbal, seperti cultural meaning dan visual sign.
Dalam hal ini semiotika dipandang sebagai kajian produk sosial dan komunikasi, lebih khusus tentang analisa sistem tanda (sign system). Dalam pengamatan Barthes, sign dapat berdiri atas suatu hal dan memiliki makna tersirat dibaliknya.
Barthes menulis berbagai artikel popular, yang mengomentari kelemahan kalangan middle-class Prancis. Yang menarik dalam pengamatan Barthes terhadap kajian semiotika yang berupa tanda (sign), disebabkan sign terlihat seperti sesuatu yang apa adanya, dilain sisi sign sebenarnya mengkomunikasikan ideologi dan memiliki makna konotasi (yang tidak sebenarnya) dengan tujuan memperkuat nilai-nilai dalam masyarakat.
Persepsi tanda (Sign) dalam Semiotika
Menurut Barthes, sign adalah suatu  kombinasi dari signifier (suatu benda, bentuk, visual yang dapat diterima melaui panca indera) dan signified (makna yang dapat kita terapkan, artikan dan asosiasikan dari sesuatu yang kita lihat atau terima/signifier).
Seperti halnya ketika kita sedang berjalan dan menemukan ada hiasan janur (daun kelapa) yang terpasang di depan sebuah gang, kita akan menafsirkan tanda (sign) tersebut, bahwa ada orang yang menyelenggarakan pesta pernikahan. Hal tersebut disebabkan bahwa hiasan janur sudah biasa dan umum  dipakai sebagai tanda bahwa ada orang yang menyelenggarakan pesta pernikahan, meski tanpa pemberitahuan secara lisan ataupun tulisan.
Dalam pembahasan ini, dapat diambil kesimpulan bahwa hiasan janur adalah signifier dan maksud orang yang menggelar resepsi pernikahan adalah signified. Saat kita melihat hiasan janur yang berupa tanda visual dan ditangkap oleh mata, serta merta penafsiran kita diarahkan kepada penyelenggaraan resepsi pernikahan. Hiasan janur dan acara resepsi pernikahan identik dan berkombinasi menjadi sebuah sign yang kita tangkap dan persepsikan maknanya.
Tanda (Sign) merupakan Bagian dari Sistem
Sejak kecil mungkin kita sudah mengetahui bahwa hiasan janur digunakan sebagai tanda (Sign) adanya resepsi pernikahan. Pengetahuan tersebut kita dapatkan secara turun temurun, baik dari orangtua, kerabat, guru, teman, atau orang-orang lain yang berada di dekat kita. Dalam hal ini menunjukkan bahwa sign tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari sistem yang terpelihara dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Kita mengetahui bahwa hiasan janur digunakan sebagai tanda untuk acara resepsi pernikahan, maka kita tidak akan menggunakannya saat ada orang yang meninggal dunia. Sistem  akan mempertahankan sign terhadap makna dari hiasan janur, sedangkan kita akan bertindak menyesuaikan keadaan.
Sebagai contoh kecil saat kita saat sedang berjalan sambil mengobrol atau bercanda bersama teman, kemudian melewati gang yang dipasang hiasan janur, secara otomatis topik pembicaraan akan berubah ke resepsi pernikahan. Sign yang merupakan bagian dari sistem ini membuat manusia bertindak sesuai dengan apa yang diekspektasikan, atau dimaknai.
Tanda (Sign) tidak Bersifat Mutlak
Meskipun mempunyai makna tertentu, sign bukan sesuatu dan memiliki arti yang mutlak selamanya seperti itu. Seiring dengan berjalannya waktu, sign dapat saja berubah. Misalnya saja makna pita merah.
Pada masa lalu, di dalam institusi pendidikan pembentukan anggota TNI/Polri, pita merah memiliki makna negatif (anggota tersebut sakit/dalam pengawasan). Namun sekarang, pita merah digunakan sebagai tanda berlangsungnya operasi berskala nasional. Hal ini menunjukkan bahwa sign tidak pasti memiliki arti yang paten dan konstan.
Makna Konotatif dan Denotatif Tanda (Sign)
Ketika kita mendapatkan tanda (sign), sesaat dalam persepsi kita mungkin akan terlintas makna tertentu yang tersira atau makna yang tidak seperti yang terlihat (makna konotatif). Sebaliknya terkadang sign juga memliiki makna yang sebenarnya atau sesuai dengan yang terlihat (makna denotatif).
Makna denotatif merupakan makna sebenarnya sesuai dengan apa yang terlihat, atau makna rasional dan logis. Sementara makna konotatif dari sign adalah cenderung bersifat implisit, bermakna irasional dan berbeda dengan apa yang ditangkap.
Pergeseran Makna dalam Tanda (Sign)
Dalam kajian diatas sebelumnya kita sudah mengulas dimana sign dapat saja berubah makna atau bahkan memiliki dua jenis makna yaitu konotatif serta denotatif, dimana terjadi pegeseran makna sign yang dipengaruhi oleh perkembangan jaman atau perubahan waktu.
Dengan demikian mengacu pada fenomena bahwa makna konotatif lebih sering dipakai dan diterapkan dalam memahami suatu fenomena sosial masyarakat. Saat ini masyarakat melihat suatu fenomena bukan dengan apa yang terlihat, namun justru melihat hal lain dari fenomena tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H