Mohon tunggu...
Cerpen

Teh yang Tak Lagi Hangat

19 Maret 2017   17:57 Diperbarui: 8 Oktober 2017   08:42 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Kalian teman yang kurang ajar, ya. Tidak punya sopan santun, tidak punya harga diri, tidak saling menyayangi. Mau jadi apa kalian, hah?” Gerombolan anak kecil itu kebingungan dengan makian tersebut.

“Maksud kalian apa? Datang hanya untuk mengganggu makan siang kami.” Jawab salah satu dari mereka. Wanita remaja yang berdiri di depan mereka itu maju satu langkah dan berusaha melihat name tag di baju seragam perempuan kecil yang baru berbicara tadi, namun ia gagal membacanya.

“Wah, anak kecil ini berani ternyata.”

Risma tidak terima dirinya disebut anak kecil. “Lebih kecil mana, yang terlihat dewasa tapi bersikap tidak sopan dan memaki anak kecil tanpa sebab?”

Wanita itu kembali maju satu langkah, “siapa namamu? Berani membantah orang dewasa. Jangan-jangan kamu yang bernama Risma?” 

Risma kini sudah berdiri paling depan. “Iya, aku Risma. Ada yang salah dengan namaku?”

“Kamu yang kemarin memukul kepala Tasya saat dia menangis, kan?Salah Tasya ke kalian apa sehingga kalian membencinya? Kalian menulis kata-kata makian di bangku Tasya selama dia sakit tiga hari, kan? Sedangkan kalian tidak merasa bersalah ketika Tasya menangis di kelas kemarin. Kamu juga Risma, sudah tahu Tasya menangis kamu malah memukul kepalanya.”

Anak-anak kecil itu kini mengerti bahwa dua wanita yang berdiri di hadapan mereka adalah ibu dan kakak Tasya. Mereka ketakutan dengan makian ibu Tasya dan tidak berani menjawabnya. Namun tidak dengan Risma, ia merasa bahwa apa yang terjadi ini sudah keterlaluan.

“Saya tidak terima atas kalimat yang kalian katakan pada kami. Pertama, tulisan di bangku Tasya itu sudah ada sejak kami masuk ke kelas tiga. Kedua, saya tahu kemarin Tasya menangis dan sedang tidak baik-baik saja. Maka dari itu, saya menghampiri Tasya dan menanyakan kondisinya, namun ia tidak menjawab pertanyaan saya. Bahkan saya sempat mengajaknya pergi ke UKS, namun ia tetap diam. Lalu saya mengusap kepalanya tanda bahwa saya peduli padanya baru setelah itu saya kembali ke bangku. Jadi, semua yang ibu katakan pada kami itu hanya omong kosong Tasya.” Risma menjelaskan semuanya.

“Bisa saja itu hanyalah alasan Tasya untuk tidak masuk sekolah agar bisa tidur di rumah.” Mita yang memang terllihat tidak suka pada Tasya itu kini menyuarakan isi hatinya.

“Enak saja kamu menuduh adikku seperti itu.” Kakak Tasya membela.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun